Agung tersenyum dan mengajakku keluar. Ibu Agung hanya diam saja dan melanjutkan kegiatan menyapunya. Beliau yang dulu sangat akrab denganku, sepertinya sekarang juga ikut-ikutan menganggapku aneh.
Kami berdua berjalan santai menuju ke sungai kecil di sisi desa sebelah barat. Agak jauh dari lokasi rumah penduduk. Sesampainya disana Agung mengajakku duduk di atas batu-batuan besar yang letaknya sedikit ke tengah sungai.
Suara gemericik air yang mengalir jernih dibawah kakiku membuat suasana terasa nyaman dan tenang. Kuhirup dalam-dalam aroma hutan yang terbawa oleh angin. Sudah lama sekali rasanya aku tidak pernah datang kemari.
“Bagaimana kabar kamu Sar ? Lama sekali kita tidak bertemu seperti ini,” Agung membuka pembicaraan.
“Aku baik-baik aja,” jawabku sambil melompat turun dari batu dan berjalan agak ke tengah. Jari-jari kakiku mengorek-ngorek pasir lembut di dasar sungai. Airnya terasa dingin menyegarkan.
“Maaf ya Gung. Yaa maklumlah baru semester pertama kuliah, absensinya ketat banget, dosennya juga galak-galak dan sering ngasih tugas seabrek.”
Agung hanya menunduk dalam diam.
“Oh iya, aku punya teman baik lho,” sambungku,” Namanya Andri. Dia asik banget orangnya, ramah pula. Setiap selesai kuliah aku selalu jalan bareng sama dia. Waktu itu juga aku dan teman-teman sekelas pernah datang kerumahnya…”
Mendadak Agung melompat turun dari batu yang didudukinya dan menghampiriku.
“Sudahlah Sari,” ujarnya pelan. “Kasihan ibumu. Beliau jadi semakin susah karena kamu..…”