Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Brexit Inggris Untung atau Buntung, Pendapat Rishi Sunak?

31 Januari 2023   20:28 Diperbarui: 1 Februari 2023   00:02 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi Warga Inggris pro Brexit usai hasil referendum Brexit ( REUTERS/Toby Melville)

Begitu terkenalnya istilah Brexit sampai sampai pintu Keluar Tol Brebes Timur  macet disebut sebagai Brexit atau Brebes Exit.

Kata atau ungkapan"Brexit" sendiri merujuk pada ungkapan  saat Kerajaan Inggris menyatakan keluar dari Uni Eropa. 

Kericuhan tiga tahun tawar-menawar  permohonan Brussel agar Inggris tidak  keluar dari  hubungan dekat dengan Eropa selama hampir setengah abad.

Partai Konservatif Perdana Menteri Boris Johnson  mengesahkan undang-undang yang menetapkan kepergian Inggris dari Eropa menyetujui rencana tersebut di akhir bulan Januari 2020.

Brexit, menjadi singkatan untuk proposal bahwa Inggris memisahkan diri dari Uni Eropa, mengubah hubungannya dengan blok perdagangan, keamanan,  migrasi dan keuangan.

Inggris telah memperdebatkan pro dan kontra keanggotaan dalam komunitas negara-negara Eropa sejak tahun 1975, kurang dari tiga tahun setelah bergabung. Saat itu, 67 persen pemilih mendukung untuk tetap berada di blok tersebut.

Tapi tahun 2013, Perdana Menteri David Cameron menjanjikan referendum nasional tentang keanggotaan Inggris di Uni Eropa.

Memilih tetap atau tinggalkan - dan David Cameron yakin bahwa dia akan menang dengan mudah untuk Inggris tidak keluar dari Brexit. 

 Ia ternyata salah perhitungan yang serius,  warga Inggris pergi ke tempat pemungutan suara pada 23 Juni 2016 dan David Cameron kalah memicu pengunduran dirinya.

Krisis pengungsi telah membuat migrasi menjadi topik kemarahan politik di seluruh Eropa. 

Penarikan diri atau Brexit dari blok tersebut, muncul dengan dukungan 52 persen pemilih atau tipis kalahnya Cameron  

Inggris terpaksa menyelesaikan persyaratan kepergiannya seperti apa dengan Uni Eropa di masa depan. Sebagian besar pemilih di Inggris dan Wales mendukung Brexit, khususnya di daerah pedesaan dan kota-kota kecil. 

Kaum muda sangat menentang pergi, sementara pemilih yang lebih tua mendukungnya.

Eropa adalah pasar ekspor terpenting Inggris dan sumber investasi asing terbesarnya, sementara keanggotaan di blok tersebut telah membantu London memperkuat posisinya sebagai pusat keuangan global.

 Daftar perusahaan yang berpikir untuk hengkang termasuk Airbus , yang mempekerjakan 14.000 orang dan mendukung lebih dari 100.000 pekerjaan lainnya.

Pemerintah ingatkan bahwa dalam 15 tahun, perekonomian negara akan menjadi 4 persen hingga 9 persen lebih kecil jika Inggris meninggalkan Uni Eropa.


Nyonya Theresia May  mengatakan  bahwa Brexit akan berarti berakhirnya kebebasan bergerak hak orang-orang dari tempat lain di Eropa untuk tinggal dan bekerja di Inggris. 

Kelas pekerja yang melihat imigrasi sebagai ancaman terhadap pekerjaan mereka melihatnya sebagai sebuah kemenangan. 

Tetapi  pemuda Inggris yang berharap untuk belajar atau bekerja di luar negeri menjadi terganggu.

Berdasarkan Pasal 50 Perjanjian Lisbon Uni Eropa, menjadikan 29 Maret 2019 sebagai tanggal perceraian resmi ( Brexit)

Uni Eropa minta menunda tanggal kembali ke 12 April Inggris memikirkan lagi, namun  tidak menghasilkan kesepakatan.

Para pemimpin Eropa mendesak penundaan, para pemimpin Eropa setuju untuk memperpanjang batas waktu tiga bulan, hingga 31 Oktober 2020 agar Inggris mempertimbangkan pilihannya.

Boris Johnson yang mulai menjabat pada bulan Juli akan mengeluarkan Inggris dari blok tersebut pada tenggat waktu itu, dengan atau tanpa kesepakatan 31 Januari 2020   

Masalah Brexit masih tetap muncul, juga di pemerintahan PM Inggris Rishi Sunak  

Menurut data perhitungan ekonom dan kantor berita Bloomber Brexit merugikan ekonomi Inggris sekitar £ 100 miliar per tahun.

Karena Inggris  meninggalkan UE, investasi berada di bawah tekanan dan bisnis Inggris menghadapi kekurangan staf lebih lanjut.

Menurut ekonom Ana Andrade dan Dan Hanson, ekonomi Inggris menjadi 4% lebih kecil daripada tanpa Brexit. 

Hanson dan Andrade memperkirakan bahwa jika Inggris tetap berada di UE, Inggris akan memiliki sekitar 370.000 lebih banyak pekerja dari negara anggota UE lainnya daripada saat ini. 

Menurut mereka, kekurangan ini hanya dapat dikompensasi sebagian dengan kedatangan migran ekstra-UE.

Para ekonom membantah klaim Menteri Keuangan Jeremy Hunt bahwa Brexit baru saja mulai membuahkan hasil bagi ekonomi Inggris. Dia menggambarkan rilis awal pekan ini sebagai "peluang besar".

Dengan memutuskan hubungan dengan UE, Perdana Menteri Rishi Sunak mengatakan Inggris dapat menciptakan surga bebas untuk meningkatkan perdagangan dan mereformasi aturan layanan keuangan untuk menguntungkan bank-bank Kota London.

Apakah begitu, masih menjadi perdebatan hangat di negara itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun