FITK UIN WALISONGO
YUDO AGIL KRISNADI (1903016104)
PAI 4C
Problematika Perilaku Perkembangan Anak Pada Masa Pra-Sekolah Menurut Tahapan Teori Erik Erikson
Oleh : Yudo Agil Krisnadi
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu hak yang wajib didapatkan setiap warga di Indonesia. Pendidikan menjadi wadah bagi para siswa ataupun mahasiswa untuk mencari dan mengembangkan jati diri mereka yang sebenarnya membuka peluang untuk mewujudkan apa yang diimpikannya melalui pengajaran, pelatihan, praktek dan penelitian serta metode-metode lain yang dapat meningkatkan nalar individu untuk berpikir kritis dan logis dalam menyelasaikan dan mengungkapkan suatu permasalahan yang terjadi dalam dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Dalam menempuh pendidikan memiliki beberapa jenjang yang harus dilalui. Misalnya di Indonesia sendiri mewajibkan belajar minimal 12 tahun. Terbagi menjadi SD selama 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Namun, pada essai kali ini akan membahas pendidikan pra-sekolah, dimana pada masa itu anak berusia sekitar 0-6 tahun.
Anak usia dini merupakan anak yang sedang berada dalam rentang usia 0-6 tahun yang merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses perkembangan. "Perkembangan anak merupakan  proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri" (Muharraman, 2019: 18). Perkembangan anak merupakan suatu proses dimana anak menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda disekelilingnya.
Dalam perkembangan anak diperlukan dukungan dari keluarga dan lingkungannya, supaya mereka dapat tumbuh kembang secara baik sehingga jika dewasa nanti mereka dapat bermanfaat bagi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara.
Tentunya setiap hal jika ingin mencapai tujuannya diperlukan pemahaman tentang hal itu. Begitu pula dengan perkembangan anak, untuk membantu pencapaian perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak itu sendiri, karena perkembangan anak berbeda dengan perkembangan remaja atau orang dewasa. Diharapkan dengan pemahaman ini para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman baik untuk menentukan proses pembelajaran atau perlakuan kepada anak didiknya.
"Keragaman teori membuat pemahaman terhadap perkembangan anak menjadi tugas yang menantang. Tepat ketika anda berfikir satu teori memiliki penejelasan yang membantu tentang perkembangan anak, teori lain muncul dan membuat anda memikirkan kembali kesimpulan sebelumnya. Untuk mencegah dari rasa frustasi, ingatlah bahwa perkembangan anak merupakan topik yang rumit dan memiliki banyak aspek. Tidak ada satu teori pun yang dapat menjelaskan seluruh aspek perkembangan anak. Tiap teori menyumbang satu keping penting bagi puzzle perkembangan anak. Meskipun teori-teori tersebut terkadang bertentangan, banyak informasi dari teori tersebut yang lebih saling melengkapi daripada bertentangan. Teori tersebut secara bersama-sama membuat kita melihat seluruh situasi perkembangan dan kekayaan ilmunya." (Muharrahman, 2019: 18).
Dalam dunia perkembangan anak banyak tokoh yang membuat dan mengembangkan teori, salah satunya, Â Erik Hamberger Erikson atau lebih dikenal Erikson. Teori Erikson yang cukup terkenal adalah tentang pembahasan teori psikososial.
Pada essai ini penulis akan mengupas tentang problematika perilaku perkembangan anak pada masa awal pendidikan yang dibagi menjadi beberapa tahap menurut teori Erikson.
B. PEMBAHASAN
Erik Erikson merupakan psikolog Jerman. Ia lahir di Framkurt, Jerman 1 Juni 1902. Erik Erikson memiliki ayah keturunan Denmark dan ibunya merupakan seorang Yahudi. Ketika Erikson masih didalam kandungan ibunya, ayahnya pergi meninggalkannya. Saat Erikson lahir, ibunya dilatih untuk menjadi seorang perawat dan mereka pindah disebuah kota bernama Karsruhe di daerah Jerman Selatan. Pada tahun 1904, ibu dari Erikson menikah dengan dokter spesialis anak yang bernama Theodor Hamburger. Pada saat itu pula nama Erikson berubah menjadi Salomonsen Erik Hamburger Erikson.
Konsep-konsep identitas yang dikembangakan Erikson didasarkan pada pengalamannya sendiri saat ia masih bersekolah. Pada masa bersekolah Erikson mengalami beberapa krisis, diantaranya saat bersekolah kedua orang tua Erikson menyembunyikan tentang kelahiran Erikson. Ia di sekolah tidak diterima anak-anak lainnya karena ia meupakan seorang Nordic. Nordic adalah anak-anak yang bertubuh tinggi, berambur pirang, dan bermata biru. Selain itu ia tidak diterima karena Erikson merupakan seorang Yahudi.
Selama hidupnya Erikson hidup berpindah-pindah, namun pada akhirnya Erikson dan keluarganya hidup di Boston. Di Boston ia diterima untuk mengajar di Harvard Medical Shcool. Ia juga membuka praktik psikoanalisis yang mengkhususkan perawatan anak-anak.
Pada masa ini pula Erikson betemu dua orang psikolog yaitu Henry Murray dan Kurt Lewin. Kemudian Erikson mengajar di Yale University. Ia melakukan studi yang menjadikan namanya terangkat, studi yang dilakukan Erikson tentang modern suku Lakota dan Yurok.
Muharram menyebutkan dalam jurnalnya, buku pertama Erikson adalah Childhood dan Society (1905), yang menjadi salah satu buku klasik di dalam bidang ini. Pada 12 Mei 1994 di Harwich, Amerika Serikat Erikson meninggal dunia dalam usia 91 tahun.
Menurut Sally Olds (dalam Human Development: Perkembangan Manusia), teori Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psiko-sosial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.
Erikson memberi paparan tentang teorinya melalui konsep hal yang bertingkat atau bertahapan. Menurutnya manusia akan melalui 8 (delapan) tingkatan perkembangan. Yang menarik dari teori ini yaitu seseorang bisa naik ke tingkat berikutnya tanpa harus tuntas terlebih dahulu tingkatan sebelumnya. Seseorang yang dapat menangani tingkatan dengan baik, ia akan merasa pandai. Namun, jika seseorang tidak dapat menangani tingkatan dengan baik, ia akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
 Erikson membagi tahapan kehidupan menjadi 8 tingkatan yang merentang dari sejak lahir hingga kematian. Dalam jurnal Psikologi Perkembangan yang ditulis oleh Muharrahman, masa anak-anak awal dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang paling dasar, yaitu (1) Oral-Sensori, (2) Muskular-Anal, (3) Lokomotor-Genital.
- Tahapan 1: Oral-Sensori.
Tahapan psikososial Erikson yang pertama adalah tahapan oral-sensori. Tahapan ini dimana pertama kalinya anak mengalami interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Anak membutuhkan pengaruh-pengaruh dari luar dirinya untuk membantu mengatur perilaku-perilaku dasar. Tahapan ini berlangsung sekitar usia 0-1 tahun. Pada masa ini anak banyak menerima rangsangan dari lingkungan sekitar melalui panca indera, seperti perasa berupa mulut, perasa berupa lidah, bau berupa hidung, penglihatan berupa mata dan pendengaran berupa telinga.
Isu psikososial pada tahap ini berupa rasa percaya-tidak percaya yang dialami anak. Orang tua sangat berperan untuk mencapai keberhasilan dalam tahap ini. Keberhasilan yang dicapai berupa rasa nyaman dan tidak takut dalam diri anak. Erison menekankan bahwa pada tahap ini  yang penting bukan hanya kuantitas rasa percaya tersebut, melainkan juga kualitasnya.
Problematika perkembangan pada tahap ini bisa berupa rasa tidak percaya anak yang berlebihan. Mereka akan menunjukkan sikap takut dan berusaha melindungi dirinya sendiri dari lingkungan sekitar. Seperti contoh ketika anak mendapat rangsangan suara melalui indra pendengarannya secara keras atau mendapat perlakuan kasar dari lingkungan sekitarnya maka dalam diri anak tersebut timbul rasa tidak percaya dan berusaha menghindar. Perilaku tidak percaya ini akan menghambat anak untuk berkembang dan bisa berdampak kurang maksimalnya anak untuk melalui isu-isu ditahap berikutnya. Salkind Neil (dalam bukunya yang berjudul Teori-teori Perkembangan Manusia) menyebutkan anak yang tidak berhasil menyelesaikan krisis rasa percaya ini pada waktu yang tepat akan memiliki landasan yang lemah bagi penyelesaian krisis-krisis berikutnya.
Solusi agar keberhasilan dapat dicapai pada tahap ini menurut Muharrahman (24: 2019) adalah menumbuhkan dan mengembangkan rasa kepercayaan tanpa menekan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Pada tahap inilah ibu sangat berperan dalam pembentukan kepercayaan pada anak. Bukan hanya ibu, keluarga dekat sang anak pun juga ikut andil. Jika pada tahap ini anak menerima rasa hangat dan nyaman dari ibu atau keluarganya, maka anak tersebut akan menganggap dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk ditempati.
