Sebuah tangan yang lembut menyentuh bahuku. Aku menoleh.
“Dia juga menyukai kamu…” Ratih tiba-tiba sudah berdiri disampingku.
Aku menatap Ratih dengan bingung.
“Perasaanmu yang begitu kuat tetapi terus kamu pendam sejak lama, sedikit demi sedikit tersampaikan kepadanya. Dan rasa takutmu yang tiba-tiba melonjak saat kamu merasa akan kehilangan dia untuk selamanya, membuat kekuatan pikiranmu menjadi aktif sebelum waktunya. Tadi dia bisa mendengar kamu kan ?”
Aku mengangguk.
“Dan kamu juga bisa mendengar suara hatinya….” lanjut Ratih.
Aku mengangguk lagi.
“Tapi…. bagaimana kamu bisa bilang kalau dia juga menyukai aku ?”
Ratih menunjuk lubang besar yang sekarang menghiasi dinding lorong.
“Ini...., " katanya, " Hal ini tidak akan terjadi kalau perasaan kalian tidak saling berbalas…..”
Aku menatap Ratih tak percaya.