Chairil berani pergi ketempat Sumirat.Â
puisi.
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo..., makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada.
15 Maret 1944
(Chairil Anwar )
Ketika Sumirat pulang kampung ke Paron, suatu desa di Madiun, Jawa Timur, Chairil menyusul dan sempat tinggal beberapa hari.
" Jadi kamu penulis? Pengarang? Seperti Hamka atau Abdul Muis atau Sutan Takdir ?" Tanya ayah  Sumirat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!