Selasa, 9 April 2019
Hari ini mungkin bisa menjadi salah satu hari yang tidak mungkin saya lupakan. Dan itu sebabnya saya coba abadikan lewat tulisan ini. Hari itu saya berkesempatan hadir pada suatu sesi training di perusahaan saya dimana biasanya ditampilkan figur-figur yang dianggap sebagai leader yang sudah berhasil dibidangnya masing-masing. Dan kali ini yang ditampilkan adalah Coach Indra Sjafri yang merupakan Pelatih Tim Nasional Usia 22 (Timnas U-22) yang baru saja menjuarai Piala AFF 2019.
Di sini saya tidak akan berbicara mengenai sepak bola ataupun biografi coach Indra. Kalau itu sih bisa dicari dan dilihat saja di Paman Google :-). Saya hanya mencoba merangkum kembali dan mengambil pelajaran dari sang pelatih mengenai bagaimana dirinya bisa berdakwah lewat sepak bola walaupun bukan seorang ustadz
Pertama: Mengenai laki-laki sebagai pemimpin dan pengambil keputusan bagi keluarganya. Beliau "banting setir" dari karyawan PT. POS menjadi seorang pelatih sepakbola karena ingat nasehat orang tuanya: berguna bagi keluarga, negara dan agama".Â
Ketika hal ini disampaikan ke istrinya, beliau yakinkan ini adalah jalan hidupnya. Meski akhirnya 17 bulan beliau tidak mendapat gaji, beliau tetap meyakinkan keluarganya bahwa Allah akan merubah hidup mereka. Keadaan ini membuat beliau mengadukan kehidupannya kepada Allah, bahwa dia ingin terus memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya melalui sepak bola.
Subhanallah, Allah menjawab doa beliau dimana pada akhirnya, pergantian pengurus PSSI kala itu juga sekaligus melunasi 17 bulan hak sang pelatih. Dari sini pula akhrinya Coach Indra bisa merasakan pengalaman langsung melihat Ka'bah melalui ibadah Umroh
Kedua: Ketika menjelang pertandingan final Timnas U-19 melawan Vietnam, salah seorang wartawan Indonesia justru mengajukan sebuah pertanyaan pesimistik: "Apa strategi yang akan diterapkan Timnas untuk tidak kebobolan banyak gol?" Coach Indra saat itu cukup meradang mendengar pertanyaan seperti itu. Namun naluri kepelatihan dan integritasnya sebagai anak bangsa, menjawab dengan tegas: "Anda pergi ke hotel mereka. Katakan kalau Indonesia besok akan menang!".
Mungkin terlihat sombong. Namun coach yakin bahwa itu adalah pernyataan optimis. Namun ketika malam tiba, coach tidak bisa memejamkan matanya karena masih terngiang-ngiang ucapannya kepada sang wartawan. Bagaimana kalau Indonesia kalah? Bathinnya dalam hati. Tapi kemudian beliau lagi-lagi berserah diri kepada Allah. Beliau berdzikir malam itu sampai akhirnya tertidur.
Esok harinya ketika pertandingan final sudah dimulai, dan ketika adu pinalti dilakukan, coach sudah memilih semua eksekutornya. Atas kehendak Allah, semua berjalan tidak sesuai rencana. Evan Dimas yang pada sesi latihan selalu membuat gol melalui titik pinalti, kali ini tidak berhasil. Kedudukan masih imbang, sampai akhirnya tiba pada penentuan terakhir.Â
Pada saat hendak memilih pemain eksekutor pinalti, datang Ilham Udin Armaiyn mengajukan dirinya. Coach tidak menolaknya karena yakin ini datangnya dari Allah. Padahal coach tahu, disetiap sesi latihan, Armaiyn hampir tidak pernah berhasil memasukkan bola ke gawang dari titik putih 12 pas.
Armaiyn bersiap dan mengambil ancang-ancang. Bola diletakkannya di titik putih. Dia mundur hanya dua langkah. Hati sang pelatih semakin berkecamuk. Dalam teori, hampir mustahil membuat gol hanya dengan dua langkah kebelakang. Apalagi yang dipakai kaki kiri oleh seorang yang bukan penendang kidal! Makin tidak karuan hati sang pelatih. Namun dia tetap pasrah kepada semua kehendak Allah.
Allahu Akbar. Gol!! Indonesia akhirnya juara untuk pertama kalinya sejak 22 tahun silam. Sang Pelatih melampiaskannya dengan bersujud syukur kehadirat Allah SWT
Ketiga: Pada saat sesi makan siang bersama (saya Alhamdulillah terpilih menjadi salah satu dari sekian banyak peserta training yang berkesempatan untuk makan siang bersama sang pelatih), datang sebuah pertanyaan lagi ke beliau. "Coach, siapa pelatih yang menjadi idola anda?"
Dengan tenang menjawab. "Tidak ada. Karena bagi saya yang menjadi satu-satunya idola adalah Nabi Muhammad ". Kaget tercampur haru saya mendengar jawaban beliau. Sebegitu kuatnya keyakinan dan keimanan beliau akan Agamanya. Sehingga prinsip untuk tidak mengidolakan manusia kecuali Rasulullah tertanam kuat dihatinya.
Keempat: Beliau juga mengajarkan suri tauladan, ketegasan dan kedisiplinan kepada anak-anak didiknya. Beliau masih ingat betul dimana selebrasi sujud yang dilakukan anak-anak asuhnya dilakukan tanpa diminta, melainkan karena melihat bagaimana sang pelatih senantiasa bersujud dilapangan untuk bersyukur atas gol ataupun kemenangan yang diraih. Inipula yang dikemudian hari iikuti oleh team sepakbola lainnya di AFF
Beliau juga tidak ragu untuk meminta maaf kepada anak-anak didiknya jika ada kesalahan yang dia lakukan. Seperti bagaimana beliau datang terlambat ke hotel tempat semua team menginap, padahal jam malam sudah disepakati bersama. Masya Allah...
Terakhir, beberapa pesan yang sempat saya kutip dari nasehat beliau adalah:
- Berbuat kebaikan dengan cara berpikir dan bertindak yang baik
- Menjadi pemimpin jangan merasa dirinya paling benar. Berani mengaku salah dan berani pula meminta maaf
Semoga tulisan sederhana ini bisa menginspirasi saya pribadi untuk bisa ikut berdakwah dan mempertebal keyakinan serta keimanan melalui cara saya sendiri, dengan jalan saya sendiri, dari tempat saya sendiri.
Terima kasih Coach Indra....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H