Laut itu tempat akhir pembuangan limpah, paling banyak plastik yang tidak terurai. Bali cukup menderita dengan sampah plastik. Menurut CNN dari sumber Organisasi Pembersihan Lingkungan Sungai Watch melaporkan, temuan sampah plastik sepanjang tahun 2020 hingga 2021 Â di Pulau Bali terkumpul sebanyak 333 ton plastik.
Itu dikatakan Gary Bencheghib selaku Founder Sungai Watch dalam keterangannya, Selasa (22/2).
Organisasi tersebut menggunakan teknologi penghalang sampah (blok sampah) untuk mencegah sampah kelaut.
Bukan di Bali saja, diberbagai tempat dipelabuhan juga paling banyak di Jakarta .
Sampah plastik yang bermuara ke sungai hingga lautan  menjadi persoalan global di dunia modern.Â
Sampah-sampah plastik yang tak terurai  merusak biota perairan, yang kemudian salah satunya menjadi konsumsi manusia.
Menanggulangi sampah tersebut ada berita bagus dari dua peselancar yang peduli sampah (plastik) laut .
Mereka menghabiskan waktu selama sepuluh tahun dan keduanya tidak keberatan disebut  pemulung laut untuk memperbaiki masalah sampah di laut Â
Mereka  menemukan metode tempat sampah laut " Seabin ".Itu adalah sebuah alat yang secara otomatis dapat menyedot sampah yang terbawa arus laut ke dalam ember sampah.Â
Andrew Turton dan Pete Ceglinski , merancang tempat sampah untuk diletakkannya di sisi dermaga dan bagian yang banyak sampah dilaut.
Aliran air tersedot  membawa puing-puing yang mengambang di laut,  kemudian memisahkan sampah sama air laut melalui kantong filter.Â
Air laut yang bersih mengalir keluar, setelah menghirup  sampah botol plastik, kertas, oli, bahan bakar hingga bahan pembersih.
Ini menggantikan metode pembersihan tradisional  tenaga manusia yang biasanya  perahu nelayan untuk mengumpulkan sampah.Â
Ciptaannya "seabin,"  memberikan Kecepatan  yang efisien, dapat beroperasi 24 jam sehari, dan kedua penemu alat itu  mengatakan bahwa selama empat tahun pengujian, Seabin tidak pernah secara tidak sengaja menangkap hewan laut.
Ini artinya alat ini  aman bagi ikan ikan dan hewan laut.
Energi yang dibutuhkan untuk alat ini, berasal dari energi matahari dan desain yang super ramah lingkungan.
Plastik  memang membawa banyak kemudahan bagi  manusia namun dampaknya banyak  plastik yang dibuang,  tidak hanya berserakan di jalanan juga mengalir ke lautan.Â
Makhluk hidup di laut secara keliru memakan produk plastik ini, menyakiti hewan laut, keracunan dan sebagainya.
Peneliti  menemukan bahwa satu dari setiap empat ikan yang dapat dimakan di pasar ikan lokal di Auckland, Selandia Baru, Sydney, Australia, dan Vancouver, Kanada mengandung sampah plastik.
Ada asumsi, saat kita makan seafood lsebenarnya kita juga sedang memakan bahan makan plastik.
Sistem siklus ekologis, dimakan oleh biota laut, dan kembali ke meja kita melalui rantai makanan!
Partikel plastik berdiameter kecil memasuki sel jaringan manusia dan menumpuk di hati, peradangan dan keracunan deposisi kronis.
Penemuan yang dimulai tahun 2008 dan berhasil awal tahun 2017
Pada saat itulah  SeaBin lahir dan diproduksi.
Mungkinkah semua sampah laut ini menghilang secara tiba-tiba dan bersih di lautan yang tenang.
 Tentu tidak mengharapkan Seabin saja, tapi semua orang yang perduli.Â
Tapi Seabin telah memberikan secercah harapan. SeaBin pertama kali menimbulkan sensasi di media di Selandia Baru dan Inggris, dan menjadi populer di seluruh dunia!
Semua orang menyebutkan kata- SeaBin, tempat sampah laut.
Media Australia yang paling otoritatif, ABC NEWS, mengatakan penemunya adalah warga Australia!
Adakah Indonesia manfaatkan Seabin? Â Ternyata
tanggal 25 Februari 2021, Seabin Projek Indonesia ada  IndonesiaÂ
Alay ini dipasang 2 buah unit (Seabin ) di Batavia Marina Sunda Kelapa -Jakarta.Â
Kita berharap setiap pelabuhan memiliki SeaBin, teknologi pembersih laut agar laut me jadi bersih Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H