Mohon tunggu...
Yudo Baskoro
Yudo Baskoro Mohon Tunggu... Lainnya - Just a human being

Pour out some abstract things living in my head

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Dimensi Patung Selamat Datang

17 Agustus 2024   07:06 Diperbarui: 21 Agustus 2024   15:31 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-79, saya ingin menulis tentang masterpiece dari para pendahulu kita yang sangat monumental hingga saat ini, Patung Selamat Datang, yang pada tahun 2020 pernah terseret dalam suatu sengketa hak cipta.

PEMBUKA

Setiap negara di muka bumi ini memiliki sejarahnya masing-masing, dan dari sejarah tersebut diharapkan setiap orang, terutama sekali warga negara terkait, dapat mengenal identitas negaranya sekaligus mengambil pelajaran dari sejarah yang dialami oleh pendahulu-pendahulu mereka. Para pendahulu biasanya selalu meninggalkan legacy untuk negaranya, salah satunya seperti pembuatan benda-benda atau bangunan-bangunan yang kemudian dilindungi dan masuk dalam katagori cagar budaya.

Stimuli tulisan ini karena pada awal tahun 2021 muncul berita mengenai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas sengketa Patung Selamat Datang antara Grand Indonesia dengan ahli waris Henk Ngantung. Dilansir dari Kompas.com, gugatan dilakukan oleh pihak ahli waris Henk Ngantung karena pihak Grand Indonesia telah melakukan pelanggaran hak cipta berupa penyematan siluet/gambar Patung Selamat Datang sebagai logo mal tersebut. Gugatan dilayangkan oleh ahli waris Henk Ngantung, yaitu Sena Maya Ngantung, Geniati Heneve Ngantoeng, Kamang Solana, dan Christie Priscilla Ngantung. Dalam putusannya, PN Jakarta Pusat menghukum Grand Indonesia untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 1 miliar kepada ahli waris Henk Ngantung selaku pemegang hak cipta sketsa Patung Selamat Datang. Kasus ini menggambarkan adanya bentrokan antara 2 (dua) rezim hukum yang berbeda, yaitu hukum hak cipta dan hukum cagar budaya.

Peraturan yang mengatur mengenai cagar budaya tertuang di dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pertimbangan perlunya dibentuk peraturan ini karena cagar budaya merupakan suatu penanda kekayaan budaya bangsa sebagai wujud dari pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Sedangkan maksud dari rezim hak cipta adalah untuk melindungi suatu karya/ciptaan dari suatu pelanggaran seperti penjiplakan dan hal-hal lainnya yang dianggap merusak reputasi ciptaan dan penciptanya. Di samping itu pula, hak cipta menuntut akan adanya pemenuhan kebutuhan masyarakat/konsumen melalui penciptaan dan/atau pengembangan suatu temuan/karya, yang kemudian berimbas pada perolehan profit bagi penemu, pengembang, dan/atau pemegang hak.

SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA PATUNG SELAMAT DATANG

Ide awal Patung Selamat Datang muncul dari gagasan Presiden Soekarno untuk menyambut para delegasi Asian Games 1962. Dilansir dari goodnewsfromindonesia.id, Presiden Soekarno memberi mandat kepada Wakil Gubernur Jakarta yang juga seorang seniman, Henk Ngantung, untuk membuat blueprint/desain sketsa patung. Untuk pembuatan fisik patung, diserahkan kepada tim pematung keluarga Arca dibawah pimpinan maestro pematung Edhi Sunarso, dengan anggota lainnya yaitu Trisni, Askabul Sarpomo, Moh. Mudjiman, Suardhi, dan Suwandi.

Berdasarkan penelusuran di laman situs Kompas.com, pada saat Soekarno meninjau pembuatan patung di sanggar Edhi yang berada di Karangwuni, ia melihat ukuran patung tersebut terlalu besar, yaitu 7 meter. Soekarno lalu meminta agar ukuran patung diperkecil. Soekarno juga meminta agar patung diletakan di sekitar Hotel Indonesia yang pada saat itu merupakan gerbang masuk Jakarta. 

Pemilihan lokasi patung yang menghadap utara dilakukan mengingat para Atlet yang datang dari Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat, yang berada di sebelah utara Bundaran HI. Pembuatan patung berlangsung selama satu tahun dengan peresmian dilakukan oleh Soekarno. Konservator dari Pusat Konservasi Cagar Budaya DKI Jakarta Sukardi mengatakan, tidak ada perdebatan dalam pembuatan maupun peletakan patung saat itu. Ini karena tidak ada unsur politis karena pembuatan patung semata hanya ingin memperlihatkan semangat Jakarta dalam menyambut para tamu perhelatan Asian Games.

