Sejenak, saya berpikir, apa saya masih di Jalan Legian Bali? Takutnya ada kekuatan Supranatural yang memindahkan saya ke perbukitan ketika saya tidur. Tapi memang benar. Ini kamar dan balkon yang saya lihat semalam. Gak pindah kemana-mana.
Saya duduk-duduk di balkon. Suasana sekitar Jalan Legian terdengar  sunyi. Hanya terdengar suara burung dan induk ayam yang memanggil-manggil anak-anaknya untuk makan. Oh my… Baliku, The Island of God.
Padahal hanya kurang dari dua belas jam saja, keadaan di jalan ini ternyata bisa berubah 180 derajat. Saya berfoto di sebuah pura di Jalan Legian yang tampak bersih dan sunyi.
Saya menikmati jalan-jalan pagi di sepanjang jalan ini. Tidak harus menutup kuping atau memiringkan kepala. Tempat-tempat makan sebagian ada yang buka. Mungkin untuk menyajikan menu sarapan. Tapi walaupun mereka buka, suara musik tidak terdengar berisik. Hanya terdengar satu atau dua ucapan dari beberapa pelayan yang menyilakan masuk dan menawarkan menu sarapan.
Luar biasa. Jalan Legian ini. Sunyi senyap saat pagi hari, tapi  meriah dan gemerlap saat menjelang malam. Apalagi, ditambah jeritan-jeritan dari orang-orang yang naik wahana sling shot 5GX. Kalau gak terlalu ngeh sama wahana itu, mungkin semalam saya terkaget-kaget begitu mendengar suara orang menjerit-jerit.Â
Importance note:
- Plus minus suatu tempat wisata pasti ada. Kalau banyak plusnya, yah soal minus yang cuma secuil lupakan saja.Â
- Gak akan rugi untuk merasakan secuil minus di suatu tempat wisata yang mungkin jarang kamu datangi setiap harinya.
- Backpacker story ini adalah pengalaman travel saya sewaktu Corona Covid-19 belum merebak di Indonesia. Â