Di hadapan kolega prof Kridda, dan sebagian kerabatnya , di depan teman-teman Indonesiaku yang ada di Bangkok, kami menyampaikan rencana kami tahun depan. Setelah meresmikan pernikahan di Indonesia, kami akan pindah ke Amerika. Prof Kridda ditawari menjadi pengajar dan mengerjakan proyek di salah satu universitas negeri Donald Trump itu.
Aku melihat wajah Ardi ketika mendengar rencana kami.
Matanya menatapku dengan bangga. Ada perasaan yang berbeda aku tangkap dalam tatapannya. Semenjak keluar dari rumah sakit, akibat kecelakaan waktu itu, komunikasi di antara kami memang nyaris tidak ada. Senyumnya masih seperti dulu dan sebentar lagi aku akan pergi jauh dari Ardi. Pria yang begitu diharapkan oleh orang tuaku untuk menjagaku itu kini terlihat semakin dewasa. Setiap kali menatap dirinya seperti ini, bayangan kenangan indah kembali muncul di hadapan. Beberapa saat bahkan aku tidak jelas mendengar kata-kata prof Kridda disampingku.
Meskipun tidak ada kata-kata yang terucap dari mulut Ardi, matanya seperti menyampaikan sesuatu padaku.
"Nun, terbanglah ... terbanglah lebih jauh"
"Sayapmu telah tumbuh menjadi besar dan kuat ..."
"Aku yakin kamu akan bisa menaklukkan dunia ini ...."
"Ingatlah selalu janji kita waktu itu..."
"Ketika matahari pagi mulai menyinari pepohonan dan danau itu ... kehidupan pun dimulai"
"Burung-burung dengan sayap kecilnya mulai bersuara dan menyanyikan lagu kita"
"Satu burung sangat bersemangat menyambut dunia"