Mohon tunggu...
Rizal De Loesie
Rizal De Loesie Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Lelaki Penyuka Senja

Rizal De Loesie, Terkadang Rizal De Nasution dari Nama asli Yufrizal mengalir darah Minang dan Tapanuli. Seorang Lelaki yang sering tersesat di rimba kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekeping Senja Jatuh di Bening Embun

17 Agustus 2020   00:14 Diperbarui: 17 Agustus 2020   00:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja perlahan jatuh di kening Asih, ronanya menyusuri sepasang alis lengkung yang manis. Bening embun disepasang mata bening mengilau pada pucuk cahaya. Terbias dihamparan aliran sungai. Mengikuti aliran yang teramat tenang membasuh segenap punggung bebatuan. Gemericiknya lantunkan sahdu puisi yang terbait kasmaran. Pelepah senja menguning cahaya, awan berarak amat perlahan. Tersisa benih awan memutih di ujung ranting.

Tepi sungai yang damai, menuai senja demi helai senja. Sudah senja kesekian ratus. Senja tetaplah manja, seperti helai rambut yang jatuh di wajah mungil Asih,. Pada wajah yang tergurat cahaya tulus dan penantian dalam balutan gaun kesabaran.

Aroma anyelir sayup menguar antara getar dan getir. Iallang melintasi kenangan demi kenangan. Hanya sebuah bangku berpenghuni pengulum sepi. Asih duduk menatap aliran sungai yang melantunkan irama jiwanya. Terbias wajah Yuda antara riuh buih di bebatuan. Batu yang menjadi tugu batas ingatan untuk mengikis tiap helai rindu yang terdera. Bila malam dalam kemurnian sunyi menjelma segala wujud yang tak bisa disentuh.

Asih tahu pasti. Yuda sesungguhnya adalah kepergian yang tak pernah berangkat. Kehilangan yang tak pernah hapus.

**

TERMINAL

Kesibukan terminal siang itu tak bisa mengalihkan pikiran dan perasaan hampa Asih mengantar keberangkatan Yuda. Kekasih belahan jiwa, sepenggal napas Asih seakan terhenti. Detak jantungnya tak karuan lagi. Mungin perihal hati yang harus terbelah. Kepergian Yuda untuk ditugaskan ke pedalaman Sumatera membuat guratan tak menentu mengarsir harapan dan asa Asih. Di balik itu semua Asih sebagai wanita yang taat kepada tuhan menyadari sesungguhnya bahwa apa pun yang terjadi adalah kehendak Nya. Manusia hanya menjalani tiap rencana tuhan. Tak ada yang mampu menolak takdir. Hanya keikhlasan adalah keimanan bertuhan. Asih wanita solehah. Yuda permata hati dengan semua kelebihan dan kekurangannya adalah bayang-bayang kesetiaan menjalani kebersamaan dalam jalinan cinta kasih.

Siang ini Yuda harus berangkat menuju Jakarta, selanjutnya dari Jakarta bersama teman-temannya akan terbang ke Sumatera. Seakan kota Garut akan menjadi sepi, walau satu orang yang akan meninggalkannya.

Yuda sebagai seorang relawan. Relawan perlindungan hutan dan satwa. Yuda sangat menyukai alam dan mengadikan dirinya dalam komunitas perlindungan alam dan satwa di bawah salah satu organisasi internasional. Pemuda sederhana bertubuh atletis itu yang masuk keluar hutan dengan berbagai rintangan tetaplah seorang lelaki berhati lembut. Penyayang dan sangat perhatian. Perhatian dan kasih sayangnya telah membius asih melepaskan sayap hatinya tersandar di dada Yuda.

Hubungan keduanya sudah direstui keluarga. Asih dan Yuda sebenarnya sudah kenal sejak masa kanak-kanak, berasalh dari desa yang sama. Bermain bersama sampai mereka melanjutkan pendidikan menengah di kota yang berbeda. Yuda lebih tua 2 tahun dari Asih. Setelah tamat SMP di Kampung Yuda melanjutkan pendidikan di Bogor sampai menamatkan S1 nya di IPB. Sementara Asih sekolah sampai SMA di kampung, dan melanjutkan pendidikannya di UPI Bandung menempuh pendidikan guru Sekolah Dasar. Guru adalah cita-cita Asih sejak kecil, dan dia ingin seklai menjadi seorang sosok guru yang mengayomi siswa. Sangat cocok dengan figur Asih yang lembut keibuan. Menjadi guru sangat mulia, berada ditengah siswanya adalah kebahagiaan tersendiri dari Asih. WAlau saat ini Asih belum mendapat kesempatan untuk menjadi PNS, tetapi menjadi guru apapun statusnya sudah membuat Asih bahagia.

