Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mudik ke Padang, Lepas "Taragak" Juga Lepas Selera

8 Mei 2022   16:28 Diperbarui: 8 Mei 2022   16:30 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerjasama Bayar Iuran BP Jamsostek Lewat Agen BRILink di Sumbar. FOTO : Minangkabau lnews.com

Kuraitaji Pasa Sinayan, Urang Mudo Manggaleh Lado, Capek kaki ringan tangan, Namun selero lapeh juo.

Ini adalah sebuah pantun dari negeri Kuraitaji yang termasuk kota Pariaman. Diatasnya lagi adalah "Pauahkamba" atau Pauh (Mangga) Kembar.
Di Jakarta mungkin kalau dialih bahasakan menjadi Mangga Dua. 

Seperti pantun diatas, setelah mengadu nasib hidup dirantau "basitungkin" atau ulet dan bekerja  tidak malas, saatnya pulang kampung untuk melepaskan kangen kepada keluarga dan selera.

Bertemu dengan sanak famili juga mencari makanan  enak enak. Banyak yang tidak ada dirantau. Tidak semua hidangan di rumah makan Padang  ada di rumah makan Padang Jakarta.

Dapat saya sebutkan,  seperti gulai cencang rebung, sambalado tanak, dendeng batokok, asam pedas ikan piaman atau gulai kapalo ikan (khas Pariaman)

Di Kuraitaji  tidak dapat saya tinggalkan adalah makan "ketupat gulai paku"Kuraitaji.  

Enak sekali dan ada bumbu khas seperti pala dan makannya juga dipasar yang sederhana seharga kaki lima.

Ketupat di hari lebaran, tidak menjadi khas di negeri ini. Setiap rumah menyediakan makanan rendang, gulai dan soto Padang serta minuman yang lezat. Kita saja yang pandai pandai makan sedikit. Agar tidak "kelelapan" makan disetiap tempat yang dikunjungi. Setiap datang terus saja diajak makan. Mana tahan ini perut...

Untungnya hari ketiga dapat pergi berjalan jalan ke Padang kerumah saya di Siteba dan Pantai Kuala Nyiur. Ada dua rumah saya ex KPR BTN type 36 dan type 70 yang disewakan.

Layanan Bank Dirumah jadi agen Lakupandai. Foto : uangmu.ojk.go.id.
Layanan Bank Dirumah jadi agen Lakupandai. Foto : uangmu.ojk.go.id.
Setelah makan ketupat gulai paku, mencari lagi Ketupat Gulai Pitalah. Ini ketupat gulai Padang yang berbeda dari yang biasa kita rasakan.

Ketupat pitalah adalah ketupat gulai yang berasal dari negeri Pitalah didekat danau Singkarak , Sumbar.

Ketupat gulai ini pakai gulai kacang cempedak dan gulai rebung. Kadang kadang ada juga pakai daging sate atau kuahnya sate.

Tapi di Pariaman berleha leha dulu di Pantai Gandoriah. Makan sala kepiting, nasi "tambuah" kenyang dan sala lauk Piaman.  Dirantau disebut sala bulat karena bentuknya bulat.  Tapi di Pariaman berbeda dengan sala bulat di tempat lain.   Ada sedikit ikan didalamnya dan agak lonjong tidak bulat bulat amat.

Bertemu "konco lamo" adalah saat saat yang ditunggu tunggu.
Saya menyalami beberapa teman akrab sambil berbicara bahasa Pariaman.
"Owaik, jo. Lai sehat sehat sajo, ba'a lagu..e kini? Selamat Hari Rayo ciek lah. Maaf lahir batin," sapa saya kepada teman yang lebih tua dapat saya kunjungi.

"Lai lancaaa se lagu..e, angku baa?,"
"Baik baik saja," jawabku.

"Lai indak sumbang nada..e, syukurlah,"  ujarnya  lagi.

"Kawan awak si Teri di Toboh alah 'coga' kini," Ajo (uda) Suman bercerita. "Coga" artinya sudah hebat.

"Coga baa lagu..e," tanyaku lagi. Ingat teman sewaktu SMP dulu.
"Alah karajo di Bank, " jawabnya. Tentu saja saya heran. Teman saya itu biasa luntang lantung dan cuma tamat SMP "berumah" atau menikah di Toboh.

Bercerita ngalor kidul, terungkap kerja Teman itu.
"Ado Bank dirumahnyo..!" ujar Ajo Suman sedikit tersenyum.

Rupanya teman saya sudah menjadi agen BRILink. Bank ini memberdayakan masyarakat dalam program Laku Pandai. Artinya LAyanan  KeUangan tanPA kaNtor DAlam rangka keuangan Inklusif (LAKU PANDAI). Si Teri sudah jadi agen Lakupandai BRIlink.

Kami dulu adalah "trio pareman pasia" yang akrab dan kini sudah saling berjauhan. "Kok taimpik awak diateh, kok takuruang awak dilua.."

Orang Pariaman disebut Piaman Laweh. Dulu daerahnya melingkari Kota Padang. Dari pantai Bungus, Teluk Kabung, Lb.Begalung sampai ke batas Solok. Masuk juga Mentawai dan Tiku serta Lubuk Basung yang kini jadi kab.Agam.

Itu  sebabnya disebut Kabupaten Padang/Pariaman. Kini tinggal seperempatnya saja lagi  setelah sebagian masuk Agam, sebagian  ke kota Padang dan Mentawai jadi Kabupaten.

Tempat di pasir Pariaman sudah indah. Bupati Anas Malik bekas Kapendam Jaya tahun 80 an amat marah dan "main tampar" kalau ada yang mengotori pantai.

Pulau Angso Duo yang dulu tidak berpenghuni dan cuma waktu lebaran saja terbuka sudah menjadi tempat wisata.

Melihat pulau Angso duo dan pulau Pandan jauh ditengah. Banyak yang berwisata ke pulau ini.

Di nagari Pauh saya  mencicipi gulai kepala ikan dengan rasa yang berbeda dari rantau. Gulai kepala ikan terkenal juga di Bungus/Teluk Kabung.

Orang Pariaman pandai dalam memasak ikan. Dari asam pedas ikan, sampai gulai kepala ikan dan juga sate. Sate di rantau hampir semuanya sate Piaman.

Orang "Darek" atau didataran tinggi seperti Padang Panjang, Solok Batusangkar, Bukittinggi dan Payakumbuh 'lihai' gulai menggulai. Itu gulai daging cencang (rebung)  rendang Padang yang enak, Gulai itik , "goreng belut" dan lainnya.

Di Bukittinggi mampir di dekat ngarai Sianok makan pula "pecal" khas Bukittinggi.

Di Padang pergi ke Pauh Padang atau Jalan Padang By Pas untuk mencoba gulai kambing daun ubi. Ini ciri khas ditempat makan sederhana ini.
 
Cuma menyediakan daging kambing saja dengan potongan besar dan pucuk daun ubi segar dan "sambalado" mudo.

Saya juga tidak perlu bawa uang banyak didompet. Banyak  tempat ada Brilinknya.

Belanja dibeberapa tempat ada juga yang pakai QRIS BRI. Saya juga tidak susah  ambil uang tanpa kartu ATM. Di desa memang BRI lebih diandalkan.

Di Jakarta saya sudah biasa bayar tanpa uang kertas. Bayar Toll,  beli tiket kereta api, atau bepergian dengan Transjakarta dan Kereta Commuters Line.

DI kampung  saya "Suprise" karena kemudahan itu juga ada.
Bank ini sesuai namanya memang lebih banyak memberi pelayanan kepada rakyat kecil di pedesaan.

Dari Badan Usaha Unit Desa, sampai  kepelosok. Membayangkan suatu nanti,orang Indonesia bebas belanja tunai tanpa uang kertas. Sayangnya di SPBU banyak belum punya sistim tersebut. Pemerintah bisa mulai dari SPBU, supermarket dan minimarket.

Alangkah baiknya juga jika  toko toko kecil dan warung (seperti  di Swedia) tidak lagi pakai uang kertas. QRIS atau smartphone memudahkan transaksi.

Tidak merepotkan ketika adanya pengembalian uang kecil yang lusuh. Lebih aman lagi dimasa pandemi ini.

Semoga saja...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun