Kadang,
Ingin kupuisikan hujan yang jatuh di atas tumpukan rindu
matahari terlalu cepat mengemasi semua jejak kunang-kunang
Cukup malam sekejap, perihal malam hanyalah sedetik waktu
Merebahkan segala kesadaran yang disandarkan kepada tuhan
Katamu, hujan hanyalah rintik sendu  dalam nyanyian paling sahdu
Dari anak-anak ingatan yang basah.
Jangan bawa lagi tumpukan kata,
Sebab bahuku tak sekuat dulu menahan banyak beban
Jangan menggali terlalu dalam, karena jiwaku letih menahan
Jangan tutup terlalu rapat, karena nafasku tak sepanjang dulu
Ingin kusyairkan suara angin,
Meniupkannya ke atas bara-bara dingin yang hampir padam
Bersebab jalan terlalu tajam di telapak kaki yang menguning
Ranting kering telah melepas segala kemunafikan,
Sebab hidup telah lama dalam rimbunan kata  menyesatkan
Masihkah mencari  syair antara reruntuhan dan rintihan
Para penanggung nasib ? para pengusung rindu?
Masihkah  mengejar angan-angan kecuali kepada Tuhan?
Hidup hanyalah perjalanan yang harus di luruskan
Sejak tetes embun sampai ranting yang patah,
Sebanyak apakah kau kumpulkan untuk saling berbagi
Ingin kupuisikan malam ini begitu panjang, di atas sajadah
Di atas suara hatiku yang paling dalam.
Mencari diriku antara riuh bisikan ambisi keinginan
Mendengarkan kata hati, Â membenahi hati
Sebab muasal segala hanyalah dari hati
Hati yang diridhoi sang Illahi...
Bandung, 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H