Mohon tunggu...
Rizal De Loesie
Rizal De Loesie Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Lelaki Penyuka Senja

Rizal De Loesie, Terkadang Rizal De Nasution dari Nama asli Yufrizal mengalir darah Minang dan Tapanuli. Seorang Lelaki yang sering tersesat di rimba kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menyeduh Rindu di Musim Hujan

3 April 2020   07:35 Diperbarui: 3 April 2020   07:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rizal De Loesie

Entah ke mana merah sore, jeda romantisme sepenggal hati pemuja

bilik hati nan berkabut, ditumbuhi ilalang dan savana musim kemarau

Desau angin memilinkan khabar kerinduan berjalin lengan waktu

Teratur mengatur jarak, kaki meja masa silam dengan secangkir kopi

menguapkan asap ke pucuk awan

*

Sore yang pucat menunggu derak senja di pelataran,

Pawana senja mengaburkan ingatan dan pandangan, di jendela hanya

Debu-debu kehidupan, tak terhapus butirannya

Basah mungkin, embun dan rebas mengajari dewasa membaca takdir

Sudut ruangan ini meraung diam-diam getar getirnya

*

Duhai hujan yang tiba-tiba memeluk tali jiwaku,

Kau lantunkan lagi suara derasnya kenangan,

Syair-syair yang telah tergubah berabab lalu

Hujan membacakan ritma dalam lubuk jiwa

Tetapi, hujan akan tetap berlalu mengeja pertemuan dan perpisahan

Dalam rangkai diksi seindah dan sesunyi pelangi

Aku tak bisa lagi menuliskan apa-apa

*

Mungkin, hujan berlalu begitu ranum, seakan membasuh ingatan

Tetapi hujan bukanlah dirimu, yang membasuh kerinduan

Walau sama membuat getar jiwaku,

Akan kehausan, akan kedinginan

Lengan hujan yang basah dalam pelukanku

Bukanlah lenganmu yang menyandarkan harapan

*

Ah, aku. Terlalu lemah

Ketika kepergian dan hilang jejak untuk pulang

Harusnya telah kukurung semua ingatan tentangmu, kekasih

Tetapi bagaimana mungkin melupakanmu seperti hujan yang berlalu

selalu menghentikan langkahku untuk berteduh

Di bawah hangat sinar matamu

Bandung, 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun