Anak Pintar, Bea Siswa Sekolah Luar Negeri atau Dalam Negeri..
Sepintas lalu jawabannya mudah, kalau dapat bea siswa atau tawaran dari luar negeri adalah kesempatan untuk mengambilnya.
Dibandingkan dengan bea siswa luar negeri "jatah" lebih banyak uang saku dan fasilitas
daripada bea siswa dalam negeri atau juga kemampuan biaya  pemerintah mengirim ke luar negeri.Â
Namun jawaban dari seorang kemenakan saya membuat saya berpikir ulang. Â
"Anak saya tidak akan diizinkan mengambil bea siswa luar negeri. Sekolah ada negara asing mungkin bisa membajak anak pintar untuk tinggal dan bekerja disana."Â
Sebuah pikiran yang aneh dan "naif" menurut saya tidak mungkin juga begitu.Â
Namun kemudian saya mencoba merenung. Pendapat
ini tentu tidak digeneralisir sebagai kebenaran dan tidak bisa juga jadi acuan.
Sang kemenakan anaknya pintar keberatan putranya kuliah mendapat bea siswa luar negeri dan memilih bea siswa dalam negeri meski bea siswa pas pas-an.
Katanya ada kepastian  anaknya tidak hilang diluar negeri.  Hilang disini maksudnya adalah betah dinegeri itu tidak mau pulang sampai mencari pendamping hidupnya disana.Â
Saya teringat dengan tetangga saya kebetulan anaknya menjadi juara umum di SMA unggulan bergengsi di Magelang. Setelah juara juga di Olimpiade pisika datang tawaran dari universitas luarnegeri kerumahnya.
Entah dari mana perguruan tinggi tersebut tahu, ada beberapa surat yang datang.
Dari perguruan tinggi Jepang dan dari negeri Belanda juga Inggris. Anak dan orang tua memilih Jepang Karena ada teknik robot dan semuanya dipersiapkan.
Singkat cerita S1,S2 sampai S3, diselesaikan di negara sakura itu.
Mungkin  anaknya betah,  apalagi mendapat pendamping dari negara tersebut.
Sang calon menantu beberapa kali ke Indonesia, tipe keramahan wanita Jepang tentu saja tidak diragukan.Â
Menikah dan semuanya itu jadi berbeda ketika mertua sering ke Jepang. Adat budaya yang berbeda, menantu Jepang tentunya tak ingin  diganggu mertua dan mertua ingin dekat cucu atau anak.Â
Perlakuan kurang baik mulai terjadi agar mertua tidak lagi datang menemui mereka.
Saya tidak tahu, apa kejadiannya dan sejauh mana konflik itu, namun pak tua itu saya kelihatan kesepian dimasa tuanya. Tak ada anak mendampingi masa tua.
Berbeda juga dengan teman saya anaknya bea siswa di Inggris bertemu dengan calon asal dari Beijing tapi Islam dan  akhirnya jadi menantu.Â
Menantu lelakinya setelah menikah sering datang, shalat di masjid juga besannya menjadi ikatan keluarga yang erat.
Tampak ada kebahagiaan meski juga anaknya tidak lagi bisa kembali ke Indonesia.Â
Jadi menurut saya, perlu rasanya mempersiapkan anak yang sekolah ke luar negeri agar bisa kembali pulang setelah selesai pendidikan.
Juga jodoh dari negerinya sendiri, punya menantu orang asing itu belum tentu sebuah kebanggaan.Â
Bagaimana caranya, saya tidak tahu mungkin menjadi naluri saja.
Pengalaman saya sekolah di kota Kabupaten dan kemudian bekerja di kota provinsi tidak mau atau enggan tinggal atau pindah ke kota asal kabupaten lagi.Â
Berlanjut pindah tugas ke DKI juga menjadi betah dan berkurang keinginan kembali ketempat asal kota provinsi.
Sudah merasa betah dan berat meninggalkan  DKI yang kotanya memiliki banyak kemudahan.
Apakah anak pintar terlalu lama sekolah di luar negeri menjadi betah dan tak ingin pulang? Entahlah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H