Mantan istri, (Ukraina) yang tidak tahu berterima kasih memihak preman Eropa ( NATO ) dan telah menyandera anak-anak mereka, etnis Rusia.”
Akibat pencitraan tersebut, dalam tiga minggu sejak perang dimulai, muncul perpecahan antara sikap resmi Indonesia, dan media sosial serta komentar online yang lebih bersimpati kepada Rusia, jika tidak langsung mendukung.
Indonesia memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk agresi Rusia serta keputusan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia yang membentuk komisi independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Presiden Joko Widodo juga menyerukan gencatan senjata dalam wawancara dengan Nikkei Asia pada 9 Maret, bergabung dengan resolusi PBB yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina
Yohanes Sulaiman, dosen hubungan internasional Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, mengatakan, persoalannya terletak pada ketidaksukaan sebagian orang Indonesia terhadap AS, memprotes perang Rusia di Chechnya dan serangannya ke Suriah.
Orang-orang Indonesia melihat AS menyerang Afghanistan dan Irak di masa lalu karena alasan yang dianggap dibuat-buat seperti konspirasi 9/11 dan kurangnya Senjata Pemusnah Massal yang digunakan sebagai dalih untuk perang di Irak.
“Ini berdampak pada mereka mempertanyakan kredibilitas sumber berita."
Banyak yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa begitu saja menerima berita dari AS tanpa membaca sisi lain – tetapi akar dari ini adalah ketidakpercayaan mereka terhadap AS secara umum.
Survei Pew Research Center di Washington, DC, menunjukkan sikap skeptis yang lebih besar terhadap AS di Indonesia dibandingkan dengan banyak negara lain di Asia Pasifik.
Sebuah studi Pew yang dirilis pada Februari 2020 menunjukkan hanya 42 persen orang Indonesia yang memiliki pandangan yang baik tentang AS, yang terendah dari enam negara yang disurvei.
Daya pikat pria macho Orang Indonesia juga cenderung melihat situasi di Ukraina melalui prisma konflik lain.