Sementara Yuda setelah selesai kuliah di IPB kembali ke Kampung dan berkarya mandiri dengan kerja apa saja yang berhubungan dengan hutan. Pekerjaan pemetaan, survey dan apapun yang terkait dengan hutan.

Ada kesempatan kerja untuk mengabdi di pedalaman Sumatera Yuda tak membiarkan kesempatan itu. Sudah lama dia inginkan. Pekerjaan yang mapan untuk modal nantinya melamar Asih sebagai istri. Asih setuju saja setelah 3 tahun hubungan mereka serius, tentunya keinginan membina rumah tangga itu suatu hal yang diimpikan seorang wanita. Apalagi usia Asih sudah menginjak 24 tahun.

Asih dan Yuda masih duduk di bangku di depan stasiun Bus yang akan berangkat ke Jakarta. Masih pukul 1 siang, bus akan berangkat 30 Menit lagi.

"Aa, hati-hati ya Aa"

Yuda memandang dalam ke bening bola mata asih. Ada tetes embun bergelimang di sana. Ada keteduhan dan keikhlasan yang amat luas. Ada bilur kesedihan di raut wajah yang putih bersih itu. Bibir Asih bergetar berdentam di jantung Yuda. Bibir merah itu seakan membangun berjuta kalimat yang hanya bermakna satu. Kesedihan.

Yuda memegang tangan Asih amat lembut, seakan menyentuh untaian mutiara di balut embun.

" Iya, aa tahu, Asih. Sudah. Apapun yang Asih pikirkan Aa dapat merasakannya, dan itu akan sama dengan Aa. Jaga dirinu ya , Asih"

Asih tertunduk, begitu sulit menyusun kata berikutnya, seperti burung yang lagi terbang tiba-tiba sayapnya basah. Di basahi bulir hangat yang jatuh di kedua pipi Asih.

Yuda tahu, dan menyambut bulir itu dengan telapak tangannya, mengusap kelopak mata Asih dengan lembut.

"sampai di Jakarta kabari aku ya, Aa"

Yuda tak menjawab, tetapi merangkul bahu Asih mendekat padanya dan berbisik. "Tidakkah tahu sesungguhnya dengan Aa, sekeping hati Aa tinggal di sini."

Asih hanya mendesah panjang dan melepas dekapan Yuda perlahan. Tatapannya jauh ke depan.

"Aku takut Aa, entah apa yang aku takutkan"

Yuda hanya diam sejenak. Sama dengan Asih Yuda juga memandang jauh ke depan.

"demi masa depan kita"

Hanya kata itu yang keluar dari mulut Yuda. Hatinya juga tercekat sama dengan Asih. Tetapi sebagai seorang laki-laki Yuda masih bisa menyembunyikan amukan ombak perasaannya. Dia juga larut dalam pergulatan batin. Takut berpisah dengan Asih yang selama ini sebagai kekasih menikmati senja.

**

Di Jakarta Yuda bergabung bersama rekan-rekan barunya satu tim penyelamatan hutan Sumatera. Mengikuti pembekalan dulu beberapa hari dan selanjutnya diberangkatkan ke Sumatera.

**

Kini hari-hari sepi itu teramat panjang, lorong-lorong gelap harus dilewati Asih tanpa Yuda. Yuda sang kekasih yang dilepas pergi mencari kehidupan baru untuk suatu saat kebali kepelukan Asih ternyata telah kembali kepelukan Tuhan Yang Mahaesa. Yuda gugur dalam tugasnya di pedalaman Sumatera menyelamatkan hutan dari kebakaran.

Setiap senja adalah saat kebersamaan dengan Yuda dirasakan Asih, di tepi sungai bening yang biasa mereka kinjungi berdua. Bayangan Yuda begitu nyata. Terkadang dari sebongkah batu atau pohon tetapi menghilang disentuh Asih.

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun