Itu hanya jawaban asal dari saya saja hehe, penjelasan filosofi mengenai bakso tentu saya juga tidak mengetahui, asumsi saya adalah karena bakso adalah makanan yang disukai hampir semua kalangan.
Ramainya warung bakso saat lebaran sudah menjadi tradisi, salah satu warung bakso yang ada dekat dengan desa bernama "Warung Bakso Ojo Lali" setiap lebaran pasti akan menambah kapasitasnya dengan menyulap halaman SD yang berada di sebelahnya menjadi bagian dari warung bakso tersebut.Â
Tahun Ini Berbeda.
Sayangnya pemandangan warung bakso yang ramai tak bisa ditemui di lebaran tahun ini, dikarenakan adanya pandemic covid 19, terlebih salah satu warga dari desa saya ada yang kabur dari Jakarta menjadikan desa saya zona merah covid-19.
Cerita lengkapnya bisa anda baca di "Mendadak Lockdown, Warga Desa Sengon Tak Bisa Shalat Ied Berjama'ah"
Saya berkesempatan berbincang dengan pemilik warung bakso ojo lali, menurut beliau pendapataannya pengunjung di tahun ini sangat menurun, bangku bangku yang telah disediakan di halaman SD menjadi percuma.
Penurunan pengunjung ini terasa semenjak bulan ramadhan lalu, jika biasanya di akhir bulan ramadhan banyak warga yang mudik, dan buka puasa  bersama (bukber) di warung bakso tersebut, pada tahun ini tidak terjadi hal tersebut, karena kebanyakan orang tidak mudik.
Malam takbiran memang cukup ramai, tapi tetap tak seramai tahun tahun sebelumnya, dan saat diumumkan jika desa tetangga ada yang positif covid-19. Para pengunjung langsung mengurungkan niatnya untuk mengunjungi saudaranya
"Duh kayong ana-ana bae"
Ungkap si pemilik usaha warung bakso ini, kalimat bahasa jawa ngapak ini artinya dalam bahasa Indonesia adalah "duh, ada ada saja",