POSISI PATUNG SELAMAT DATANG DALAM RANAH CAGAR BUDAYA

Terdapat beragam pengertian mengenai cagar budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti cagar budaya adalah istilah antropologi daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan

Adapun Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 mendefinisikan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Sederhananya, tujuan institusi cagar budaya adalah untuk memberikan pendidikan peradaban yang dulu pernah ada agar dapat menjadi inspirasi untuk pembangunan karakter bangsa dan lingkungan selanjutnya yang lebih baik. Bila dilihat dari latar belakang sejarah, kelahiran Patung Selamat Datang merupakan kondensasi semangat para pendiri bangsa untuk memperkenalkan Indonesia pada dunia yang pada saat itu masih terbilang berusia muda. Oleh karena latar belakang tersebut, maka amatlah layak Patung Selamat Datang untuk dimasukan sebagai cagar budaya.

Tidak hanya merefleksikan semangat dalam menyambut dunia internasional, Patung Selamat Datang kini juga berperan sebagai warisan sejarah dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus menjaga jejak arsitektur dari masa lalu yang bernilai tinggi.

Patung Selamat Datang menggambarkan perkembangan budaya dan arsitektur Jakarta pada masanya. Sebagai cagar budaya, patung ini wajib dilindungi oleh negara dan menjadi warisan yang harus dijaga, sekaligus dipelajari untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.

KRONOLOGI SINGKAT SENGKETA PATUNG SELAMAT DATANG

Perlu diingat, ciri khas dari undang-undang hak cipta adalah ketika seseorang menciptakan suatu karya, dan karya tersebut terealisasi/berwujud, maka pada detik itu pula negara mengakui sekaligus melindungi karya tersebut beserta penciptanya. Pola kebiasaan ini dalam hak cipta disebut sebagai asas deklaratif. Namun bagaimanapun juga kita tidak bisa hanya mengandalkan asas deklaratif semata, perlu dilakukan pendaftaran ke Dirjen HKI jika ingin memperkuat bukti kepemilikan suatu karya.

Dilansir dari pbd-lawfirm.id, Henk Ngantung meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1991, dan dikatakan mewariskan hak sketsa Patung Selamat Datang kepada ahli warisnya. Berdasarkan penelusuran di web Pangakalan Data Kekayaan Intelektual, permohonan pendaftaran dilakukan pada 13 Mei 2009. Peralihan hak cipta dituangkan dalam Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nomor HKI.2-KI.01.01-193 tertanggal 25 Oktober 2019 tentang percatatan pengalihan hak atas ciptaan tercatat nomor 46190. Rentang waktu yang dilalui untuk dilakukan pendaftaran peralihan kepemilikan hak cipta sangatlah panjang jika dimulai dari tahun wafatnya Alm. Henk Ngantung.

Pada tahun 2020, pihak ahli waris Henk Ngantung melayangkan gugatan perdata terhadap pihak Grand Indonesia atas penggunaan gambar Patung Selamat Datang. Namun pengadilan memberi tahu bahwa substansi gugatan yang dilayangkan merupakan perkara kekayaan intelektual, sehingga pihak ahli waris mencabut gugatan perdata tersebut, dan diganti dengan gugatan kekayaan intelektual dengan nomor perkara 35/Pdt.Sus-HKI/Hak Cipta/2020/PN Jkt.Pst.

Dengan berpegang pada surat peralihan kekayaan intelektual yang dikeluarkan oleh KemenkumHAM, ahli waris menuntut Grand Indonesia atas kerugian materil yang dialami sejak tahun 2004 sampai 2020. Namun pihak Grand Indonesia berdalih bahwa sketsa Patung Selamat Datang yang dibuat Henk Ngantung merupakan perintah dari Presiden Soekarno, dan posisi Henk Ngantung pada saat itu adalah Wakil Gubernur Jakarta.

Hingga pada akhirnya Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengeluarkan amar putusan yang menyatakan bahwa pihak Grand Indonesia telah melanggar hak ekonomi atas ciptaan sketsa/gambar Patung Selamat Datang dengan mendaftarkan dan/atau menggunakan logo Grand Indonesia yang menyerupai bentuk sketsa Patung Selamat Datang, dan menghukum pihak Grand Indonesia untuk membayar kerugian materiil yang dialami ahli waris Henk Ngantung atas penggunaan logo Grand Indonesia sebesar Rp.1.000.000.000.- (satu miliar rupiah) yang dibayarkan secara penuh dan sekaligus setelah putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

Grand Indonesia menyatakan tidak akan melakukan upaya perlawanan hukum atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut, dan lebih memilih untuk melaksanakan putusan.

PANDANGAN PENULIS TERHADAP SENGKETA HAK CIPTA PATUNG SELAMAT DATANG

Kasus Patung Selamat Datang yang merupakan benda cagar budaya dan kemudian menjadi objek sengketa komersil hak cipta adalah suatu peristiwa yang jarang sekali terjadi. Kita melihat tugu ini seperti sedang mengunjungi dua dunia yang berbeda dalam satu waktu, di satu sisi berada pada lingkup cagar budaya, di sisi lain berada pada lingkup hak cipta.

