“Sari ! Sari !! Sadarlah ! Sudahlah Sari, biarkan mereka pergi !”
“Nggak !! Aku nggak mau disini ! Aku mau ikut Andri !! Aku mau ikut Andriii !!” aku menjerit histeris dan mulai menangis.
“Kamu tidak bisa hidup dengan mereka Sari ! Kamu bukan manusia !!” bentak Agung.
Kutatap wajah Agung dengan garang.
“Apa ?? Enak aja kamu ! Aku ini manusia tau ! Aku manusiiaaaaa !!” jeritku sambil meronta-ronta berusaha melepaskan pegangan Agung.
Agung menarik tanganku kuat-kuat lalu menyeretku kembali sampai ke gerbang desa. Kemudian ia meraih sebatang kayu panjang yang tergeletak di tanah. Diayun-ayunkannya kayu itu tinggi-tinggi diatas kepalanya. Ditengadahkannya kepalaku, memaksaku melihat keatas.
“Lihat itu !! Lihat itu baik-baik Sari !!” teriaknya sambil menunjuk gapura yang terletak tepat diatas kepalaku.
Dengan berurai air mata, kutatap bagian depan gapura desa yang tadinya tertutup lumut tebal dan tanaman menjalar itu.
Disitu tertulis :
‘DESA MINEMA’