Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Angker

13 Maret 2020   09:00 Diperbarui: 13 Maret 2020   09:05 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menoleh ke arah jendela di lantai atas; nomor dua dari kiri. Belum tampak adanya pergerakan. Tirai kusam berwarna kuning pucat itu masih tergantung dengan tenang di balik kacanya yang telah berdebu tebal. Aku kembali bersandar pada pagar besi rendah pembatas jembatan. Suasana di sini terasa sunyi dan hening.

Sudah dua hari ini aku merasa ada yang selalu memerhatikanku dari atas sana. Tetapi setiap aku menoleh, selalu saja yang kulihat hanya sepotong tirai yang melambai seperti baru saja ditinggalkan oleh orang yang menyibaknya untuk memandang ke luar. Hal yang sangat aneh, karena seharusnya tidak ada siapa-siapa di dalam rumah itu. 

Rumah itu memang terkenal angker. Sebuah rumah tua peninggalan zaman Belanda yang beberapa tahun lalu sempat ditinggali oleh keluarga yang kabarnya masih merupakan keturunan pemilik aslinya, namun entah mengapa hanya bertahan selama beberapa minggu sampai suatu malam seluruh anggota keluarga itu pergi dengan tergesa-gesa dan tak pernah kembali lagi. 

Sejak aku menyewa kamar kos di daerah ini saat mendapatkan panggilan kerja setahun lalu, aku selalu melewati jembatan kecil yang melintang tak jauh di depan rumah yang dikenal angker itu, dan tak pernah sekalipun aku melihat hal-hal aneh seperti yang ditakuti oleh warga sekitar. Aku tak percaya pada hal-hal mistis seperti itu. Tetapi entah kenapa, kali ini aku merasa yakin, bahwa memang ada sebuah aktivitas yang tak normal di dalam rumah itu. 

Maka saat ini aku memutuskan untuk menunggu, dan tidak melepaskan pandangan sedikitpun. Aku ingin membuktikan pada diriku sendiri bahwa mataku tidak melakukan kesalahan saat melihat tirai itu bergerak. 

Dan saat aku sedang memicingkan mata menembus kegelapan di balik kaca jendela itu, tiba-tiba sepotong tangan putih pucat muncul. 

Aku terkesiap. Darahku berdesir ke seluruh tubuh. 

Tangan pucat itu menyibak perlahan tirai kusam yang tergantung menutupi setengah kaca jendela. Lalu di belakang tangan pucat itu tampaklah bayangan sesosok tubuh yang berdiri agak jauh dari ambang jendela. 

Tubuhku mulai gemetar. Kakiku kaku tak dapat digerakkan. 

Kemudian sosok itu menjulurkan tangannya yang lain, dan melambai pelan. Ke arahku. Seperti memanggil. Dan kemudian mendadak ia menghilang dari jendela; meninggalkan sekelebatan tirai yang bergerak melambai.

Aku mengembuskan napas yang tanpa sadar tertahan sejak tadi; menetralkan kembali denyut jantung yang menggila sesaat. Kemudian memaksakan diri untuk berpikir dengan logika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun