Mohon tunggu...
Yudi Kurniadi
Yudi Kurniadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja

Pekerja konstruksi dan penikmat sepakbola yang lagi suka menulis. Here We Go!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menanti Sebuah Harapan di Desa Buniseuri Ciamis

18 April 2020   18:52 Diperbarui: 18 April 2020   19:03 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesjid Al Munawar, Buniseuri, Kabupaten Ciamis. (Foto: Humas Ciamis)

"Desaku yang kucinta, pujaan hatiku, tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku, tak mudah kulupakan, tak mudah bercerai, selalu kurindukan, desaku yang permai, wow! "

Itulah sebait lagu anak-anak gubahan L Manik yang populer ditahun 80-an ini, pada lagu tersebut kita serasa dibawa pada suasana tempat yang sejuk, subur dan tenang karena rasa kekeluargaan para penduduknya yang begitu kental dan harmonis, alamnya yang penuh dengan hamparan sawah dan tanaman hijau lagi subur serta jauh dari polusi, kebisingan dan hiruk pikuk kota besar.

Desa Buniseuri, ya itulah desaku yang berada di Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis, lebih tepatnya sebelah Utara dari alun-alun Ciamis. Cukup mudah sekali akses menuju desa kelahiranku itu, dari terminal bus Ciamis tinggal naik mobil yang jurusan ke Cirebon, Kawali, Panjalu dan Lumbung hanya dengan ongkos 5.000 ribu rupiah.

Aku hidup dan besar di Desa Buniseuri . Masyarakatnya sebagian besar bekerja sebagai buruh, bekerja diluar kota maupun luar negri. Meski pesawahan cukup luas kaum muda lebih memilih merantau di Jakarta atau ke kota besar lainnya dengan menjanjikan penghasilan yang lebih besar dan pastinya untuk gengsi penampilan fisik; pakaian bermerk, gadget terbaru, kendaraan. Meskipun begitu mereka tidak lupa akan ajaran agama hidup sederhana bukan bermegahan yang berlebihan.

Kesempatan kerja di kota yang lebih besar baik di sektor formal maupun informal membuat masyarakat desa, khususnya kaum muda (generasi milenial) yang memiliki tingkat pendidikan relatif lebih tinggi dibanding orangtuanya memilih pergi ke kota untuk mencari taraf hidup yang lebih baik.  

Maka saya selalu merindukan suasana di desa, ketika sebulan penat berada di Jakarta, saya harus segera pulang untuk kembali menyegarkan semangat dan pikiran. Rasanya jika tidak demi sebuah tuntutan, sudah dari dulu saya ingin segera mengabdikan diri di kampung halaman, berbagi ilmu pengetahuan, atau membuka usaha.

Saat ini saya masih berada di pusaran waktu yang membuat saya harus mengencangkan ikat pinggang, agar bisa segera keluar mendobrak segala kepenatan. Meskipun saya masih melajang diumur yang akan menginjak 36 tahun dengan bermodalkan keinginan sebagai anak yang berusaha berbakti kepada orang tua.Tentulah harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menyuplai semangat agar tidak segera kendur dan patah semangat.

Namun saya berharap kedepannya, program-program yang ada di Desa Buniseuri bisa diupayakan dan didorong secara maksimal, meski saat ini perubahan belum sepenuhnya dirasakan, tapi saya yakin suatu saat dengan ketekunan desa saya akan mempunyai daya magnet yang mampu menahan dan sekaligus menarik para kaum mudanya untuk tidak lagi meninggalkan desa.

Sehingga nantinya akan semakin mendorong kemajuan ekonomi masyarakatnya itu sendiri. Lambat laun, kesejahteraan warga desa saya mulai menunjukkan perubahan dari sektor usaha. Amin...

Desa Buniseuri Dengan Asal usulnya

Konon sejarahnya, nenek moyang yang membangun desa ini menurut kisah yang dikutip oleh blog Deddy Bits, orang yang pertama kali membuka tanah hutan untuk kemudian dijadikan tempat pemukiman, lahan pertanian dan pesawahan adalah seseorang yang bernama "JAKALALANA" . Beliau berasal dari daerah Cirebon yang dari tempat asalnya kemudian pergi berkelana karena tidak mau tunduk kepada kompeni Belanda yang lagi berkuasa di Bumi Nusantara.

Dalam pengembaraannya kemudian beliau menetap dan membuka lahan hutan kemudian digunakan untuk pemukiman dan pertanian. 

Sewaktu beliau membuka lahan hutan, alat yang dipergunakannya adalah berbentuk golok yang bagi orang tatar pasundan alat itu dikenal dengan sebutan "BEDOG". Karena alat yang beliau pergunakan untuk membuka lahan hutan berbentuk Bedog (golok) maka kemudian beliau dikenal dengan julukan "Bapa Bedog", yang sewaktu  meninggal di makamkan di daerah Cipeuteuy. Oleh karena itu tidak heran makam yang ada dilingkungan Cipeuteuy dikenal dengan sebutan "Makam Bapa Bedog".

Nama "Buniseuri" itu sendiri menurut catatan sejarah pertama kalinya dikenal pada jaman yang berbeda sewaktu seorang bangsawan bernama Raden Suraita yang sedang diburu dan dicari-cari oleh musuhnya dari Kerajaan Mataram, kemudian ia tiba di suatu tempat. Disana ia mendengar ada yang menertawakan, namun orangnya tidak nampak. Maka dinamailah oleh  beliau tempat tersebut dengan sebutan "Buniseuri" berasal dari kata Buni ( Tersembunyi) dan Seuri (Tertawa).

Tempat dimana beliau bersembunyi ada suatu sumber mata air yang kemudian oleh Beliau diberi nama "Cibuniseuri" yang sampai saat ini sumber mata air tersebut masih ada dan dijadikan sebagai tempat pemandian umum dan saat ini letaknya di Kampung Kidul, yang berjarak sekitar 1000 meter disebelah Barat Daya dari pusat kota Desa Buniseuri.

Selain itu, menurut cerita para leluhur yang turun temurun kepada para orang tua, di Pemandian Cipeuteuy sekarang letaknya di wilayah kota Buniseuri sebelah utara, pada waktu-waktu tertentu sampai saat ini kadang-kadang terdengar ada suara-suara seperti orang tertawa namun mahluknya tidak nampak dan mengaku bernama Centring Manik Mojang Mande / Mojang Cinde.

Konon menurut cerita, bagi mereka yang mempunyai maksud atau keinginan apa saja bisa mandi di Pemandian Cipeuteuy ini untuk 'ngalap berkah'. Terutama yang belum mempunyai jodoh dan yang menginginkan jabatan tertentu, apa bila mandi di Pemandian Cipeuteuy ini Insya Alloh dengan seijin Alloh SWT. Bakal terkabul.   Wallohuallam.

Itulah gambaran sepintas asal usul desaku. Dan, yang senantiasa aku bangga-banggakan didepan teman-temanku seperantauan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun