Sederas benci langit menggumam awan hitam
Menderu kesumat-kesumat tak lagi sekedar marah
Dipintal lah segala kekilafan tanpa menimbang jejak
Menampi-nampi kabut. Hanya hitam bergelombang padat
Sarat dengan segala tumpah dari sumpah
Jauh kerelung paling gaung
Menyandar pada yang tak ridho.
Karena langkah  dari gelas retak meruncing
Berdenting di sunyi mengetuk hening,
tumpah, segala yang tak di jalan Allah
mengalih aliran sungai dengan menggali sungai
menghukum kebatilan dengan lebih batil
inilah hidup diatas muara-muara yang tak lagi cahaya
karena kita menanam iman yang luput dari derai hujan
sesungguhnya, kita telah membuat lukisan-lukisanÂ
di dinding -- kenangan.Â
Memahat patung-patung untuk menjaga patung..
Tak adalah beda sama menjamu laknat Allah
Ketika lakonan sandiwara telah dimainkan,
Kita di balik layar  dengan doa'doa yang samar
Entah meminta kepada siapa, dan buat siapa
Kita kehilangan yang paling hilang,
Dari sepucuk aqidah,Â
Japati itu jatuh  tepat di perut senja,
Dia tak mengenal lagi suara adzan
Lalu senja menggamit  nanar angin malam
Meniupkan bara-bara yang terus  menyesatkan
Dan kita senantiasa hanya menyicil dera
Sementara angin mati jatuh ke syurga
Bandung, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H