Polemik mengenai "JHT" Jamsostek mungkin sudah mereda.   Meski belum direvisi sepenuhnya Menteri Tenaga Kerja telah menyatakan ketentuan pengambilan JHT kembali kepada  semula, yaitu dapat diambil sebelum usia 56 tahun kalau sudah  PHK.
JHT dahulunya adalah THT dalam program ASTEK.
Pertama kali ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tanggal 05 Desember1977 menjadi program wajib bagi perusahaan untuk melindungi Pekerja.Â
Hari itu menjadi hari ulang tahun BP Jamsostek yang diperingati setiap tanggal 05 Desember.
Prof. Harun Zain  gelar Datuk Sinaro yang menjabat Menteri Tenaga Kerja tahun 1967 sampai 1977 adalah menteri yang mulai membuat program ASTEK.
Tapi saya mencatat, sebenarnya kelahiran program ini sudah enam tahun sebelumnya melalui Yayasan Dana Jaminan Sosial atau DDS tahun 1971 dan menjadi DJS dengan adanya ejaan baru tahun 1973.
Yayasan kecil ini diselenggarakan oleh Depnaker  bersifat sukarela. Pesertanya sangat sedikit, namun dicari perusahaan asing.Â
Diantaranya di Sumatera Pembangunan Jalan Lintas Sumatera dari Sw.Lunto/ Sijunjung (Simancung) -ke Sw. Tambang Jambi dan kemudian Solok- Padang oleh kontraktor dari Taiwan RSEA.
Yayasan Usaha Karya di pelabuhan pelabuhan untuk kesejahteraan TKBM atau tenaga kerja Bongkar Muat. DJS dilebur menjadi ASTEK dan otomatis bubar  karena sudah menjadi program wajib.
Sebetulnya Program Jaminan Sosial ada 3 macam.
Bantuan Sosial, Pelayanan Sosial dan kemudian Asuransi Sosial yang semuanya dilaksanakan pemerintah.Â
Tapi sekarang, Jaminan Sosial hanya dikenal sebagai Asuransi Sosial saja.
Taspen untuk pegawai negeri, Asabri untuk TNI-polri, Askes untuk mengelola program kesehatan dan AK Jasa Raharja untuk kecelakaan lalu lintas dan terakhir ASTEK untuk Pekerja.Â
Di Taspen dan Asabri ada program THT,AK dan Pensiun.Â
Pada ASTEK ada program THT,AK dan AKK tidak ada pensiun.Â
Iuran THT cuma 2.5 persen dari gaji  dan hanya bisa diambil di usia 55 tahun.
ASTEK pernah dipegang oleh orang dekat Soeharto yaitu Letjen (purn) Sutopo Yuwono dari BAKIN dan Astek menjadi terkenal ketika Soedomo menjadi Menteri Tenaga Kerja.
Setiap kunjungan ke perusahaan, Soedomo selalu menyempatkan diri, " sudah menjadi peserta Astek atau belum.."Kalau belum perusahaannya bisa 'diketok' oleh mantan Pangkopkamtib itu.
Dizaman Soedomo juga digagas perumahan pekerja menyaingi Perumnas. Â Namun tidak berlanjut.
PT.ASTEK yang kemudian menjadi Jamsostek dengan Undang Undang No.3 Tahun 1992 dan ditambahkan program JPK yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.Â
Dengan keluarnya Undang Undang SJSN ( Sistim Jaminan Sosial ) No.40 Tahun 2004 Â asuransi sosial di Indonesia di sederhanakan.
Jamsostek menjadi  BPJS Ketenagakerjaan dalam Undang-undang SJSN dan ASKES menjadi BPJS Kesehatan.
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diambil alih BPJS Kesehatan.
Sekarang disebut menjadi BP Jamsostek karena sering salah membedakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.Â
Program THT dalam SJSN berubah menjadi JHT dan Iurannya dari 2.5 persen menjadi 5.7 persen dimana 2 persen dibayar pekerja dan sisanya 3.7 persen oleh pemberi kerja.
Ditambahkan lagi program JP Â (Jaminan Pensiun) Â bagi pekerja.
Saya kira, program ini sangat bagus yang tujuannya agar tidak ada lagi ketimpangan jaminan pekerja dan ASN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H