Kedua, yang perlu diperhatikan adalah sarana berupa lisan, tulisan, dan medsos. Dulu lebih mudah karena kita hanya membedakan sarana lisan dan tulisan. Namun, sekarang ini kehadiran medsos membuat kesulitan karena medsos merupakan media hibrida gabungan dari ragam lisan yang dituliskan. Sehingga tidak sedikit orang yang bingung terutama admin media sosial instansi resmi dalam menggunakan ragam bahasa.Â
Ketiga, memperhatikan mitra berdasarkan kedudukan dan hubungan. Keempat, memperhatikan berdasarkan tempat. Kemudian yang terakhir adalah laras bahasa. Laras bahasa adalah variasi bahasa berdasarkan bidang penggunaan. Dalam situasi tersebut, secara tidak langsung juga mengajarkan kesantunan berbahasa. Â
Bahasa Indonesia yang Benar
Berbahasa Indonesia yang benar berarti kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa yang benar berdasarkan tata bahasa, ejaan (PUEBI), peristilahan, dan kata baku (KBBI). Kaidah-kaidah tersebut berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia secara lisan dan tulisan.
Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar berarti bertutur secara lengkap dan teratur berdasarkan kaidah kebahasaan dan norma suatu masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dapat berupa ragam bahasa formal atau nonformal, bergantung pada konteksnya. Namun, sekarang ini penulis melihat mulai banyak sekali generasi milenial yang tidak mempedulikan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sehingga menjadikan bahasa Indonesia semakin pudar.
Menurut Maryanto sebagai Kepala Bagian Pengendalian dan Penghargaan Badan Bahasa, pada dasarnya bahasa asing memang penting dan perlu dikuasai. Namun, bahasa Indonesia harus tetap diutamakan di atas bahasa lainnya. Jangan malu, gengsi, dan minder terhadap bahasa negara sendiri. Kita ambil saja contohnya negara Jepang atau Prancis, meskipun mereka belajar bahasa asing mereka masih tetap bangga dengan bahasanya sendiri. Bukan berarti kemudian mereka menjadi ultra nasionalisme yang tidak mau belajar bahasa asing. Tapi, paling tidak ketika mereka bicara di dalam negaranya sendiri menggunakan bahasa negara mereka. Hal tersebut yang kemudian harus ditumbuhkan dengan cara perlahan pada setiap generasi milenial bahkan seluruh warga Indonesia.
Kita membutuhkan pemantik untuk generasi milenial agar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya dengan langkah kecil yang dilakukan di media sosial twitter. Caranya dengan menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan formal tidak kalah menarik. Selama ini persepsi yang muncul ketika orang menggunakan ragam bahasa Indonesia baku terlihat kaku. Lalu, dapat kita tunjukkan bahasa Indonesia yang baku itu tidak musti kaku. Penulis berharap hal tersebut juga dapat dilakukan oleh orang lain terutama bagi orang-orang yang menjadi contoh bagi masyarakat. Misalnya pejabat, penggiat media sosial, publik figur.
Selain itu, menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa. Artinya, para pendidik bertugas melakukan pembinaan bahasa Indonesia baku sebagai simbol masyarakat akademis. Jadi generasi milenial harus mulai banyak .menggunakan atau membudayakan kembali bahasa Indonesia di dalam tulisan linimasanya, utas-utasnya, bahkan dalam kehidupan sehari-hari agar bahasa Indonesia tetap menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H