Saya tiba di Pantai Pandawa selepas waktu dzuhur, sekitar pukul satu siang. Cukup lama memang kalau saya harus menunggu senja sampai petang. Tapi, keunikan pantai ini yang membuat saya enggan meninggalkannya. Apalagi, bukit-bukit di pantai ini dihiasi dengan patung-patung Pandawa Lima. Pemandangan yang jarang dimiliki oleh setiap pantai. Sesekali, saya googling tentang penjelasan dari karakter Pandawa Lima yang ada di cerita Mahabharata ini.
Selain karena keindahan dan keunikannya, Ibu pemilik warungnya bersikap sopan dan ramah kepada saya. Kita mengobrol seperti orang yang sudah lama kenal. Biasanya saya enggan untuk menceritakan tentang diri saya kepada orang yang baru saya kenal. Baik itu orang yang lebih tua atau yang seumuran. Terkadang, saya sengaja bersikap kaku atau menjawab seadanya, kalau tiba-tiba ada orang asing yang bertanya tentang kehidupan pribadi saya.
Tapi, berbeda dengan Ibu warung ini. Saya lepas saja bercerita dan menjawab setiap pertanyaannya. Saya gak merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sepertinya hanya pantas ditanya oleh orang yang sudah lama kenal. Saya juga bertanya balik tentang keluarga dan usaha warungnya. Ibu warung ini pun saya rasa menjawabnya dengan jujur dan tulus.
Tiba-tiba ...
“Lho Ibu kok beres-beres? Kaya yang mau nutup warung."
“Oh iya, dek. Warungnya memang mau tutup. Udah mau jam empat sore”
“Lho, emangnya kenapa, Bu?” Bukannya warung di pinggir pantai tutupnya sampe malem?”
”Iya. dek. Ada yang sampe malem, tapi gak sampai malem banget. Ada juga yang cuma sampe sore.”
“Ibu gak rugi. Semakin sore, biasanya pengunjung pantai semakin banyak. Banyak yang mau lihat sunset, kan.”
“Oh iya, dek.”
“Terus saya gimana, Bu. Saya rencana mau sampe sore juga. Mau liat sunset.”