Rusia cukup tangguh untuk mengatasi embargo atau sanksi. Tidak akan banyak Pengaruhnya bagi rakyat biasa yang jauh dari perkotaan. Namun mereka yang sudah terbiasa dengan kemajuan teknologi akan sangat menderita.
Selain dunia yang menyebabkan "stagflasi" orang orang Rusia yang biasa hidup dalam "kemapanan" teknologi menjerit.
Dimulai dari 38 Milyarder Rusia yang terkena sanksi terpaksa "terbirit birit" menyelamatkan kekayaannya. Sebenarnya beberapa jam setelah Rusia memulai invasinya ke Ukraina pada tanggal 24 Februari, Presiden Vladimir Putin telah memanggil 37 pemimpin bisnis top negara itu ke Kremlin. Se tidak tidaknya 12 miliarder datang menghadiri.
Putin mengklaim dia tidak punya pilihan selain menyerang dan dia mengerti Rusia kemungkinan akan terkena sanksi.
Setelah Putin berbicara, dia dilaporkan meninggalkan ruangan tanpa mengizinkan pebisnis berkomentar atau bertanya.
Beberapa tokoh terkemuka Rusia telah menyatakan penentangan tapi sebagian besar dari mereka menghindar mengkritik Putin secara langsung dan menyalahkan Rusia.
Akan tetapi, dua oligarki atau miliarder Rusia di antara nama-nama orang terkaya Rusia, setelah itu meminta Putin untuk mengakhiri operasi di Ukraina.
Oleg Deripaska yang termasuk dalam daftar sanksi AS, mengatakan bahwa pembicaraan damai harus dimulai sesegera mungkin.
Oleg adalah raja logam yang sebelumnya sangat pro-Putin. Ia merilis pernyataan singkat yang menyerukan untuk mengakhiri perang. “Perdamaian sangat penting! Negosiasi harus dimulai sesegera mungkin!” tulis Deripaska desak Putin di Telegram.
Fridman membagi waktunya antara Moskow dan Inggris di mana memurut Forbes edisi Rusia memperkirakan kekayaannya mencapai $15,5 miliar.
The Sunday Times menempatkannya sebagai orang terkaya ke-11 di Inggris tahun lalu.
Mikhail Fridman yang lahir di barat Ukraina, menggambarkan peristiwa itu sebagai tragedi bagi rakyat kedua negara.
Mikhail Fridman, mengatakan, bahwa perang di Ukraina adalah "tragedi" dan menyerukan "pertumpahan darah" untuk diakhiri.
Mereka yang terbiasa mengunakan teknologi seperti Google dan Apple sangat merasakan kerugian. Sanksi Google yang disebut sebut sebagai penangguhkan menghentikan beberapa layanan di Rusia tanpa batas waktu.
Metode pembayaran dompet digital dan beberapa teknologi yang akrab dengan rakyat Rusia.
Di Rusia, penggunaan Apple dan Google Pay, termasuk kereta bawah tanah, cukup intens.Departemen transportasi umum Moskow telah memperingatkan penduduk kota selama akhir pekan bahwa mereka mungkin mengalami kesulitan menggunakan Apple Pay, Google Pay, dan Samsung Pay karena bank Rusia yang menangani transaksi termasuk yang terkena sanksi internasional.
Warga telah berebut untuk menggunakan uang tunai sebagai gantinya untuk tarif.
VTB yang menangani transaksi untuk dompet Apple Pay terpaksa mulai dengan manual.
Antrian panjang terbentuk di kereta bawah tanah.
Orang orang Rusia diluar negeri, pemakai Visa dan MasterCard (Kartu kredit turis Rusia) tidak dapat digunakan.
Hotel, pemilik restoran, pompa bensin menuntut pembayaran tunai dari orang Rusia.
"Kami telah menjadi negara yang tidak diinginkan di dunia," warga Rusia menuliskan kritik mereka di media sosial.
Protes yang menyebar ke 34 kota di Rusia menyebabkan 4.000 orang ditahan. Lebih dari 750 ilmuwan menulis surat reaksi ke Kremlin. "Perang ini tidak memiliki pembenaran, hentikan," kata beberapa wartawan Rusia.
Panggilan serupa datang dari lebih dari 3.000 guru Rusia.
"Apa yang akan kita katakan kepada siswa kita?"Lalu Kampanye tanda tangan berlanjut di 10 kota berbeda melawan perang.
Penutupan wilayah udara dan berbagai sanksi. Para pengusaha, atlet, artis, dan warga negara biasa menderita.
Pelarangan atlet dan artis Rusia dari semua organisasi internasional.
Pembekuan rekening pengusaha di luar negeri, penghapusan bank Rusia dari sistem SWIFT, serta ketidakmampuan warga Rusia untuk melakukan perjalanan ke Eropa.
Namun agaknya Putin tidak menghiraukan itu semua. Presiden Rusia itu tampaknya ingin menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulainya meski beresiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H