Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Pamer Baju Lebaran Bukan Didominasi Perantau

25 April 2022   20:51 Diperbarui: 26 April 2022   20:43 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Cagar Budaya Rumah Gadang Muh Soleh di Kota Pariaman. Foto: hallonusa.com

Pamer Lebaran, bukan didominasi orang kota saja kalau pulang ke desa. 

Di Pariaman,  malahan jadi kewajiban kalau tidak malu dengan orang kampung. Apa boleh buat, orang "sumando" menjinjing daging istilahnya "bantai" atau daging baru sapi yang baru saja disembelih. Makin banyak, makin naik nama (dulu?)

Laki-laki membawa pulang dengan menjinjing. Makin banyak "bantai" makin disebut orang. Ada lagi kewajiban menantu atau semenda. Begitu juga beli baju baru dan semua harus dapat. 

Bagi pengantin baru, disebut "Bali Hari Rayo." Kewajiban membelikan baju, perhiasan dan "emas"  bagi pengantin wanita yang datang kerumah mertua lelaki

Tanggung jawab pihak keluarga laki laki di Pariaman menjelang  lebaran pertama sesudah menikah. Tahun kedua tidak lagi masalah. 

Adat di Minang kalau menikah disebut "berumah" Laki laki di Minang kalau belum menikah tidak punya rumah. Karena rumah adalah untuk (milik) anak perempuan.

Jadi kalau menikah mungkin disebut berumah.
"Kama barumahnyo?" atau "dimana dia menikah." 

Tapi laki laki Minang  tidak perlu mengeluh. Kalau sudah berumah tangga istri punya rumah dan warisan. Jarang sekali  perempuan Minang tidak punya warisan.  Harta pusaka (hampir) tidak bisa dijual atau digadaikan. 

Jadi kalau sudah menikah tinggal dirumah istri. Bercerai seperti "abu diatas tunggul" Tinggal pergi saja. Kini sudah banyak berubah.  Istri dan suami sudah memikirkan punya rumah sendiri. Apalagi kalau merantau. Kewajiban lebih besar bagi lelaki. 

Beda kalau dikampung,  ada harta istri sawah, ladang yang dikerjakan. Anak anak dekat ke mamak atau saudara lelaki ibu.

Kewajiban suami setelah menikah selain membelikan istri pakaian dan emas sewaktu pengantaran atau " antar mengantar" kerumah mertua tahun pertama setelah menikah. Mengantarkan "jamba"  dan mertua laki laki membalasnya dengan lebih banyak. 

Menantu laki laki juga punya kewajiban untuk mengundang teman teman dan sahabat sebaya "berpesta" di rumah istri. Kewajiban itu tidak boleh jadi beban pihak keluarga perempuan.  Tapi sepenuhnya dari pihak keluarga lelaki. Bisa jadi mertua laki laki kalau suami belum mampu. 

Ada lagi menyediakan uang receh bagi anak anak yang berkunjung kerumah. Ini sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat ditinggalkan. Anak anak pergi kerumah kita dengan istilah "manambang" Pamer kebaikan kepada anak anak dan gilirannya pandangan tetangga. Mengukur kemampuan.

Persediaan uang baru  "dua ribuan" seharusnya cukup. Beli baju baru untuk anak dan istri dan diri sendiri sudah suatu keharusan. Malu kalau tidak bisa. 

 Itu juga tidak salah karena menghargai hari lebaran.

Di Pariaman agak beda sedikit dengan adat minang yang berlaku di Pagaruyung. 

Di Pariaman tidak berlaku " ketek banamo, gadang bagala" Tidak ada gelar Sutan Pamenan (ini  jangan di alih bahasa indonesia iya ) atau Sutan Batuah.  Di Pariaman gelar tidak dari kaum. 

Gelarnya dari ayah turun keanak. Suku tetap dari ibu.  Gelar di Pariaman adalah Sutan, Bagindo atau Sidi   ke anak lelaki.   Orang Pariaman terkenal ulet. Ada istilah "mada" dalam arti positif dan negatif. 

Mada artinya ulet dan tidak kenal menyerah. Bisa jadi tidak mau menerima perintah begitu saja kalau tidak berkenan.  Berlaku juga dalam membuat rumah adat. 

Tidak ada peninggalan "rumah-bagonjong" di Pariaman.  Adanya "rumah gadang" yang berbeda. Orang Pariaman zaman dulu tidak membuat rumah bagonjong. 

Tidak jelas bagaimana pemerintahan di Pariaman zaman Pagaruyung. Ada pendapat Pagaruyung tidak menguasai sepenuhnya Pariaman. Raja (kecil) Pariaman bisa jadi berkedudukan di Tiku dan  Padusunan.  Rumah adat di Pariaman juga disebut Rumah Gadang (tidak bergonjong)

Panggilan Uda (kakak) tidak berlaku di Pariaman. Untuk orang lebih tua disebut "Ajo" Bagi perempuan Uni jadi Uniang. Cik Uning Elly Kasim meski lahir di Tiku sampai akhir hayatnya tetap mengaku orang Pariaman meski Tiku sudah masuk Kab. Agam. 

Kuliner Pariaman yang terkenal adalah sate Pariaman.  Ini berbeda rasa dengan sate lain. Sate Payakumbuh  atau Padang Panjang.
Dahulu sering disebut Pariaman laweh atau luas. Tapi kini tinggal
seperempatnya saja lagi. Setelah Tiku dan Lubuk Basung  masuk menjadi bagian dari kabupaten Agam. 

Sebagian besar kabupaten Padang/ Pariaman diambil untuk perluasan Kota Padang.  Kota ini menjadi dua kali lebih luas dari biasanya. Setelah itu Mentawai menjadi Kabupaten.

Sebagian besar dulunya Kab Padang/Pariaman berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan dan Solok. 

Sekarang tidak lagi. Mungkin tidak tepat lagi nama  Kabupaten Padang Pariaman. Tidak ada lagi daerahnya yang melingkari  Padang.  Setelah Bungus, Teluk Kabung , Lubuk Begalung , Lb Kilangan,  Sitinjau laut sampai ke batas Solok masuk Padang.  Meski Bandar Udara "Minangkabau" masih masuk Kabupaten Padang/Pariaman. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun