Inilah bahaya dari politik identitas. Orang-orang yang terjebak di dalamnya akan menjadikan  identitas yang mereka tonjolkan berfungsi layaknya opium atau candu dalam dunia kedokteran.Â
Sebagaimana sifat candu yang menghadirkan halusinasi, kelompok identitas juga akan begitu larut dalam halusinasi mereka sendiri, sehingga akal sehat akan dikesampingkan dan hidup mereka berjalan dengan hukum kebalikan.
Dalam kasus video wanita Katolik yang tersebar baru-baru ini, memang tidak bisa dipungkiri merupakan sesuatu yang wajar jika ada umat Islam yang merasa marah ketika pertama kali melihatnya. Namun seharusnya kejadian ini masih bisa disikapi dengan akal sehat dan pikiran yang tenang.Â
Ada hukum sebab-akibat yang harus diteliti dan ada motif yang harus digali untuk mendapatkan fakta sebenarnya dibalik peristiwa tersebut. Karena ini merupakan prinsip ajaran Islam.
"Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka TELITILAH KEBENARANNYA, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu" (Qs. Al-Hujurat : 5).
Telah banyak suri tauladan dari Rasulullah SAW dalam menyikapi suatu berita atau peristiwa. Beliau sangat bijaksana, tidak mengedepankan amarah, juga dengan lapang membuka pintu pemaafan terhadap orang-orang yang melakukan kekhilafan.Â
Sementara itu umat Islam yang terjebak di dalam politik identitas, mereka begitu cepat mengumbar amarah dan begitu mudah mengeluarkan berbagai perkataan buruk yang sama sekali tidak mencerminkan akhlak yang diajarkan oleh Islam.
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih  baik. Sungguh, syetan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka" (Qs. Al-Isra' : 53).
Halusinasi yang dihasilkan oleh politik identitas telah membuat kelompok Islam begitu terbuai oleh suasana yang dipenuhi dengan aroma kebencian dan permusuhan. Dalam situasi seperti ini, sikap memaafkan akan dianggap sebagai kelemahan.Â
Padahal Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran : "(yaitu) orang yang berinfak baik di waktu lapang dan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan" (Qs. Ali-Imran : 134).Â
Akal sehat benar-benar telah dikesampingkan. Mereka merasa mencintai Islam, ingin membela Islam, namun respon yang mereka berikan justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Mereka justru merusak citra Islam sebagai agama yang diturunkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Candu politik identitas telah membuat mereka hidup dengan hukum kebalikan.