Mohon tunggu...
Yudo Baskoro
Yudo Baskoro Mohon Tunggu... Lainnya - Just a human being

Pour out some abstract things living in my head

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Asmaraman Sukowati di Tengah Perselisihan Pilpres

19 April 2024   15:37 Diperbarui: 18 Agustus 2024   23:54 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpulan Komik Kho Ping Hoo (Sumber: balebengong.id)

Pemilihan Presiden (Pilpres) telah usai, dan kini memasuki babak baru. Pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil akhir pilpres mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan membawa basis argumentasi yang diharapkan dapat menjadi trigger untuk hakim dalam mempertimbangkan kembali hasil akhir pemilihan Presiden.

Di tengah panasnya gugatan, muncul perselisihan 2 (dua) displin ilmu yaitu hukum dan filsafat. Pemicu awal muncul ketika masyarakat meminta Hotman Paris, selaku salah satu kuasa hukum pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, untuk beradu argumen dengan akademisi dari Universitas Indonesia (UI) Rocky Gerung.

Menanggapi permintaan tersebut, Hotman Paris mengatakan bahwa hal tersebut tidak memungkinkan mengingat latar pendidikan Hotman dan Rocky berbeda, dimana Hotman Paris berlatar hukum sedangkan Rocky Gerung berlatar filsafat.

Dirasa pernyataan Hotman bersifat satire, Rocky Gerung membalas dengan mengarah pada kualitas akademis Hotman Paris. Dari sini balas-membalas terjadi antara Hotman dan Rocky, yang kemudian Hotman meminta agar Rocky Gerung dapat hadir untuk berdebat hukum melawan Hotman Paris. Hotman sendiri menyindir argumentasi filsafat yang selama ini sering diutarakan Rocky Gerung di beberapa media layaknya komik Kho Ping Hoo. Siapakah Kho Ping Hoo?

Ringkasan Tentang Kho Ping Hoo

Kho Ping Hoo (Asmaraman Sukowati)  merupakan maestro cerita silat (cersil) sekaligus kakek dari Desta Mahendra (Desta Club 80's) yang lahir di  Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926. 

Dikutip dari situs National Geographic (nationalgeographic.grid.id), penambahan nama Kho Ping Hoo menjadi Asmaraman Sukowati dilakukan karena dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No 240 Tahun 1967 yang menganjurkan warga keturunan asing mengganti namanya menjadi nama Indonesia. Nama Asmaraman dipilih karena Kho Ping Hoo merupakan pria yang menggandrungi hal-hal yang bersifat kecintaan.

Kemampuan Kho dalam mengartikulasi kata dan kalimat menjadi bahasa visual yang baik diakui baik oleh para pembaca, kolega, maupun wartawan pada masa-nya, sehingga tidak heran apabila karya-karyanya selalu viral dan diminati oleh banyak orang sampai menjadi legenda saat ini.

Seno Gumira Ajidarma, pengarang, wartawan, sekaligus penulis serial cerita silat Nagabumi, mengatakan kemampuan berbahasa Indonesia yang dimiliki Kho Ping Hoo sangatlah bagus.

Padahal, menurut Seno, pada tahun 1970-an kala Kho Ping Hoo menulis buku-bukunya itu, banyak penulis lain maupun wartawan yang kemampuan berbahasanya masih rendah.

Kekuatan bahasa dan cerita yang khas dari karya-karya Kho Ping Hoo tentunya imbas dari banyaknya buku yang dibaca sehingga pilihan referensi yang kemudian menjadi inspirasi menjadi lebih bervariasi. Kho juga menaruh minat pada sejarah China, namun beliau tidak bisa membaca dan menulis bahasa Mandarin.

Akses sejarah China diperolehnya dari buku-buku berbahasa Inggris dan Belanda, mengingat Kho mahir pada kedua bahasa tersebut. Selain bahasa Inggris dan Belanda, Kho juga bisa berbahasa Jawa dan Sunda.

Kho Ping Hoo mulai aktif dalam dunia tulis-menulis pada saat menetap di Tasikmalaya. Dikutip dari ensiklopedia.kemendikbud.go.id, mulanya Kho bekerja sebagai koresponden harian Keng Po.

Kho juga pernah membantu barisan Pikiran Rakyat, Bandung pada 1960-an. Setelah berganti-ganti pekerjaan, Kho mencoba menulis cerita dan mengurus sandiwara (sebagai pemain dan sutradara).

Dunia tulis-menulis pun lebih ditekuninya. Sebelum dikenal sebagai penulis cerita silat, Kho menulis cerita bertema detektif, novel, dan cerpen yang dimuat dalam berbagai majalah, antara lain Liberty, Star Weekly, dan Pancawarna. Walaupun dikenal sebagai penulis cerita silat, Kho Ping Hoo tidak begitu mendalami ilmu silat seperti ayahnya.

Karena karya-karyanya bersifat historical fiction, para akademisi sastra China maupun sejarahwan China akan bingung karena apa yang diceritakan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Namun menurut pandangan Seno Gumira Ajidarma, Kho sangat piawai dalam meleburkan anasir sejarah dan fiksi, sehingga kalau ditelisik lebih dalam lagi  terdapat banyak fakta peristiwa di masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran.

Kehadiran Kho Ping Hoo dalam ranah sastra menginspirasi penulis pribumi lainnya untuk membuat cerita silat, seperti S.H. Mintardja, Herman Pratikto, dan Arswendo Atmowiloto. Lebih dari 200 cerita silat lahir dari tangan Kho Ping Hoo, dan diantaranya pernah digubah dalam pentas ketoprak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun