“Di sebelah mana ?”
Nanda menoleh perlahan ke belakang, ke arah pohon besar yang menaungi tenda mereka.
“Iiiihh takuuutt….,” Mimi berseru sambil menutupi wajahnya. Desy dan Dona ikut menjerit.
“Eh….. tunggu duluu ! Rasanya nggak menakutkan kok. Sama sekali nggak,” bantah Nanda.
“Lho…. jadi bagaimana sih ? Rasanya seperti apa ?” Hilda semakin penasaran.
“Apa yah… seperti …. seperti perasaan senang…. dan nyaman begitu… seperti ada yang…. ada yang menjaga aku setiap saat ….” Nanda menunduk dengan wajah tersipu.
Hilda, Mimi, Dona dan Desy tercengang menatap Nanda.
Ya memang itu yang aku inginkan…. bisa menjaga kamu terus, keluhku sambil duduk dalam diam memperhatikan kelima gadis itu.
Nanda memegang gelas minuman hangatnya dengan kedua tangan dan meminum isinya sedikit demi sedikit. Raut wajahnya yang manis dan berkesan pendiam, nampak lebih ekspresif saat sedang bercanda dengan teman-temannya. Suara tawanya yang berderai lembut terdengar menyenangkan di telingaku.
“Yang seperti itu memangnya cantik ya ?” tanya Dimas yang berjongkok di sampingku. Aku mengangguk.