Kalau sosok itu memang hantu, seharusnya ia tak bisa menyentuh benda padat bukan? Lalu mengapa tirai itu bergerak saat disentuh olehnya? Tetapi kalau ia manusia, siapa dia? Gelandangan yang diam-diam mencari tempat bernaung di dalam rumah kosong? Tetapi mengapa ia tadi sepertinya memanggilku? Ya, aku yakin ia melambaikan tangan ke arahku, karena tak ada siapapun lagi di atas jembatan ini. Hanya ada aku.
 Setelah kakiku kembali dapat digerakkan, aku segera beranjak dari tempat itu dengan benak dipenuhi berbagai pertanyaan.
   ~o0o
 Aku kembali berdiri memandang ke arah rumah angker itu, saat senja telah berlalu.Â
Jembatan yang dulunya ramai dilalui oleh para pejalan kaki dan sepeda motor ini, entah mengapa sekarang berubah menjadi sepi. Mungkin karena sudah ada jalur lain yang lebih disukai oleh masyarakat sekitar untuk melintas; atau jangan-jangan, mereka semua sudah melihat penampakan di dalam rumah angker itu beberapa hari ini sehingga tak ada lagi yang berani melewati jalan ini. Sebagai anak kos yang tinggal sendirian, aku tak banyak berinteraksi dengan warga sekitar, sehingga kemungkinan besar aku akan tertinggal berbagai berita terkini.Â
Aku benar-benar tak mengerti dengan diriku sendiri. Di satu sisi aku merasa sangat takut, tetapi di sisi lain aku sangat penasaran.Â
Mungkin aku terlalu banyak menonton film horror yang menceritakan tentang arwah penasaran yang membutuhkan pertolongan. Di dalam cerita itu biasanya si pemeran utama pada awalnya akan merasa ketakutan, tetapi karena kebaikan dan ketabahan hatinya, akhirnya ia bisa mengalahkan rasa takutnya dan membantu arwah tersebut untuk pergi ke dunianya. Yah, meskipun ada juga cerita yang berakhir tragis karena sang arwah ternyata adalah arwah jahat yang ingin membawa korban ke alam kematian.
 Dan tiba-tiba, sosok itu kembali muncul di balik jendela.Â
Kali ini ia terlihat lebih jelas.Â
Ia perempuan.Â
Aku dapat melihat gaunnya yang berwarna putih, rambutnya yang panjang menutupi kedua sisi wajahnya, kedua relung matanya yang cekung dan gelap, serta bibirnya yang pucat pasi. Ia kembali mengangkat tangan dan melambai ke arahku; kali ini dengan gerakan lebih tegas, seolah memaksaku untuk datang.