Mohon tunggu...
Yuha Nuzula
Yuha Nuzula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNESA

Menulislah sebagai penyunting, menyuntinglah sebagai pembaca, dan membacalah sebagai penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Indonesia Redup di Negaranya Sendiri

31 Oktober 2021   22:14 Diperbarui: 31 Oktober 2021   22:35 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: rencanamu.id)

Orang bilang, bahasa adalah jati diri bangsa. Seperti diketahui bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi bangsa Indonesia. Namun mirisnya, penggunaan bahasa Indonesia mendapat tantangan dari rakyat Indonesia sendiri yang kini cenderung lebih bangga berbahasa asing. Mereka beranggapan menggunakan bahasa asing menunjukkan bahwa dirinya berintelektual tinggi dan lebih keren daripada menggunakan bahasa sendiri yang terkesan ketinggalan zaman dan terlalu kaku. Padahal, bahasa Indonesia merupakan identitas kita sebagai orang Indonesia. Sehingga, hal tersebut menjadikan bahasa Indonesia tidak lagi tuan di rumahnya sendiri. Seharusnya hal tersebut jadi tamparan bagi kita untuk membudayakan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Tantangan Bagi Bahasa Indonesia  

Dalam linimasa terlihat banyak anak muda yang justru lebih bangga menggunakan bahasa asing karena beberapa roll modelnya mereka rasa lebih populer menggunakan bahasa asing. Hal tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi sekarang, tetapi juga pada saat sebelum Indonesia dinyatakan merdeka. Pada saat itu pemuda yang berpendidikan atau dari kalangan yang berada juga menggunakan bahasa Belanda karena pada saat itu bahasa Belanda juga menjadi bahasa pengantar mereka.

Memang dulu sampai sekarang kita silau dengan budaya luar. Dapat kita lihat di zaman dulu menggunakan bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris bahkan bahasa Korea menjadi lebih keren daripada bahasa kita sendiri. Menurut Ivan Lanin, hal ini terjadi karena tren penggunaan bahasa asing. Bahasa asing dianggap sebagai lambang kekinian. Hal tersebut didasari oleh beberapa anggapan seperti bahasa asing yang dianggap mencerminkan tingginya intelektual seseorang. Atau menggunakan bahasa Korea yang dianggap gaul, dan bahasa Arab dianggap berbudaya keislaman. Contohnya, generasi milenial sekarang lebih sering mengucapkan "terima kasih" dengan kata Thanks, Kamsahamida, dan syukron. Juga lebih memilih mengucapkan "maaf" dengan kata Sorry, mianhe, atau afwan.

Selain itu, satu perkembangan yang terjadi beberapa tahun belakang adalah adanya sekolah-sekolah internasional di Indonesia yang bahasa pengantarnya adalah bahasa asing. Hal tersebut kurang tepat karena sekolah itu diadakan di Indonesia. Padahal anak-anak tersebut nantinya akan bergaul sehari-hari dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, seharusnya bahasa pengantar yang digunakan dalam sekolah tersebut tetap bahasa Indonesia kalaupun nanti misalnya ada sesi khusus menggunakan bahasa Inggris itu tidak mengapa. Tapi, jangan sampai keseluruhan percakapan anak-anak ini menggunakan bahasa Inggris.

Di samping itu, terkait sekolah internasional di Indonesia Haifa  Segeir, Ketua Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia (Herlinda, 2017) menyatakan bahwa tren minat orangtua menyekolahkan anak di sekolah internasional dari waktu ke waktu semakin meningkat tajam. Hal tersebut dibuktikan oleh fenomena publik figur yang lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah internasional yang bahasa pengantarnya bahasa Inggris. Sehingga, tidak sedikit pula anak mereka mengalami gagap ketika berbicara bahasa Indonesia.

Bertahun-tahun mereka tinggal di Indonesia, bersekolah di sekolah Internasional apa yang diajarkan lebih banyak bahasa Inggris. Mereka lebih familiar dengan "rainbow" daripada "pelangi" bayangkan saja agak miris mendengarnya. Sehingga, agaknya penerapan perpres No. 63 Tahun 2019 yang mengharuskan penggunaan bahasa Indonesia sebagai pengantar pendidikan di Indonesia menjadi sangat tepat.

Selain itu, tantangan yang menjadi musuh terbesar rakyat Indonesia adalah kemajuan teknologi dan kuatnya arus globalisasi karena membuat para pemuda milenial kurang mempedulikan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia lebih sering dijumpai saat acara formal saja. Namun, jarang digunakan secara baik dan benar dalam keseharian. Bahkan, tidak banyak orang Indonesia yang menyadari arti dari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bagi mereka menggunakan bahasa Indonesia musti baik dan benar tanpa memahami artinya sehingga mereka salah dalam mempraktikkannya. Dalam hal ini, kita harus bisa menyesuaikan dan melaraskan kedua hal itu.

Bahasa Indonesia yang Baik 

Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia pada Bab II, Bagian satu, menjelaskan bahwa penggunaan bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar. Merujuk pada peraturan tersebut, berbahasa Indonesia yang baik artinya kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan konteks. Konteks bahasa yang baik itu harus memperhatikan beberapa hal, yaitu yang pertama, situasi nonresmi dan resmi. Situasi nonresmi dan resmi sekarang ini tampaknya semakin kabur. Orang tidak lagi bisa membedakan bagaimana caranya mengirim pesan whatsapp kepada teman akrab dengan pada orang yang lebih dihormati.

Kedua, yang perlu diperhatikan adalah sarana berupa lisan, tulisan, dan medsos. Dulu lebih mudah karena kita hanya membedakan sarana lisan dan tulisan. Namun, sekarang ini kehadiran medsos membuat kesulitan karena medsos merupakan media hibrida gabungan dari ragam lisan yang dituliskan. Sehingga tidak sedikit orang yang bingung terutama admin media sosial instansi resmi dalam menggunakan ragam bahasa. 

Ketiga, memperhatikan mitra berdasarkan kedudukan dan hubungan. Keempat, memperhatikan berdasarkan tempat. Kemudian yang terakhir adalah laras bahasa. Laras bahasa adalah variasi bahasa berdasarkan bidang penggunaan. Dalam situasi tersebut, secara tidak langsung juga mengajarkan kesantunan berbahasa.  

Bahasa Indonesia yang Benar

Berbahasa Indonesia yang benar berarti kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa yang benar berdasarkan tata bahasa, ejaan (PUEBI), peristilahan, dan kata baku (KBBI). Kaidah-kaidah tersebut berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia secara lisan dan tulisan.

Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar berarti bertutur secara lengkap dan teratur berdasarkan kaidah kebahasaan dan norma suatu masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dapat berupa ragam bahasa formal atau nonformal, bergantung pada konteksnya. Namun, sekarang ini penulis melihat mulai banyak sekali generasi milenial yang tidak mempedulikan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sehingga menjadikan bahasa Indonesia semakin pudar.

Menurut Maryanto sebagai Kepala Bagian Pengendalian dan Penghargaan Badan Bahasa, pada dasarnya bahasa asing memang penting dan perlu dikuasai. Namun, bahasa Indonesia harus tetap diutamakan di atas bahasa lainnya. Jangan malu, gengsi, dan minder terhadap bahasa negara sendiri. Kita ambil saja contohnya negara Jepang atau Prancis, meskipun mereka belajar bahasa asing mereka masih tetap bangga dengan bahasanya sendiri. Bukan berarti kemudian mereka menjadi ultra nasionalisme yang tidak mau belajar bahasa asing. Tapi, paling tidak ketika mereka bicara di dalam negaranya sendiri menggunakan bahasa negara mereka. Hal tersebut yang kemudian harus ditumbuhkan dengan cara perlahan pada setiap generasi milenial bahkan seluruh warga Indonesia.

Kita membutuhkan pemantik untuk generasi milenial agar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya dengan langkah kecil yang dilakukan di media sosial twitter. Caranya dengan menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan formal tidak kalah menarik. Selama ini persepsi yang muncul ketika orang menggunakan ragam bahasa Indonesia baku terlihat kaku. Lalu, dapat kita tunjukkan bahasa Indonesia yang baku itu tidak musti kaku. Penulis berharap hal tersebut juga dapat dilakukan oleh orang lain terutama bagi orang-orang yang menjadi contoh bagi masyarakat. Misalnya pejabat, penggiat media sosial, publik figur.

Selain itu, menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa. Artinya, para pendidik bertugas melakukan pembinaan bahasa Indonesia baku sebagai simbol masyarakat akademis. Jadi generasi milenial harus mulai banyak .menggunakan atau membudayakan kembali bahasa Indonesia di dalam tulisan linimasanya, utas-utasnya, bahkan dalam kehidupan sehari-hari agar bahasa Indonesia tetap menjadi tuan di rumahnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun