Mohon tunggu...
Yudi Rahmatullah
Yudi Rahmatullah Mohon Tunggu... Freelancer - Travel Writer

Reading for writing, Traveling for sharing

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Pantai Pandawa, Sebuah Warung Tutup Sebelum Pukul 4 Sore, Ada Apa Ya?

14 April 2020   19:00 Diperbarui: 14 April 2020   20:53 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah warung di Pantai Pandawa, dok. pribadi

Saya sudah sering mendengar Pantai Kuta bahkan semenjak saya masih kecil. Kayanya dulu Bali hanya identik dengan Pantai Kuta. 

Rasanya, belum disebut sudah ke Bali kalau belum ke Pantai Kuta. Anggapan itu yang akhirnya membimbing langkah saya untuk menuju pantai ini sebelum main ke tempat-tempat wisata yang sedang hits lainnya di Bali.

Setelah berfoto dan membagikan keindahan Pantai Kuta ke media sosial saya. Barulah saya mengikuti rekomendasi dari seorang kenalan saya di Bali untuk mengunjungi Pantai Pandawa.

Setelah menyewa motor dan menyiapkan power bank, saya langsung menuju Pantai Pandawa. Di google maps, perjalanan dengan menggunakan motor hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Pantai Kuta. Tanpa pikir panjang, saya langsung menyusuri jalan yang diarahkan oleh si google maps.

Note:

  1. Kayanya di google maps jalur untuk motor dan mobil berbeda. Kecuali ke jalan tol, lebih baik mengikuti jalur mobil agar tidak diarahkan ke jalan-jalan gang yang kadang bikin bingung.
  2. Papan petunjuk jalan sebenarnya sudah tersedia dengan jelas di Bali, hanya saja untuk lebih memantapkan, di permulaan jalan saya melihat-lihat jalur yang akan saya lalui dengan menggunakan google maps.

Semakin jauh, perjalanan saya semakin menanjak seperti ke daerah perbukitan. Saya jadi merasa ragu untuk melanjutkan. Takut malah nyasar. Tapi, di google maps memang jalurnya benar. Dan, kekhawatiran saya hilang setelah melihat beberapa petunjuk jalan ke arah Pantai pandawa.

Ternyata, Pantai Pandawa ini memang berada di balik perbukitan. (Mungkin) sebuah bukit kapur. Karena, bukitnya terlihat lebih berwarna putih keabu-abuan, bukan warna tanah pada umumnya.

Luar biasa. Pemandangan di pantai ini ternyata lebih eksotis dari Pantai Kuta. Dari kejauhan hamparan laut dan langit terlihat jelas seperti batu permata biru. Jernih dan berkilauan. Wow!

Keindahan Alam Pantai Pandawa, dok. pribadi
Keindahan Alam Pantai Pandawa, dok. pribadi
Saya kemudian memilih sebuah warung untuk beristirahat dan makan siang.

Karena mata terus dimanjakan oleh pemandangan alam sekitar. Saya jadi penasaran bagaimana warna alam di pantai ini saat menjelang senja. 

Saya hanya ingin melihat perbedaannya di saat siang dan petang. Apakah sama cantiknya? Kemudian, saya memutuskan untuk menunggu senja di warung yang sama.

Saya tiba di Pantai Pandawa selepas waktu dzuhur, sekitar pukul satu siang. Cukup lama memang kalau saya harus menunggu senja sampai petang. Tapi, keunikan pantai ini yang membuat saya enggan meninggalkannya. Apalagi, bukit-bukit di pantai ini dihiasi dengan patung-patung Pandawa Lima. Pemandangan yang jarang dimiliki oleh setiap pantai. Sesekali, saya googling tentang penjelasan dari karakter Pandawa Lima yang ada di cerita Mahabharata ini.

Selain karena keindahan dan keunikannya, Ibu pemilik warungnya bersikap sopan dan ramah kepada saya. Kita mengobrol seperti orang yang sudah lama kenal. Biasanya saya enggan untuk menceritakan tentang diri saya kepada orang yang baru saya kenal. Baik itu orang yang lebih tua atau yang seumuran. Terkadang, saya sengaja bersikap kaku atau menjawab seadanya, kalau tiba-tiba ada orang asing yang bertanya tentang kehidupan pribadi saya.

Tapi, berbeda dengan Ibu warung ini. Saya lepas saja bercerita dan menjawab setiap pertanyaannya. Saya gak merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sepertinya hanya pantas ditanya oleh orang yang sudah lama kenal.  Saya juga bertanya balik tentang keluarga dan usaha warungnya. Ibu warung ini pun saya rasa menjawabnya dengan jujur dan tulus.

Tiba-tiba ...

 “Lho Ibu kok beres-beres? Kaya yang mau nutup warung."

“Oh iya, dek. Warungnya memang mau tutup. Udah mau jam empat sore”

“Lho, emangnya kenapa, Bu?” Bukannya warung di pinggir pantai tutupnya sampe malem?”

”Iya. dek. Ada yang sampe malem, tapi gak sampai malem banget. Ada juga yang cuma sampe sore.”

“Ibu gak rugi. Semakin sore, biasanya pengunjung pantai semakin banyak. Banyak yang mau lihat sunset, kan.”

“Oh iya, dek.”

“Terus saya gimana, Bu. Saya rencana mau sampe sore juga. Mau liat sunset.”

“Ya, silakan saja duduk di sini. Pakai kursinya. Nanti kalau adek mau pulang. Kursinya simpan saja diatas meja. Ditelungkupkan saja, ya!

“Oh, gitu? Gak apa-apa nih, Bu?”

“Ya, gak apa-apa. Kalau mau  minum ambil yang diteko saja, ya. Nih, Ibu siapkan gelasnya. Soalnya minuman di dalam kotak ini mau Ibu ikat. Ini warung sebelah juga masih buka, dek.”

“Emang Ibu mau kemana? Kok sore-sore udah mau tutup aja?

Salah satu Patung Pandawa Lima, dok. pribadi
Salah satu Patung Pandawa Lima, dok. pribadi
“Ibu mau sembahyang sore. Warung Ibu biasanya tutup sebelum jam empat sore.”

Ternyata Ibu menutup warungnya karena beliau mau sembahyang sore. Saya jadi malu. Tertegun lihat Ibu warung yang sedang membereskan dagangannya.  Mengikat dan menutup etalase dan kotak minumnya dengan terpal biru.

“Wah, Ibu rajin.”

Ibu itu hanya tersenyum.

“Ini warugnnya cuma ditiggalin begini aja, Bu? Gak apa-apa?”

“Ya, gak apa-apa. Di sini aman. Kan di depan juga ada penjaga. Lagian warung Ibu gak ada apa-apanya, dek.”

Tiba-tiba, seorang (mungkin) penjaga datang dan memberikan uang kepada  Ibu warung.

“Wah, untung saya cepet-cepet ke sini. Belum ditutup. Gak enak kalau dibesokkan lagi. Nih bu uang kemarin.”

Saya melihat si Bapak memberikan uang seratus ribu kepada si Ibu.

“Ya, gak apa-apa. Sudah ada uangnya?”

“Udah ada, bu.”

Ibu warung lalu memberikan kembalian. Baru beberapa langkah si Bapak berjalan, ia kembali lagi:

“Lho, bu. Kok kembalian-nya banyak? Utang saya kemarin (segini), kan?

“Oh, ya gatu saya. Lupa. Kamu memang beli apa saja? (dalam bahasa daerah, saya tebak kalimatnya seperti itu)

“Lha, ko malah Ibu yang lupa. Biasanya yang berhutang malah yang lupa."

Mereka berdua tertawa. Bapak itu kemudian menyebutkan barang-barang yang dibelinya kemarin. 

Tidak lama, anak laki-laki Ibu warung menjemput menggunakan motor. Seperti yang sudah biasa menjemput, beberapa barang yang ada di depan warung langsung ia naikkan ke atas motor.

Waduh saya merasa beruntung sudah kenal sama Ibu warung ini. Ternyata, banyak pelajaran yang saya dapatkan ketika datang ke Pantai Pandawa ini. Bukan hanya menikmati keindahan pantainya dan diingatkan kembali tentang cerita Mahabharata, tapi juga mendapat pelajaran dari sosok seorang ibu warung yang baik dan rajin ibadah juga.

Importance note:

  1. Btw, saya gak jadi menunuggu sunset di pantai ini. Karena gak enak juga nongkrong di sebuah warung yang pemiliknya bahkan gak ada.
  2. Sebelum hari benar-benar gelap, saya memutuskan untuk pulang. Takut bingung mencari jalan kalau hari sudah malam. Kalau nyasar repot juga. Saya kembali lagi ke Pantai Kuta dan melihat sunset di pantai yang ikonik ini.
  3. Traveling ke Bali ini saya lakukan sebelum Pandemi Virus Corona terjadi di Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun