Bengladesh  kini mulai menarik perhatian Internasional.  Negara yang bertetangga  dengan India ini bisa jadi seperti Sri Lanka berikutnya . Negara yang berpenduduk 156 juta ini terancam krisis ekonomi.
Utang yang meningkat dan banyaknya tagihan impor.
Harga barang barang kebutuhan meningkat naik. Sedangkan cadangan devisa turun drastis dalam angka yang merisaukan.
Catatannya, dalam 5 bulan pertama saja tahun anggaran import. Bengladesh meningkat sebanyak 43 persen dibandingkan dengan bulan pertama tahun bersangkutan.
Bangladesh harus membayar $61,52 miliar untuk  barang-barang impornya. Sementara  Ekspor hanya tumbuh  32,9 persen saja.
Mengharapkan dana dari penduduk yang merantau  tinggal di luar negeri angkanya menurun sebesar 20 persen. Ini adalah sebuah tanda tanda kemungkinan  krisis terjadi. Jika  defisit perdagangan yang lebih lanjut kehidupan makin sulit.
Memang belum ada tanda tanda keributan dan ketidak puasaan di jalan seperti Sri Lanka. Â Tapi kemungkinan itu sudah mulai terlihat.
Muinul Islam, mantan profesor ekonomi di Universitas Chittagong, khawatir dengan defisit perdagangan  sebesar $35 miliar.
 Tahun ini Bangladesh  menghadapi defisit sekitar $10 miliar dan cadangan devisa  menurun dari $48 miliar menjadi $42 miliar saja dalam delapan bulan terakhir .
Penurunan juga akan terjadi  $4 miliar lagi tahun fiskal ini.
 Dia menuduh,  Bangladesh telah mengambil pinjaman luar negeri besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir untuk proyek proyek tidak penting.
Pinjaman yang diambil adalah untuk proyek-proyek  yang diperkirakan tidak akan menghasilkan keuntungan dalam waktu dekat.
 'Bangladesh mengambil pinjaman sebesar $ 12 miliar dari Rusia untuk mendirikan sebuah pabrik nuklir.
Angsurannya harus dikembalikan mulai tahun 2025, Jika itu dimulai Bangladesh harus menghabiskan $ 56,50 juta setiap tahun.
Utang lain  menurut para ahli, mulai 2024, Bangladesh harus membayar utang empat miliar dolar setiap tahun.
Perdana Menteri Sheikh Hasina Wajed mengatakan minggu ini bahwa pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk menghemat devisa dan memotong pengeluaran.
Impor dan hal-hal yang kurang penting telah dihentikan. Perdana Menteri juga mendesak orang-orang untuk berhati-hati. Sementara itu, menurut laporan yang datang di media Bangladesh, masyarakat di negara itu terganggu oleh inflasi.
Di pasar harga sayuran, gandum, sereal lainnya dan bahan bakar telah meningkat tajam dalam tiga bulan terakhir.
Namun pemerintah Sheikh Hasina Wajed  meyakinkan rakyatnya bahwa tidak ada kemungkinan krisis ekonomi seperti Sri Lanka di Bangladesh.
Suasana keresahan di kalangan politik dan media mulai terasa.
Negara berkembang (miskin) seperti Bengladesh seharusnya berhati hati dengan pinjaman.Â
Meminjam mungkin mudah, namun ketika waktunya membayar akan menimbulkan kesulitan. Akibatnya kehidupan rakyat menjadi sasaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H