Nina menoleh terkejut. Dan mendapati pengemis perempuan berpakaian kumal yang dulu pernah memandangi toko bunganya dari luar telah berdiri di sampingnya.
"Aku juga," ucap pengemis itu lagi, "aku menyesal saat itu telah melimpahkan tugas yang kuanggap rendahan itu kepadamu untuk mengantarkannya ke Rumah Bunga Matahari itu. Sehingga setelah itu hartaku berpindah kepadamu. Padahal pesan pada secarik kertas itu sudah sangat jelas." Dan pengemis itu berbalik pergi.
Nina hanya bisa memandangi punggung perempuan pengemis itu, yang baru saja disadarinya adalah Bu Ratri, mantan atasannya di Toko Bunga Ratri. Ingatannya kembali kepada isi pesan pada secarik kertas itu.
'Tetaplah bekerja keras dan berempati'.
***
"Winda, antarkan paket ini ke alamat yang sudah saya kirimkan ke whatsapp kamu," ucap Maya sembari menghitung jumlah uang di dalam sebuah amplop putih. "Baik, Bu," jawab Winda.
Winda memasuki ruangan yang kosong dan berdebu itu. Langkah kakinya bergema ke seluruh sudut ruangan yang dipenuhi oleh lukisan-lukisan.Â
Winda mendekat dan mengamati lukisan yang terpasang paling ujung. Seikat bunga matahari yang dikemas dengan kain putih bergaris emas yang sangat elegan.
Lalu ia memperhatikan lukisan di sebelahnya. Seikat bunga matahari yang terlilit ikatan pita biru yang sangat cantik.
Kemudian Winda menuju ke sebuah meja kecil di sudut ruangan seperti yang telah diinstruksikan kepadanya oleh Bu Maya. Ia memasukkan seikat bunga matahari ke dalam vas bunga itu dan segera berbalik, ingin segera menyudahi tugasnya yang aneh ini.
Dan kakinya terantuk sesuatu yang tergeletak di lantai. Sebuah bungkusan hitam.