- Tahapan 2: Muscular-Anal
Tahapan yang kedua yaitu Muscular-Anal, dalam teori Erikson berwujud kemampuan anak untuk mengatur atau mengendalikan perilaku fisiknya sendiri. Isu psikososial pada tahapan muscular-anal berupa otonomi vs malu (autonomy vs shame). "Selama tahapan ini, anak-anak menghadapi tugas untuk merumuskan atau menemukan kadar pengendalian atas perilaku mereka sendiri."(Muharrahman, 2019: 18). Tahapan ini berlangsung sekitar usia 1-3 tahun. Anak akan menghadapi tugas untuk merumuskan atau menemukan kadar pengendalian atas perilaku mereka sendiri.
Muharraman menjelaskan, jika anak-anak diberi kesempatan untuk menjelajahi dunia sekitarnya dan didorong untuk melakukan tindakan yang mandiri, maka mereka akan mengembangkan rasa otonomi yang sehat. Sebaliknya, jika mereka tidak memiliki kesempatan untuk menguji batas-batas kemampuan mereka (barang kali karena pengasuhnya bersikap terlalu melindungi), maka dalam diri mereka akan berkembang rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara efektif.
Problematika perilaku pada tahap ini jika tidak dilakukan dengan baik yaitu anak akan cenderung bersikap pemalu, sukar berkumpul dengan teman sebayanya. Pemalu merupakan suatu keadaan dalam diri seseorang, dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilain sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri atau tidak mau terbuka.
Solusi untuk mengatasi problematika ini bisa dengan menggunakan peran orang tua. Orang tua atau pendidik hendaknya tidak mengolok-olok sifar pemalu anak atau membicarakan sifar pemalunya di depan anak tersebut (di depan umum). Selain itu diharapkan orang tua mengetahui potensi anak, lalu mendorongnya berani melakukan hal-hal tertentu, melalui media hobi atau potensi yang mereka miliki..
- Tahapan 3: Lokomotor-Genital
Tahap ketiga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahapan ini berlangsung sekitar usia 3-5 tahun. Tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Pada tahap ini juga merupakan masa-masa dimana anak bermain yang mana anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan.
Pada usia ini anak-anak disebut dengan golden age, karena mereka memiliki ingatan yang luar biasa, apapun hal yang didapatkan di kurun usia ini akan menjadi kenangan seumur hidup. Karena itu orang tua harus menjadi contoh kebajikan agar anak memiliki kenangan yang baik.
Karena pada tahap ini perkembangan psikososial menunjukkan pergeseran langkah anak yang semakin menjauh dari ketergantungan pada orang tuanya menuju mandiri, maka problematika perilaku anak yang muncul yaitu sikap yang agresif. Perilaku agresif yang ditunjukkan anak seperti merebut mainan temannyan. Terkadang anak-anak ketika bermain dengan temannya memiliki tujuan yang kurang baik, contoh ingin menang sendiri dalam permainan, ingin memiliki suatu hal yang ada didepannya. Namun anak menyelesaikan masalah ini dengan tindakan yang salah.
Solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini dengan beberapa cara, diantaranya melalui pemberian model atau keteladanan, memberikan edukasi tentang peraturan dan dampak apa jika melanggarnya. Selain itu orang tua juga berperan melatih emosi anak, peduli, dan mengembankan hubungan baik dengan teman dan motivasi diri.
C. KESIMPULAN
Diantara tokoh dalam dunia perkembangan anak yang membuat dan mengembangkan teori perkembangan yaitu Erik Erikson. Teori yang dikembangkan lebih dikenal dengan Teori Erikson. Teori Erikson tentang perkembengan manusia biasa dikenal dengan nama Teori Psiko-sosial. Erikson dalam teorinya membagi perkembangan manusia menjadi 8 (delapan) tahapan. Dimana tahapan-tahapan itu berurutan dan bertingkat, namun yang menjadikan teori ini unik yaitu sesorang bisa menuju ke tahapan berikutnya tanpa harus menyelesaikan tahapan sebelumnya.
Dalam masa pra-sekolah tahapan yang dilalui anak menurut teori ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu : (1) oral-sensori, (2) muscular-anal dan (3) lokomotor-genital. Setiap tahapan ini pasti memiliki konflik didalamnya yang mengharuskan seseorang mampu mengatasi konflik tersebut. Jika tidak teratasi dengan baik maka akan menimbulkan problematika perilaku pada anak, seperti sifat rasa tidak percaya ke dunia, sifat pemalu dan sifat agresif pada anak. Akan tetapi, tiap-tiap problematika itu memiliki solusinya sendiri-sendiri.
D. DAFTAR PUSTAKA
Kuswanto, Anggil Viyanti. (2019). Analisis Problematika Perilaku Perkembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Volume VI, Â 111-125.
Muharrahman. (2019). Perkembangan Anak Pada Masa Anak-anak Awal Perspektif Erik Erikson: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Volume III, Â 16-30.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI