Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan yang Tertunda

17 Maret 2020   09:00 Diperbarui: 17 Maret 2020   09:00 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Aku menangis melihat pemandangan itu. Hatiku dipenuhi penyesalan. Maafkan aku, Ryan, karena tidak menepati janjiku sore itu. Aku merasa sangat khawatir ketika beberapa hari setelah itu kamu tidak juga masuk sekolah, dan akhirnya datang berita duka cita dari orangtuamu yang mengabarkan kamu telah meninggal duni. Sepanjang tahun aku berusaha mengabaikan dan tak memikirkan penyebab kematianmu. Tak ingin diliputi rasa bersalah terus menerus dan akhirnya memutuskan untuk melupakanmu selamanya. Seterusnya. Hingga aku dewasa. 

 "Nina..." sebuah suara memanggil. Aku menoleh dan terkejut. Ryan!

 "Jangan pergi, Nin..." Ryan memegangi tanganku, mencegahku berlari. Aku menunduk menatap pergelangan tangannya yang dilingkari gelang tali berwarna merah. Kerajinan tangan buatanku sendiri yang dibeli olehnya dulu saat bazaar sekolah.

 "Aku masih memakainya terus, lho." Ryan memamerkan gelang itu dengan bangga.

 "R... Ryan... kamu kan...  sudah meninggal..." ucapku gemetar.

 Ryan tersenyum lagi. "Kamu juga, Nin."

 "A... apa?" Aku tercekat. "K... kapan? Aku kan tadi sedang berada di kantor! Aku masuk ke toilet, lalu... lalu.. ini... ini dimana, sih?" teriakku panik.

 "Tenang, Nin," ucap Ryan menenangkanku. "Kamu tadi mengalami serangan jantung. Penyakit yang sudah kamu derita sejak kecil. Ya kan?"

 Aku tertegun. Aku memang memiliki penyakit jantung bawaan sejak kecil. Salah satu hal yang membuatku ragu dan tak percaya diri untuk menerima cinta Ryan saat itu. 

 "Aku tadi bermaksud menjemputmu di ruangan itu," jelas Ryan. "Tapi kamu malah berlari ketakutan."

 "Ruangan yang gelap tadi itu... ruangan apa itu?" tanyaku masih bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun