Mohon tunggu...
Yudianto Soeharli
Yudianto Soeharli Mohon Tunggu... -

beruangdekil.wordpress.com Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara Iba dan Dusta, Pelajaran Berharga dari Drama Penganiayaan Ratna Sarumpaet

29 Oktober 2018   21:10 Diperbarui: 3 November 2018   07:25 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cnnindonesia.com

Publik kembali digegerkan dengan berita yang membanjiri lini masa.

Bagaimana tidak, seorang aktivis HAM berusia 70 tahun dikabarkan  menjadi korban penganiayaan. Sontak publik mengecam keras para pelaku  yang dengan kejamnya membuat ibu mertua Rio Dewanto ini babak belur.

Tidak tanggung-tanggung, tokoh masyarakat mulai dari aktris,  politikus, sampai calon presiden seakan berlomba-lomba menyampaikan  belasungkawa dan rasa iba yang mendalam. Berita itu kemudian 'digoreng'  oleh media massa dan media sosial. Viral-lah berita itu.

Sempat dikabarkan berbohong, tokoh terkemuka seperti Prabowo  Subianto, Fadli Zon, Rachel Maryam, Fahri Hamzah, bahkan Rocky Gerung  berada di garis paling depan membela rekan mereka. Bahkan, ada yang  menyebut kekerasan ini dilakukan oleh lawan politik.

Namun, semua berubah setelah pengakuan dilontarkan.

***

Berita yang tadinya bernuansa duka bercampur amarah, dalam sekejap berubah genre menjadi drama komedi. Semua berbalik menyerang Ratna Sarumpaet akibat dusta yang dirancangnya.

Ternyata benar, drama penganiayaan tragis itu hanyalah cerita  khayalan yang dibisikkan entah oleh setan mana kepadanya. Hujatan dan  makian memenuhi kolom komentar pada setiap berita, kendatipun beliau  sudah meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

Masalah sudah selesai, namun celotehan netizen terus berlanjut. Tragisnya,

hampir tidak ada celotehan yang konstuktif, sebaliknya destruktif dan provokatif.

Padahal, di balik kisah ini banyak pelajaran berharga yang dapat kita  ambil bila saja kita tidak memenuhi pikiran kita dengan emosi.

Mengutip perkataan Ratna Sarumpaet di dalam pengakuannya:

"Mari kita semua mengambil pelajaran dari kejadian ini..."

Inilah pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari drama penganiayaan Ratna Sarumpaet:

1) Jangan mudah termakan hoax

Jangankan netizen yang polos, politisi dan kaum intelektual saja bisa terhanyut dalam drama ini.

Jadilah pembaca yang cerdas. Perkembangan  teknologi informasi memungkinkan informasi tersaji begitu cepat dan  mudah. Hampir semua orang bisa menulis berita, termasuk berita bohong.

Jangan menelan informasi mentah-mentah. Berita hoax sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga menarik mata, memikat hati dan menyulut emosi.

Selalu cari informasi pembanding. Pikir menggunakan logika, bukan dengan jari.

Tugas kita bukan memblokir orang lain untuk menulis dan menyebarkan berita hoax, melainkan menyaring, menguji dan membagikan informasi yang merupakan kebenaran dan bermanfaat bagi orang lain.

2) Kebohongan satu akan memunculkan kebohongan berikutnya

Drama penganiayaan ini bermula dari  kebohongan. Beliau merancang alasan jadi-jadian untuk mengantisipasi  pertanyaan anaknya saat melihat muka lebam-lebam akibat operasi plastik.  Kebohongan itu berlanjut hingga satu minggu karena terus menerus  dikorek.

"Dan saya nggak tahu kenapa, dan saya  nggak pernah membayangkan bahwa saya akan terjebak dalam kebodohan  seperti ini. Saya terus mengembangkan ide pemukulan itu dengan beberapa  cerita," ujarnya.

Semakin dikorek, kebohongan itu akan  semakin menjadi-jadi. Kebohongan kecil itu memberikan efek domino dan  sampai ke telinga orang tertentu dan BOOM! Kebohongan ini kepalang menyentuh point of no return.

Maju kena, mundur kena. Ratna Sarumpaet tidak berkutik, alias skak mat. Beliau tidak dapat berkelit sampai kebenaran terkuak dengan sendirinya. Cepat atau lambat, kebenaran pasti tersingkap.

3) Minta maaf lebih baik daripada minta pembelaan

Sesungguhnya Ratna Sarumpaet masih  memiliki satu opsi lagi. Beliau bisa berdalih bahwa operasi plastik yang  dilakukannya itu dalam rangka menyembuhkan luka pasca penganiayaan.  Atas tuduhan yang dilontarkan orang-orang, dia bisa membawa pengacara,  meminta pembelaan, dan menuntut balik dengan tuduhan pencemaran nama  baik.

Walaupun terdengar agak konyol, setidaknya masih masuk akal.

Tapi tidak. Beilau tidak melakukan itu, malahan beliau memilih untuk mengatakan,

"Bohong itu sebuah perbuatan salah dan saya tidak punya jawaban mengatasi kebohongan kecuali mengakui dan memperbaikinya."

Melanjutkan kebohongan hanya akan  memperparah keadaan dan membuat malu lebih banyak orang. Yang mana kita  sudah tahu ujungnya, kejatuhan yang semakin parah. Pilihannya sangat  tepat, mengakui dan memperbaikinya.

4) Jangan sia-siakan kepercayaan

Akibat ulahnya tersebut, Ratna Sarumpaet  diberhentikan dari tim kampanye salah satu kandidat bakal calon presiden  -- wakil presiden. Itulah konsekuensi dari kebohongan, kehilangan  kepercayaan.

Entah apa pun motifnya, dia sudah  kehilangan kepercayaan. Bayangkan, orang yang sudah membelanya  habis-habisan malah ditusuknya dari belakang.

Butuh waktu seumur hidup untuk membangun  kepercayaan, namun hanya butuh beberapa detik untuk meruntuhkannya.  Jauhkanlah kebohongan dari diri kita.

5) Komentarmu memperlihatkan siapa dirimu

Sungguh miris melihat pendapat pada  kolom-kolom komentar. Hampir semua berisi hujatan. Hampir tidak ada  ungkapan apresiasi atas itikad baiknya untuk meminta maaf.

Komentar kita menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya, pembawa berkat atau pecundang.

Tidak heran orang jahat menjadi semakin jahat, karena takut dihujat netizen.

"Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?"

 

Pelajaran tidak hanya bisa didapat dari kesuksesan orang tetapi juga  dari kegagalannya, supaya kita tidak terpeleset di tempat yang sama.

Artikel sudah dipublikasikan di: https://www.ributrukun.net

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun