1. Judul : Tunisia's Success in Consolidating Its Democracy One Decade Post-the Arab Spring
2. Jurnal : Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
3. Volume dan halaman : Volume 26, Issue 1, July 2022 (49-62)
4. Tahun : 2022
5. Penulis : Ahmad Sahide, Yoyo Yoyo, Ali Muhammad
6. Tujuan Penelitian :
Artikel ini mencoba menjelaskan faktor-faktor keberhasilan Tunisia dalam mengkonsolidasikan demokrasinya dengan menggunakan teori demokrasi dari Robert Dahl, Jack Snyder, dan Georg Sorensen. Studi ini menyatakan bahwa demokrasi di Tunisia sudah termasuk dalam kategori demokrasi yang matang menurut teori Snyder atau sudah masuk kategori di mana budaya demokrasi sudah mulai berkembang (Sorensen) dan memenuhi unsur-unsur demokrasi negara menurut Dahl.
7. Subjek Penelitian : Konsolidasi Demokrasi di Tunisia Pasca Arab Spring.
8. Metode Penelitian :
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Oleh karena itu, dalam mengumpulkan data, penulis membaca 153 artikel dari jurnal internasional (terindeks Scopus) sesuai dengan tema yang dibahas oleh penulis mengenai demokrasi di Tunisia. Penulis memproses artikel ini menggunakan Nvivo12 dan VOSviewer. Selain itu, penulis telah mengikuti perkembangan politik dan demokrasi di Tunisia sejak Arab spring 2011 melalui berita yang diterbitkan oleh media nasional dan internasional. Penulis juga melakukan Focused Group Discussion (FGD) dengan pakar di Timur Tengah penelitian untuk mempertajam analisis penelitian.
9. Isi Review :
Secara umum, Artikel ini ditulis untuk menanggapi keberhasilan Tunisia dalam mengkonsolidasikan demokrasinya pasca Arab Spring 2011. Penulis menggunakan teori demokrasi dari Robert E. Dahl, Jack Snyder, dan Georg Sorensen. Robert A. Dahl memperkenalkan istilah "Democratic Foundation" ke dunia politik. Menurut Dahl, ada tiga ciri demokrasi dapat membantu secara operasional: kedaulatan rakyat, persamaan politik, dan aturan mayoritas. Dalam buku Jack Snyder, konflik Demokratisasi dan Nasionalis, menyatakan sebuah klasifikasi menarik mengenai negara demokrasi. Snyder membedakan demokratisasi menjadi mature democracies (MD) dan democratizing states (DS). George Sorensen berpendapat sedikit berbeda dengan Jack Snyder, transisi dari sistem atau pemerintahan yang tidak demokratis ke sistem demokrasi melibatkan beberapa tahapan. Sorensen juga menambahkan bahwa rezim baru akan selalu dihadapkan pada sistem demokrasi yang masih terbatas, lebih demokratis dari rezim sebelumnya, tetapi tidak sepenuhnya demokratis. Artikel ini juga menjelaskan awal dari kebangkitan demokrasi di Tunisia, yaitu di awali dengan seorang pemuda (Bouazizi) yang membakar dirinya sendiri karena tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. Perlakuan kasar dan sewenang-wenang aparat kepolisian juga menjadi alasan Bouazizi mengambil jalan pintas dan ekstrem. Selain itu, menjelang akhir tahun 2010, ekonomi Tunisia semakin memburuk. Inflasi Tunisia mencapai 10 persen, dan rasio utang luar negeri terhadap PDB mencapai 46 persen. Hal inilah yang membuat para pengunjuk rasa menuntut agar Ben Ali mundur dari kekuasaannya. Ben ali resmi mundur pada Januari 2011. kebangkitan kekuasaan rakyat yang berawal dari bakar diri Bouazizi menuntut kehidupan yang lebih baik dengan sistem demokrasi. Demokrasi dianggap sebagai salah satu solusi bagi kehidupan sistem berbangsa dan bernegara. Demokrasi diyakini membawa kebaikan bersama karena demokrasi membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan merebut kedaulatannya sehingga martabatnya dapat dilindungi dan dijamin oleh negara. Tahun 2011, tak lama setelah gejolak politik, Tunisia menggelar pemilihan presiden, dan Moncef Marzouki terpilih. Pada tahun 2014, Tunisia mengadakan pemilihan presiden kedua pasca-Musim Semi, dan Caid Beji Essebsi terpilih. Ini bukti bahwa Tunisia berhasil mengkonsolidasikan demokrasinya. jika kita membaca konsolidasi demokrasi di Tunisia menggunakan teori Jack Snyder, maka Tunisia sudah memasuki tahap Mature Democracy. Karena itu, Tunisia menjadi satu-satunya negara yang terkena dampak The Arab Spring pada akhir 2010 dan awal 2011 yang berhasil mengkonsolidasikan demokrasinya. Faktor-faktor yang memengaruhi konsolidasi Tunisia terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah dasar yang kuat dari masyarakat sipil di Tunisia dan kemauan politik elit, serta aktor politik utama di Tunisia setelah kepergian Ben Ali. Faktor eksternal adalah adanya aktor internasional yang tidak bermain politik standar ganda yang menjadi kendala. Di Tunisia, dapat dikatakan bahwa Amerika tidak banyak berperan setelah The Arab Spring berdiri. Sikap politik Amerika tidak memengaruhi Tunisia karena Tunisia merupakan negara pinggiran dan tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah. Amerika juga tidak khawatir dengan kebangkitan kekuatan politik Islam di Tunisia, sebagaimana kekhawatiran akan kebangkitan Muslim di Mesir. Keberhasilan konsolidasi demokrasi Tunisia dalam satu dekade terakhir tidak lepas dari tidak adanya campur tangan asing, selain faktor internal, yang menggagalkan proses tersebut, berbeda dengan Mesir (2013) dan Palestina (2006).
10. kelebihan :
Secara keseluruhan artikel jurnal ini memiliki pembahasan detail dan terperinci. Mulai dari latar belakang, pembahasan, hasil penelitian, hingga kesimpulan semua tersaji dalam artikel jurnal ini. Dengan pembahasan yang detail, maka pembaca bisa lebih mudah untuk memahaminya. Referensi yang digunakan juga lengkap dan sesuai dengan tema yang dibahas. Artikel jurnal ini juga bermanfaat sebagai bahan bacaan maupun referensi untuk orang yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan sosial politik terutama ilmu hubungan internasional.
11. kekurangan :
Kekurangan artikel jurnal ini adalah tidak adanya penelitian lebih lanjut. Meskipun penelitian sangat bermanfaat di bidang sosial dan politik, namun belum banyak penerapan dan kajian lebih lanjut dari hasil kajian tersebut. Maka dengan ini, perlu adanya penelitian lanjutan dari tema yang dibahas.
12. Kesimpulan :
Arab Spring adalah istilah yang mulai populer di dunia politik internasional, terutama di negara-negara arab sejak awal Januari 2011. Istilah ini menunjukkan jatuhnya beberapa rezim otoriter di dunia Arab, dimulai dari Tunisia, Mesir, dan Libya. Arab Spring diharapkan menjadi titik awal tumbuhnya demokrasi di negara-negara Arab, namun setelah satu dasawarsa berlalu, baru Tunisia yang berhasil mengkonsolidasikan demokrasinya dimana perjalanan demokrasi Tunisia selama satu dasawarsa telah dikategorikan sebagai demokrasi yang matang (Snyder) atau telah memasuki fase demokrasi yang berbeda dimana budaya demokrasi telah mulai tertanam dengan baik dalam budaya politik Tunisia. Capaian demokrasi di Tunisia ini juga menyanggah para pemikir politik yang pesimis melihat demokrasi berkembang di dunia Islam. Tunisia telah membuktikan bahwa Islam dan demokrasi dapat berjalan beriringan mengikuti apa yang ditunjukkan Indonesia kepada dunia. Dengan ini, dunia Islam harus optimis melihat masa depan Islam yang demokratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H