Kakek menunduk memandang wajah Andri beberapa saat. Perlahan-lahan tatapan kosongnya mulai berubah. Tangan keriputnya yang gemetar terangkat dengan susah payah berusaha menyentuh wajah Andri.
“An.. dri…?” ucap kakek hampir tak terdengar.
“Ini… ini benar ayah ?” Andri mendekatkan wajahnya ke wajah kakek. Mengamati lekat-lekat.
Kakek tak menjawab. Hanya menggerak-gerakkan mulutnya yang kaku sambil menatap wajah Andri.
“Ayaah ! Ayah kenapa jadi begini ??” Andri berteriak histeris dan langsung memeluk tubuh kakek erat-erat. Kakek dengan tulang-tulang ringkihnya yang kaku karena tak pernah digerakkan juga merentangkan lengannya sebisa mungkin berusaha memeluk Andri.
“Ann... drii..... ken... napaa.... kessinnii....ay...yah.....sudd...dah..... kir...rim.. pes...san...” kakek berucap susah payah. Butir-butir air mata terlihat menetes dari kedua matanya. Andri juga terlihat terisak-isak di pelukan kakek.
Aku yang semakin tak mengerti segera menyentakkan cengkeraman tangan Agung sampai lepas dan melangkah maju.
“Ibu ! Apa maksudnya ini ? Mana mungkin kakek adalah ayahnya Andri ?” tanyaku dengan suara keras. Ibu hanya diam menunduk.
“Ndri ! Masa dia ayah kamu ? Bagaimana sih ? Dia ini kan kakekku !” kutarik bahu Andri yang masih berada di pelukan kakek. Andri menoleh. Air mata terlihat mengalir di kedua pipinya.
“Siapa kamu ?” tanya Andri dengan ekspresi heran. “Beliau ini memang ayahku kok !”
Aku terkejut. Andri tidak mengenaliku ?