Sri Mulyani  mengatakan pemerintah Indonesia akan menganalisis dampak tindakan ini terhadap dinamika pasar global dan regional.
Dia percaya Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya perlu fokus pada "langkah-langkah sisi penawaran" untuk meningkatkan produksi.
Indonesia tidak meningkatkan sawit sejak tahun 2018, pemerintah telah berhenti mengeluarkan izin baru untuk perkebunan kelapa sawit.
Ini akibat  sering disalah artikan sebagai deforestasi dan perusakan habitat hewan langka oleh negara maju.
Fokus Indonesia saat ini, kata Sri , adalah memperbaiki infrastruktur dan  efisiensi produksi tanaman lain yang banyak diminati, seperti jagung dan kedelai.
Presiden Bank Dunia David Malpass telah berulang kali mengatakan bahwa negara-negara harus menghindari penimbunan makanan, memaksakan kontrol ekspor dan hambatan lain untuk perdagangan makanan.
Sri Mulyani  Indrawati, mantan Managing Director Bank Dunia, mengatakan, isu ketahanan pangan perlu didefinisikan terlebih dahulu di tingkat nasional, kemudian di tingkat regional dan global.
"....ketika Anda memiliki barang yang sangat dibutuhkan orang-orang , apakah  bahan-bahan ini mengalir ke luar negeri begitu saja?" kata Sri Mulyani Indrawati.
Langkah Indonesia semakin memicu meningkatnya proteksionisme perdagangan pangan di seluruh dunia. Moldova, Hongaria dan Serbia baru-baru ini juga melarang beberapa ekspor bahan makanan.
Pada tahun 2008, Vietnam yang biasanya peng-ekspor beras terbesar kedua di dunia, tiba-tiba mengumumkan akan memberlakukan larangan ekspor ke negara-negara lain. Â India dan Kamboja segera mengikutinya.
Dunia prihatin dengan hal ini tapi tidak akan bisa berbuat banyak selain mengeluh.
Tapi kita yakin itu hanya sementara. Seperti batubara , Indonesia akan segera mencabutnya setelah harga stabil. Itu cuma pelajaran bagi Konglomerasi  pemilik minyak goreng, mafia dan kartel agar jangan lagi bermain.