Ketika kita berbicara mengenai cagar budaya, maka kita berbicara mengenai sejarah, nilai budaya, pendidikan, pelestarian, serta perlindungan identitas kolektif yang mencerminkan jati diri dan warisan suatu masyarakat. Sedangkan pada ranah hak cipta, spektrum yang amat kuat untuk diperbincangkan pada ranah ini adalah mengenai ciptaan, pencipta, serta perlindungan atas ciptaan dan penciptanya, baik secara moral maupun ekonomi. Hak cipta juga mencakup pengakuan atas hak eksklusif pencipta untuk mengkomersialisasikan karyanya, dan melindungi inovasi dari penggunaan yang tidak sah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, rezim hak cipta menganut asas deklaratif, di mana ketika seseorang menghasilkan suatu karya, maka pada detik itu pula negara mengakui keberadaan karya tersebut beserta penciptanya. Secara umum, rezim hak cipta di banyak negara, termasuk Indonesia, memberikan perlindungan otomatis terhadap suatu ciptaan dan penciptanya, tidak peduli apakah pencipta menghendaki perlindungan atau tidak, negara tetap melindungi hak-hak tersebut berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dari penjelasan tersebut, secara logis aturan-aturan di undang-undang hak cipta dapat diaplikasikan terhadap Patung Selamat Datang.

Namun jika kita melihat dari kacamata undang-undang cagar budaya, di dalam Pasal 12 ayat 1 sampai 4 Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya  diatur mengenai masalah kepemilikan dan/atau penguasaan benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya, namun tetap memerhatikan fungsi sosial, dan juga telah memenuhi kebutuhan negara. Apa yang dimaksud dengan ¨memenuhi kebutuhan negara¨? Dalam penjelasan Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Cagar Budaya dikatakan:

Yang dimaksud dengan ´telah memenuhi kebutuhan negara´ adalah apabila negara sudah memiliki Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang jumlah dan jenisnya secara nasional telah tersimpan di museum Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah serta di situs tempat ditemukannya.

Artinya, Jika objek cagar budaya tertentu (khususnya Patung Selamat Datang) berada dalam jumlah yang cukup besar sehingga negara dapat memenuhi semua kebutuhan publik tanpa harus memonopoli kepemilikannya, maka kepemilikan oleh individu dan/atau entitas swasta dapat dipertimbangkan.

Hal krusial lainnya yang luput dari pandangan kita adalah mempertanyakan untuk menelaah lebih dalam tujuan pembuatan monumen tersebut. Apakah terdapat bukti historis yang menjelaskan bahwa ada tujuan pengambilan bagian dari para pendahulu kita terkait pembuatan patung tersebut untuk kemudian dijadikan milik pribadi, yang kemudian kepemilikan pribadi tersebut diharapkan dapat menghasilkan profit material-finansial bagi pemegang hak tersebut? Sejarah resmi yang kita peroleh bahwa tujuan pembangunan monumen Selamat Datang semata-mata untuk menggambarkan keterbukaan bangsa Indonesia menyambut para atlet Asian Games yang datang dari berbagai negara. Tidak ada motif meraih profit dari pengerjaan patung tersebut, sebagaiamana yang biasa terjadi ketika suatu kelompok sedang mengerjakan proyek pembuatan suatu karya cipta demi memperoleh manfaat ekonomi. Disamping itu pula, pada masa negeri ini baru merdeka, Soekarno selalu mendorong para seniman untuk membuat karya yang berorientasi pada nasionalisme bangsa.

Jika melihat penciptaan suatu karya dari sisi tujuan, suatu karya dapat diciptakan untuk dimiliki secara pribadi, namun dapat juga untuk tujuan lainnya. Sebagai contoh, suatu karya dicipta untuk dimiliki kepada pihak lain karena adanya ikatan transaksional, ataupun karya tersebut dimaksudkan untuk identitas kolektif bangsa sebagaimana tujuan dari pembuatan Patung Selamat Datang ini. Ketika Edhi Sunarso mengatakan bahwa patung yang dirancangnya berdasarkan sketsa yang dibuat oleh Henk Ngantung, secara pragmatika bahasa, Edhie mengakui secara de facto bahwa Henk Ngantung adalah pihak yang membuat sketsa, bukan dirinya maupun orang lain. Perihal pertanyaan terkait hubungan antara pencipta dan ciptaannya pernah saya singgung  dalam tulisan berjudul Tato dan Identitas Individu.

Kasus ini menunjukkan tantangan yang muncul ketika warisan budaya yang memiliki makna historis berhadapan dengan kepentingan komersial. Latar belakang sejarah dan motif para bapak bangsa dalam pembentukan tugu, status cagar budaya yang melekat pada tugu, dan eksistensi undang-undang cagar budaya kurang menjadi perhatian di pengadilan terkait sengketa hak cipta Patung Selamat Datang ini. Majelis hakim juga kurang berani dalam memberikan batasan hak cipta, terutama sekali dalam aspek pewarisan. Amat disayangkan karena monumen tersebut hanya dipandang dalam spektrum kemanfaatan ekonomi suatu kelompok saja, dan melupakan tujuan dibangunnya tugu tersebut sebagai simbol kebanggaan suatu bangsa yang diwariskan oleh para pendahulu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun