Dalam pengembaraannya kemudian beliau menetap dan membuka lahan hutan kemudian digunakan untuk pemukiman dan pertanian.Â
Sewaktu beliau membuka lahan hutan, alat yang dipergunakannya adalah berbentuk golok yang bagi orang tatar pasundan alat itu dikenal dengan sebutan "BEDOG". Karena alat yang beliau pergunakan untuk membuka lahan hutan berbentuk Bedog (golok) maka kemudian beliau dikenal dengan julukan "Bapa Bedog", yang sewaktu  meninggal di makamkan di daerah Cipeuteuy. Oleh karena itu tidak heran makam yang ada dilingkungan Cipeuteuy dikenal dengan sebutan "Makam Bapa Bedog".
Nama "Buniseuri" itu sendiri menurut catatan sejarah pertama kalinya dikenal pada jaman yang berbeda sewaktu seorang bangsawan bernama Raden Suraita yang sedang diburu dan dicari-cari oleh musuhnya dari Kerajaan Mataram, kemudian ia tiba di suatu tempat. Disana ia mendengar ada yang menertawakan, namun orangnya tidak nampak. Maka dinamailah oleh  beliau tempat tersebut dengan sebutan "Buniseuri" berasal dari kata Buni ( Tersembunyi) dan Seuri (Tertawa).
Tempat dimana beliau bersembunyi ada suatu sumber mata air yang kemudian oleh Beliau diberi nama "Cibuniseuri" yang sampai saat ini sumber mata air tersebut masih ada dan dijadikan sebagai tempat pemandian umum dan saat ini letaknya di Kampung Kidul, yang berjarak sekitar 1000 meter disebelah Barat Daya dari pusat kota Desa Buniseuri.
Selain itu, menurut cerita para leluhur yang turun temurun kepada para orang tua, di Pemandian Cipeuteuy sekarang letaknya di wilayah kota Buniseuri sebelah utara, pada waktu-waktu tertentu sampai saat ini kadang-kadang terdengar ada suara-suara seperti orang tertawa namun mahluknya tidak nampak dan mengaku bernama Centring Manik Mojang Mande / Mojang Cinde.
Konon menurut cerita, bagi mereka yang mempunyai maksud atau keinginan apa saja bisa mandi di Pemandian Cipeuteuy ini untuk 'ngalap berkah'. Terutama yang belum mempunyai jodoh dan yang menginginkan jabatan tertentu, apa bila mandi di Pemandian Cipeuteuy ini Insya Alloh dengan seijin Alloh SWT. Bakal terkabul. Â Wallohuallam.
Itulah gambaran sepintas asal usul desaku. Dan, yang senantiasa aku bangga-banggakan didepan teman-temanku seperantauan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H