Mohon tunggu...
Yudi Hamdan Dardiri
Yudi Hamdan Dardiri Mohon Tunggu... Guru - Matematika

SMPN 2 Talaga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Kompetensi Sosial dan Emosional (Mulai dari Diri)

22 Juli 2021   19:48 Diperbarui: 22 Juli 2021   20:51 5622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam mengenal muridnya adalah dengan coba merefleksi diri apa yang pernah terjadi dalam lingkungan sekolah yang melibatkan social emosional guru.

1. Sebagai pendidik, Anda tentu pernah berada dalam situasi sehari-hari yang menuntut Anda untuk dapat mengelola emosi Anda. Ceritakan:

a. Apa yang terjadi?

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda satu salam lain yang tidak bisa kita paksakan untuk mengikiti kehendak kita atau kehendak yang lain. Mereka harus hidup merdeka sesuai keunikkannya masing-masing. Tetapi terkadang ada saat yang menuntut kita melibatkan emosi dan membutuhkan kompetensi social. Di awal masuk pelajaran matematika kelas 8 saat tersebut, saat mengenal lebih dalam setiap individu setiap anak dalam satu kelas. Satu persatu setiap anak memperkenalkan diri mereka. 

Setiap anak menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, cita-cita dan hobbi. Tiba di satu anak laki-laki yang duduk berada barisan kedua dari belakang kelompok ketiga dari kanan. Bukannya mengenalkan dia diam seribu bahasa. Semua teman-teman pada melirik dan diam juga. Saya ada apa nak? Coba perkenalkan namu diam malah diam dan mau menangis.

 Dengan berbagai usaha yang dilakukan supaya tumbuh keberanian untuk hanya mengenalkan diri dengan sebuah kata tetap diam malah makin menundukkan kepala dan memasukan badannya ke sela-sela antara meja dan kursi. Saya coba mengubah permintaan yang awalnya dengan lisan. 

Jika tidak berani coba tulis saja namamu di buku terus setorkan ke bapak biar bapak lihat. Makin ricuh dan gaduhlah teman-teman semua. Dan anak laki-laki pun tersebut malah menangis. Langsung coba saya menenangkan semuanya dan meminta anak tersebut untuk tenang. 

Saya bilang nanti kita ngobrol saja ya di belakang jika kamu merasa canggung di teman-teman yang lainnya. Saya bawa di ruang guru untuk berbagi dan menggali informasi lebih dalam tentang anak tersebut. 

Rupa-rupanya anak tersebut tidak bisa membaca dan menulis. Saya Tanya kepada teman-teman tidak ada yang dekat dengan dia. Saya coba berdiskusi dengan wali kelas untuk mengadakan home cek dan ricek kepada kedua orang tuanya. Di waktu istirahat di hari yang sama saya langsung berinisiatif mengunjungi orang tuanya. 

Dan mengajak berdiskusi terkait anaknya. Ibu malah sedikit berkaca-kaca dan bilang seperti ini "Bapak kan di sekolah itu anak yang pintar dan ada yang bodoh. Dan anak sayalah yang temasuk yang bodoh tidak bisa apa-apa" sudah pak kami pun sudah tidak ambil pusing karena sudah cape. Saya mah nitip saja yang penting anak saya pagi-pagi pergi sekolah sama seperti  anak-anak yang lain bisa duduk di bangku sekolah dan mendapatkan ijasah".

b. Apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda katakan dan lakukan?

Saya berkata "Ibu maaf anak itu tidak ada yang bodoh, maaf bukan saya menggurui ibu. Allah menciptakan setiap anak dengan kelebihannya dan sempurna sama dengan anak-anak yang lain. Kita sebagai orang tua tidak boleh mengatakan hal-hal negative kepada anak kita. Karena itu menjadi doa dan akan terbentuk bagi mereka. 

Kami pihak sekolah hanya mau berusaha untuk membantu. Mari kita sedikit demi sedikit sama-sama kita rubah anak ibu. Bu, anak di sekolah itu hanya sebentar yang paling lama, apalagi kalau libur kami sekolah tidak dapat mengetahui perkembangan setiap anak didik. 

Yang paling lama dan yang bisa merubah adalah di lingkungan rumah, ibu, bapak kakak dan semua yang ada di rumah yang hidup bersama dia". walaupun dengan berbagai kata dan usaha yang dilakukan untuk mengubah pemikiran orang tuanya tetap tak bergeming. Pantas anak melakukan hal tersebut karena bisa jadi itu diakibatkan pola pendidikan dan pola asuh orang tua yang selalu memposisikan mereka seperti begitu. Sehingga anak tidak mau berubah untuk mengikuti kehidupan seperti layaknya seusianya. Pada akhirnya anak merasa nyaman dengan perlakuan orang tuannya.

Di perjalanan kami mengobrol untuk setidaknya kita harus berusaha mengubah anak tersebut. Jangan menyerah sebelum segala usaha dikerahkan. Di saat itulah emosi dan peran social seorang guru harus dimainkan. Kita berpikir jika dibiarkan kasihan terhadap anak tersebut. Jika tersu dibiarkan akan berimbas terhadap orang tuanya sendiri. Mungkin mereka belum mengerti  sehingga hanya berpikir yang penting anak anteng.

c. Apakah yang Anda lakukan efektif? Misalnya, apakah membuat Anda merasa lebih bahagia, hubungan Anda dengan orang lain lebih baik, atau dampak positif lainnya. Jika "Ya", jelaskan jawaban Anda. Jika belum, apa yang terjadi? Apa yang ingin Anda perbaiki atau tingkatkan?

Beberapa hari kemudian saya harus masuk lagi ke kelas tersebut. Saya sudah mempersiapkan beberapa gambar bilangan yang akan menstimulus anak tersebut untuk menyebutkan angka berapa tersebut. Seperti biasanya ketika disela-sela teman-teman yang lain mengerjakan soal-soal untuk mendalami materi yang sudah dibahas. Saya coba mendekatinya dan terus mengajak mengobrol walaupun tidak pernah dijawab hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah beberapa lama akhirnya ada kata juga terucap walaupun hanya beberapa kata. Ini percakapan yang berlangsung. Saya samarkan namanya.

Saya bertanya "Ade, punya kakak?. 

Dia menjawab "ya".  

Hati bahagia selama ini tidak pernah anak satu kata pun yang terucap akhirnya berkata juga. Terus saya lanjutnya dengan pertanyaan selanjutnya.

"kakak berapa De" Tanya saya.

"Satu" Jawabnya.

"Alhamdulillah, akhirnya" dalam hati.

Kalau sudah ada kata berarti sebenarnya dia bisa diajak komunikasi. Saya yakin sebenarnya jika anak tersebut diusahakan pasti bisa berubah. Ini kesempatan untuk meyakinakan saya apakah benar anak tersebut tidak bisa baca seperti apa yang diungkapkan semua guru yang mengajarnya. Saya lanjutkan dengan memperlihatkan gambar tulisan yang ada angkanya. Dibuku matematika ada beberapa paragraph yang bertuliskan angka 1000. Dan saya coba tanyakan.

"De, ini angka beberapa?"Tanya saya. Pada awalnya dia tidak mau sama sekali menjawab. Saya terus membujuknya.

"Ayo de tidak apa-apa jangan takut dan malu. Tenang saja yang lain kan sedang mengerjakan hanya bapak yang tahu. Bapak yakin Ade pintar dan pasti bisa".

"100" jawabnya.

"Ya, berarti sepertinya pasti bisa" dalam hati.

Saya tidak melanjutkan percakapan karena terlihat dia sudah merasa tidak nyaman dan kebetulan ada beberapa siswa lain yang bertanya.

Pertemuaan selanjutnya dia tidak pernah hadir lagi ke sekolah karena katanya takut ditanya lagi. Ya Allah harus bagaimana ini. Menghubungi orang tuanya jawabnya seperti yang kemarin sudah angkat tangan tidak mau pusing. Malah menyalahkan makanya jangan banyak bertanya pada anak saya. Saya coba bawa ke forum diskusi guru, sama semua sudah pada bingung karena orang tuanya sendiri sudah angkat tangan. Di sekolah kami tidak ada guru bimbingan konseling jadi jika ada masalah kita berusaha secara kesepakatan untuk menghadapinya.

2. Anda tentu juga pernah berada dalam situasi menantang saat berhubung an dengan murid-murid. Refleksikan:

a. Apa yang terjadi?

Harus mengajak ke sekolah anak yang sudah masuk dengan komunitas anak PUNK. Ada anak perempuan yang tinggal satu semester lagi mau keluar dari sekolah. Bahkan sudah beberapa hari tidak masuk sekolah ketika dikunjungi ke rumahnya. 

Rupanya anak tersebut korban perceraian. Anak tersebut mencari ketenangan dengan bergaul dengan teman yang sudah tidak bersekolah dan akhirnya  masuk dan terbawa ke anak PUNK. Bahkan ketika home visit pun anak tersebut sudah beberapa hari tidak pulang. 

Di sana hanya ada ibunya. Dan dia pun tidak tahu kemana anaknya. Dia hanya mengira anaknya pergi ke bapaknya yang berbeda desa. Ketika ditanyakan ke teman-teman yang satu wilayah. Katanya tidak ikut ke bapaknya. Tetapi suka kelihatan bareng bersama anak PUNK.

b. Apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda katakan dan lakukan?

Saya sangat kaget dan kasihan. Bagaimana masa depannya jika anak perempuan sudah masuk ke dunia anak PUNK yang sudah banyak berita negative tentang PUNK. Anak harus selalu menjadi korban ketika orang tuanya bercerai. Saling melempar kewajiban, saling tidak mau bertanggung jawab dan akhirnya anak mencari perhatiaan dari yang lain. 

Saya katakan pada Ibunya bahwa anaknya sudah beberapa hari tidak sekolah. Pihak sekolah merasa khawatir jika anak sakit atau ada apa-apa. Ibunya hanya berkata oh ya nanti jika pulang saya suruh sekolah. tak terlihat kehawatiran dan kecemasan dari raut muka. Malah tenang-tenang saja. Selain mengunjungi ke rumahnya. Saya pun meminta bantuan pada teman-teman yang rumahnya dekat jika bertemu dengan dia untuk memintanya ke sekolah.

c. Apakah yang Anda lakukan efektif? Jika "Ya", berikan alasan untuk jawaban Anda. Jika belum, apa yang ingin Anda perbaiki atau tingkatkan

Minggu besok nya dia ke sekolah beberapa hari. Tetapi sangat disayangkan pandemic pada saat itu menyebar kembali dan akhir sekolah harus daring lagi. Sehingga pembelajaran tatap muka harus dihentikan. Dari beberapa minggu selama pembelajaran secara daring anak tersebut tidak pernah hadir dan tugasnya tidak masuk satu pun. Saat kami berkunjung kembali ke rumahnya untuk menanyakan kehadiran dan tugas-tugas yang tidak masuk. Ketika berkunjung sekitar jam 10 lebih. Ibunya bilang bahwa dia baru pulang dan di jam tersebut sedang tidur. Ibunya malah bilang sekarang mah terserah sekolah kalau mau dikeluarkan silahkan saja dan ibunya pun sudah cape ngurusnya mau disuruh kerja saja. Sekolah bersikeras untuk tetap mempertahankan supaya dia tamat dari SMP dan mendapatkan Izasah. Sekolah siap membantu kasihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun