Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan didalam dingin Berselimut kabut `Ranu Kumbolo`
Menatap jalan setapakÂ
Bertanya-tanya sampai kapankah berakhirÂ
Mereguk nikmat coklat susuÂ
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damaiÂ
Mengasah pribadi mengukir cinta
........
Bait awal lagu Mahameru dari Dewa19 yang mereka perkenalkan tahun 1994 di album Format Masa Depan rasanya tepat menjadi lagu kenangan kami saat itu. Bagaimana tidak? Lagu yang sempat memberikan kenangan saat pertama kali ke Semeru sekitar tahun 95/96-an kini terdengar lagi di Ranu Kumbolo tahun 2017. Serasa masih muda seperti dulu lagi, hehehe... Tapi saya sudahi dulu deh bicara tentang kenangan. Saya mau fokus mencatat perjalanan "sejarah" saya ke Ranu Kumbolo lagi.
Saya mengamati media booking kereta onlinesekitar satu bulan sebelum keberangkatan. Tadinya rencana ke Ranu Kumbolo akan saya jalani sekitar akhir April 2017 bertepatan dengan adanya long weekend. Tapi ternyata tiket kereta api fullsemua. Di tambah lagi beberapa rekan (aslinya sih bapak-bapak) di komplek rumah ada yang gak bisa.Â
Jadilah diputuskan untuk ke Ranu Kumbol tanggal 11-13 Mei 2017. Alhamdulillah masih ada tiket berangkat yang tersedia. Tapi sulit mencari tiket pulangnya. Telepon sana-sini, akhirnya bisa juga kami dapatkan tiket itu. Dan pada akhirnyapun yang berangkat hanya 3 orang. Saya sebut saja namanya disini ya: Yudi Irawan(saya sendiri), Dedy Nazaruddin, Kunto Putro. Koordinasipun kami lakukan via offlinemaupun online. Pokoknya dimatangkanlah semua persiapan. Saya sendiri kebagian untuk membantu pembelian tiket dan pendaftaran / perizinan onlinependakian ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Done! Semua selesai dan komplit. Tinggal menunggu hari pemberangkatan saja.Â
Rabu & Kamis, 10 & 11 Mei 2017Â
Saya dan Kunto (kami di komplek biasa memanggil satu sama lain dengan sebutan Om) berangkat menuju Stasiun Senen secara bersamaan. Kebetulan Om Dedy saat ini sedang tidak tinggal di komplek yang sama dengan kami. Jadi kami janjian ketemu di stasiun Senen. Tapi di jalan baru saya ingat ada beberapa yang lupa saya bawa. Haduhh.... Sarden dan kornet! Salah satu makanan wajib para pendaki selain mie instant. Singkat saja, akhirnya kereta Jayabaya perlahan merangkak diatas rel tepat jam 13:00 dimana kami menempati kursi 19A, 19B dan 19C. Â
Saya hanya ingat beberapa saja dari mereka, yaitu: Ady, Dimas, Sidik, Zul, Isa. Sidik merupakan ketua rombongan. Ady dan Dimas sepertinya guide dan ranger. Sedangkan Zul, Isa dan yang lainnya sepertinya peserta. Saya gak bertanya lebih jauh mengenai hal itu. Namun yang penting mereka adalah anak-anak muda dan teman menyenangkan selama perjalanan kami ke Semeru. Hampir sepanjang malam kami ngobrol dan becanda. Bertukar cerita dan pengalaman. Sampai pada akhirnya rasa kantuk hilang sama sekali. Begadang-lah kami malam itu. Sampai kereta tiba di Malang pukul 02:43 pagi. Tadinya perjalan 13 jam itu saya fikir akan membosankan. Ternyata salah. Terima kasih teman-teman :-)
Kebaikan teman-teman muda kami ini ternyata terus berlanjut. Mereka mengizinkan kami ikut menumpang kendaraan yang sudah mereka sewa. Mulai dari stasiun Malang menggunakan angkutan kota atau angkot, sampai ke tempat peristirahatan sejenak kami sebelum berganti dengan mobil jeep. Walaupun kendaraan jenis angkot itu menjadi sempit dengan adanya kami bertiga (plus ransel tentunya), tapi tidak ada sedikitpun raut kekesalan di wajah mereka. Bahkan mereka setuju untuk berhenti sejenak untuk mencari perlengkapan yang kurang.
Jam 3 pagi angkot berhenti di Pasar Kebalendi sekitaran jalan Gatot Subroto, Malang. Disinilah kami melengkapi persediaan makanan. Sarden dan kornet akhirnya sukses kami beli. Tidak berapa lama, kami kembali melanjutkan perjalanan pagi nan dingin itu. Perjalanan dini hari sekitar satu jam itupun akhirnya selesai. Kami tiba di sebuah rumah kecil dengan penghuninya yang baik.Â
Rumah itu berada tepat di depan Mesjid Baiturrakhiim. Di masjid inilah kami melakukan sholat Subuh terlebih dahulu. Sekitar jam 6 pagi kami melanjutkan perjalanan dengan jeep menuju Ranu Pani. Sebetulnya perjalanan ini cukup asyik lho. Jalan kecil berkelok dengan suguhan pemandangan alam indah tiada tara.Â
Namun itu tidak berlaku bagi saya. Saya masuk angin dan mual, hahahaha... Umur gak bisa di tipu ya, hadduhhh... Tapi untungnya semua aman terkendali sampai Ranu Pani. Lagi, kebaikan Sidik dan teamnya membantu kami. Saat proses konfirmasi pendaftaran ulang, mereka memasukkan kami bertiga sebagai anggota rombongannya. Jadi kami tidak perlu melakukan konfirmasi ulang sendiri. Dan ini kami manfaatkan untuk istirahat dan sarapan.
Hampir saja mengikuti saran Om Dedy untuk kembali ke Ranu Pani dan istirahat disana. Tapi saya menolak. Dengan sisa tenaga yang ada, saya teruskan perjalanan ini. Targetnya sampai Pos 1 dulu. Nah sampai di Pos 1, saya putuskan untuk tidur. Cukup lama juga tidur saya. 1,5 jam. Tapi ini betul-betul efektif untuk mengembalikan stamina saya. Ditambah lagi dengan menelan pil multivitamin penambah tenaga, saya merasa semakin sehat untuk meneruskan perjalanan. Disini saya sadar, betapa pentingnya istirahat yang cukup untuk mendaki. Saran ya, lebih baik istirahat deh di kereta. Paksa saja mata terpejam demi kelancaran pendakian nanti. Â
Jam 12.30 perjalanan dilanjutkan kembali. Melewati Pos 2 kami istirahat lagi. Tidak lama memang. Tapi cukup efektif membantu stamina kami. Lha iya, waktu istirahat itu kami melahap beberapa buah dan gorengan juga koq, hahaha... Lanjut lagi. Setapak demi setapak kami susuri lintasan kecil itu. Jika jalanan menanjak cukup tinggi dan jauh, kami beristirahat juga. Tidak kami paksa. Lelah sudah pasti.Â
Om Dedypun sempat beberapa kali mengalami keram kaki dan betis. Juga pendaki lain. Kali saling bantu. Memberikan apa yang kami bisa dan punya agar para pendaki bisa terus melanjutkan perjalanan. Diantara Pos 2 dan Pos 3, akhirnya kami menjumpai korban patah tangan dan rusuk sedang di tandu team evakuasi. Hanya bermodalkan dua batang pohon sebagai tandu, terlihat kelelahan mereka membawa korban sampai ke Ranu Pani nanti. Mulia sekali mereka.
Selepas puas mengganjal perut dan tenggorokan, menghimpun kembali tenaga yang ada, kami susuri jalan terjal itu perlahan demi perlahan. Walau dengan nafas yang tersengal-sengal, walaupun memakan waktu yang cukup lama, akhirnya kami bisa melewati jalan itu. Alhamdulillah. Istirahat lagi, lalu kami lanjutkan menuju Pos 4. Lumayan, jalan yang kami lalui banyak bonusnya alias landainya.Â
Dan yang membuat kami bahagia, sebelum sampai Pos 4 sudah terlihat keindahan Ranu Kumbolo dari atas. Tenda warna-warni yang tampak kecilpun pun sudah terlihat di kejauhan. Bahkan kami memutuskan istirahat saja sebelum Pos 4. Potret sana potret sini. Termasuk sebuah potret dimana saya menuliskan ucapan selamat ulang tahun kepada Istri tercinta yang entah kapan bisa disampaikan. Gak ada sinyal soalnya, hiks :-( Â . Semua rasa lelah itu seperti hilang. Betul saja. Seperti dapat energi baru yang entah dari mana, Pos 4 kami lalui begitu saja tanpa istirahat dan langsung menuju Ranu Kumbolo. Alasan lainnya, saat itu sudah jam 5 sore. Dingin dan kabut juga sudah turun. Khawatir akan terlalu malam kalau kami istirahat lagi. Â
Ternyata memang banyak sekali tenda didirikan disana. Berbagai bentuk, rupa dan warna. Hari mulai gelap. Kamipun berjalan perlahan dan hati-hati agar jangan sampai tersandung tali tenda pendaki lain. Syukur alhamdulillah. Ternyata kami bertemu lagi dengan Sidik, Dimas dan Adi. Tenda mereka sudah berdiri. Tapi entah di sengaja atau tidak, lokasi di sebelahnya kosong. Di tempat inilah kami mendirikan tenda. Bertetanggaan dengan anak-anak muda baik hati itu. Dingin yang saya perkirakan mencapai 4 derajat celcius menghambat kami dalam mendirikan tenda. Kami tidak kuat menyimpul tali.Â
Dinginnya menggigit. Saya coba pakai sarung tangan, tapi yang ada malah lebih tidak bisa mengikat tali. Mau tidak mau saya lepas kembali dan berusaha keras menahan dingin agar tenda lebih cepat terpasang. Jam 18.30 akhirnya tenda sukses berdiri. Tanpa membuang waktu kami masuk kedalam sambil mempersiapkan pakaian penahan dingin serta peralatan masak. Tujuannya satu: menikmati minuman panas. Juga makan malam tentunya. Sambil melanjutkan obrolan dengan Ady dan Dimas, kami menikmati makan malam sederhanan kami. Namun saya tidak bisa berlama-lama di luar. Saya dan juga Om Kunto memutuskan untuk tidur cepat malam itu. Sementara Om Dedy melanjutkan "sesi" obrolan malam entah sampai jam berapa.Â
Om Kunto membangunkan kami sekitar jam 5. Pria yang punya hobby sepak bola dan lari marathon ini terlihat sudah segar di luar tenda. Saya sendiri langsung beranjak keluar. Sementara Om Dedy masih diselimuti sleeping bag. Wah ternyata kabut cukup pekat pagi itu. Saya dan Om Kunto hampir tidak bisa melihat sekeliling kami akibat tebalnya kabut itu.Â
Jarak pandang saya perkirakan maksimal 10 meter. Suhu saat itu saya perkirakan sekitar 6 atau 7 derajat celcius. Kami pesimis akan melihat sunrise dari balik dua bukit kembar Ranu Kumbolo. Dan memang benar, walaupun kabut perlahan menghilang, sunrise yang kami impikan tetap tidak bisa kami nikmati. Akhirnya saya dan Om Kunto hanya menyiapkan sarapan pagi dan minuman panas pagi itu.Â
Teman-teman muda di tenda tetanggapun tidak lama ikut bangun. Sama seperti kami, Sidik, Dimas dan Ady segera menyiapkan sarapan untuk rombongannya. Ketika saya saya tanya kapan mereka naik ke Kalimati, mereka menjawab sekitar jam 8 atau 9 pagi. Okelah, kami pun berencana untuk ke Oro Oro Ombobareng dengan mereka. Ada pemandangan menarik pagi itu yang sayang kalau saya lewatkan. Sekelompok pendaki berusia diatas paruh baya ditantang untuk berfoto tanpa menggunakan baju. Luar biasa. Mereka masih sanggup menahan dingin untuk beberapa menit. Sementara saya sudah 3 lapis pakaian yang dikenakan. Â
Kami bertiga berjalan santai tanpa beban di pundak. Sempat tercetus dari Om Dedy untuk melewati area Aek-aek. Tapi pada akhirnya tetap melalui jalur konvesional yang ternama: Tanjakan Cinta. Tanjakan yang memiliki kemiringan sekitar 30 derajat itu mudah saja kami lalui. Sempat berhenti di atas, kami melihat kembali warna-warni tenda yang tersebar cukup banyak di depan Ranu Kumbolo.Â
Sementara kabut kembali turun menyelimuti danau. Kecantikan danau itu semakin menjadi saja. Subhanallah... Saya selalu bersyukur karena Allah memberikan kesempatan waktu dan tenaga untuk melihat keindahan ciptaanNya ini. Saya selalu bilang, kalau mau melihat bentuk surga yang ada di Indonesia, datang dan lihatlah Ranu Kumbolo. Percaya deh sama saya :-) Â Â
Sesekali kami bertemu dengan pendaki lainnya yang juga sedang berfoto ria. Terus melangkah sampai akhirnya kami tiba di Cemoro Kandang. Shelteryang berada di ketinggian 2500 mdplitu merupakan tempat peristirahatan berikutnya bagi para pendaki. Banyaknya pohon pinus yang tumbuh disana membuat suasana cukup teduh. Belum lagi adanya penjual buah, minuman dan gorengan. Semakin menyeret langkah setiap pendaki untuk berhenti. Demikian juga dengan kami.Â
Sebelum kembali ke tenda, kami sempatkan istirahat sambil menikmati gorengan dan buah. Dari kejauhan tampak banyaknya rombongan yang hendak turun dari Tanjakan Cinta menuju Oro Oro Ombo. Sebagian lagi tampak seperti semut berjalan beriringan diantara padang Verbena yang luas. Pemandangannya betul-betul indah. Tidak lebih dari 30 menit kami putuskan untuk kembali ke Ranu Kumbolo. Tapi tidak seperti jalur awal.Â
Kami memilih melewati sisi bukit agar tidak menghalangi jalan para pendaki lain yang melewati jalur setapak Oro Oro Ombo. Dari atas bukit ini juga pemandangan indah hampir sama disuguhkan. Lautan luas padang Verbena dan iringan sekelompok pendaki yang berjalan kaki menjadi penghias suasana pagi menjelang siang. Saat tiba kembali di ujung Tanjakan Cinta, akhirnya kami kembali bertemu rombongan "tetangga" yang sedang berisitirahat. Itulah pertemuan kami terakhir dengan mereka di Gunung Semeru. Kami salami mereka satu persatu sambil menyemangati serta memberikan doa semoga mereka semua selamat tidak kurang satu apapun. Â
Di tenda, tidak ada yang kami lakukan kecuali ngemil, minum kopi atau susu dan tidur. Cukup nikmat tidur di alam terbuka yang dingin itu. Di atas, langit terlihat bersih. Sesekali kabut juga turun melintas. Masya Allah, sungguh nikmat yang sangat besar yang bisa kami nikmati di saat itu. Sementara tenda-tenda lain sudah cukup banyak berkurang karena mereka beranjak ke Kalimati.
Sabtu, 13 Mei 2017Â
Jam 05.00 pagi. Lagi-lagi Om Kunto membangunkan kami dan mengatakan langit cerah. Sekelebat saya dan Om Dedy ikut terbangun. Perlahan lembayung oranye muncul di awan. Seperti dikomandai, para pendaki yang masih berada di Ranu segera muncul. Segala ponsel dan kamera professional dipersiapkan. Matahari akhirnya muncul. Walau tidak sempurna,Â
Matahari ternyata membawa warna-warna indah bersamanya. Warna langit berubah-ubah. Kadang biru, kadang oranye, kadang merah muda. Semua tidak luput kami abadikan. Sinar diatara dua bukit kembar, pantulan diatas air yang tenang dan jernih membuat kami tidak beranjak untuk terus memotret. Bahkan kopipun kami bawa ke dekat danau untuk kami nikmati di tepinya.Beragam posep kami lakukan. Semua demi kenangan bersama sunrise Ranu Kumbolo. Â Â
Demikian juga di Pos 1. Yang sedikit menghalangi kami turun adalah masih banyaknya pendaki yang naik. Kami memilih untuk selalu mengalah demi memberikan jalan kepada para pendaki tersebut. Syukur Alhamdulillah, sekitar jam 12.30 kami tiba kembali di Ranu Pani. Kami putuskan untuk istirahat, makan siang dan mandi segera berganti pakaian.Â
Setelah semuanya selesai, kami ke Pos Ranu Pani untuk menyetorkan semua sampah yang kami hasilkan selama di Ranu Kumbolo. Ini wajib dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab setiap pendaki agar tetap menjaga kebersihan, keindahan dan kelestarian alam di Gunung Semeru.
dokumentasi pribadi
Bergegas kami menghampiri lokasi mobil jeep yang siap mengantar ke bawah. Jujur saja kami belum punya kendaraan yang disewa. Modal kami hanya berharap menumpang dengan rombongan lain. Betul saja, ada rombongan berjumlah 9 orang yang sudah menyewa dua jeep. Kamipun diperbolehkan menumpang dengan tetap membayar Rp. 50.000,- per orang langsung ke supir. Perjalanan lancar. Di suatu titik, kami berhenti untuk (sekali lagi) mengambil gambar dan pemandangan indah. Di kejauhan, puncak Mahameru sedikit muncul. Seolah hendak menyapa kami dengan mengucapkan selamat tinggal, dan menunggu kedatangan kami kembali.
Perjalanan pulang sampai rumah kembali dengan selamat tidak akan saya ceritakan disini karena memang sudah tidak ada lagi yang perlu ditulis. Kelelahan membawa kami untuk beristirahat. Om Kunto berpisah di Malang karena harus ke Jogja untuk suatu urusan. Sementara saya dan Om Dedy melanjutkan perjalanan pulang sampai ke Jakarta dan bertemu keluarga masing-masing.
Betapa pengalaman indah dan menakjubkan. Tidak henti-hentinya rasa syukur terucap dari bibirku. Terima kasih ya Allah atas segala kesempatan dan kemudahan ini. Terima kasih ya Allah untuk menciptakan alam yang indah ini. Terima kasih ya Allah untuk kesempatan tinggal di negeri tercinta Indonesia yang penuh keindahan. Semoga Engkau memberikan lagi kami kesempatan untuk melihat indahnya Indonesia.Terima kasih juga Om Dedy, Om Kunto, Sidik, Dimas, Ady, Zul, Isya dan yang lainnya.
tulisan ini juga dapat dilihat di blog pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H