Laut China Selatan (LCS) tidak kunjung mereda dari konflik maritim. Sebagaimana dilansir dari AP News, bulan Maret 2024 lalu Kapal Penjaga Pantai China menembakkan meriam air kepada satu unit kapal suplai Filipina, Unaizah May 4, di wilayah sengketa batas maritim China dan Filipina di Second Thomas Shoal. Insiden ini menyebabkan cedera terhadap awak kapal anggota Angkatan Laut Filipina dan kerusakan serius pada kapal.Â
KawasanÂ
Mengutip dari Al Jazeera (2023), China mengklaim hampir seluruh Kawasan LCS melalui sembilan garis putus-putus (nine dash line/NDL) berdasarkan klaim sejarah. China mengklaim kepulauan Spratly (Nansha) dan Kepulauan Paracel (Xisha) sebagai teritori China. Klaim China ini yang kemudian oleh Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016 diputuskan tidak memiliki dasar hukum, walaupun China dengan tegas menolak putusan tersebut.
Â
Di satu sisi, negara pantai di kawasan LCS memiliki hak mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas lontinen berdasarkan konvensi hukum laut internasional (UNCLOS). Klaim NDL China tentunya bersinggungan dengan ZEE dan landas kontinen yang diklaim Viet Nam, Malaysia, Filipina, Brunei, dan termasuk sebagian ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.
Â
Hal inilah yang menyebabkan konflik berkepanjangan di kawasan LCS. Bagi Indonesia sendiri, NDL China merupakan ancaman terhadap hak berdaulat untuk mengelola sumber daya ikan, termasuk penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur di WPPNRI 711 (Zona 01).
Â
Walaupun terdapat upaya perundingan kode etik (Code of Conduct in the South China Sea) melalui negosiasi ASEAN dan China, banyak ahli berpendapat bahwa kode etik ini akan sia-sia mengingat China tidak menghormati dan melaksanakan ketentuan hukum internasional. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang mengikat secara hukum (legally binding), dibanding hanya kode etik yang belum tentu akan dipatuhi para pihak.
Â
Pembentukan organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries Management Organization/RFMO) dapat menjadi salah satu opsi yang menjanjikan untuk meredam konflik berkepanjangan di kawasan LCS. Beberapa alasan yang mendasari opsi ini adalah mandat UNCLOS dan perjanjian pelaksanaannya, kepentingan bersama negara di kawasan LCS, dan urgensi pengelolaan perikanan yang efektif.
Â
Pasal 123 UNCLOS memberikan mandat kepada negara yang mengelilingi laut semi tertutup untuk saling bekerja sama melalui organisasi regional untuk mengelola sumber daya ikan dan melindungi lingkungan laut. Selain itu, pasal 63 juga memberikan mandat untuk bekerja sama dalam pengelolaan sumber daya ikan yang beruaya jauh (highly migratory species). Sementara itu, sampai saat ini belum ada RFMO yang mengatur pengelolaan perikanan di kawasan LCS.
Â
Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) sendiri dilansir  dari situs resminya menegaskan bahwa LCS tidak termasuk dalam area konvensi. Menurut Jeremy Prince et al (2023), terdapat populasi Cakalang (Skipjack Tuna) di kawasan LCS, dibuktikan dengan data pendaratan ikan tersebut di seluruh negara peserta Common Fisheries Resource Analysis (CFRA) yang terdiri atas China, Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Viet Nam.
Â
Namun demikian, hasil penelitian yang sama menunjukkan bahwa terjadi penangkapan ikan berlebih (overfishing) terhadap populasi juvenil Cakalang di kawasan LCS yang sangat mengancam keberlanjutan stok jenis ikan tersebut.[9]
Â
Dengan bukti ilmiah dan urgensi tersebut, maka secara hukum internasional terpenuhi kewajiban negara pantai di kawasan LCS untuk bekerja sama melalui kerangka RFMO. UN Fish Stocks Agreement (UNFSA) pada Pasal 8 memerintahkan negara terkait untuk segera bekerja sama memastikan konservasi dan pengelolaan yang efektif atas sumber daya ikan beruaya jauh, yang berdasarkan bukti ilmiah terancam eksploitasi berlebih.
Â
Belum adanya RFMO di kawasan ini menyebabkan area kantong laut lepas yang ada secara hukum internasional berlaku prinsip kebebasan di laut lepas. Padahal, apabila dibentuk RFMO yang mengelola perikanan di kawasan, negara pantai di kawasan LCS dapat memanfaatkan sumber daya ikannya secara bersama-sama tanpa berkonflik. Kawasan laut lepas ini seharusnya menjadi potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut.
Â
Kerangka RFMO menawarkan pengelolaan perikanan yang komprehensif dan efektif, termasuk untuk penegakan hukum. RFMO dapat mengatur ketentuan pemeriksaan kapal perikanan di laut lepas yang dikenal dengan High Seas Boarding and Inspection. Melalui ketentuan ini, kapal perikanan baik berbendera anggota maupun non anggota RFMO yang beroperasi di laut lepas area kompetensi RFMO tersebut dapat diperiksa oleh kapal patroli negara anggota.
Â
Mekanisme penegakan hukum lainnya yang lebih fenomenal yaitu penetapan daftar kapal terlibat Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Vessel List). Kapal-kapal perikanan yang terbukti melakukan IUU Fishing dapat dimasukkan ke dalam daftar kapal IUU berdasarkan kesepakatan negara anggota RFMO. IUU Vessel List ini sangat efektif mencegah IUU Fishing, mengingat kapal yang sudah masuk ke dalam daftar ini tidak akan dapat mendaratkan ikannya karena banyak negara sudah menerapkan ketentuan Port State Measures.
Â
Selain itu, ikan dan produk hasil perikanan yang diperoleh dari kapal yang terdaftar pada IUU Vessel List tidak akan laku di pasar global karena Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang sudah menerapkan tindakan perdagangan (trade measures) untuk mencegah IUU Fishing. Mekanisme-mekanisme penegakan hukum tersebut nantinya akan efektif mencegah IUU Fishing di kawasan LCS yang merupakan musuh bersama dan selaras dengan urgensi untuk mengelola perikanan secara berkelanjutan di kawasan.
Â
Indonesia sebagai negara perikanan terbesar di ASEAN dapat memainkan peran sentral untuk menginisiasi perundingan pembentukan RFMO dengan negara tetangga di kawasan LCS, termasuk berkomunikasi dengan China. Sebagai penutup, upaya apapun untuk meredam konflik di LCS tidak akan berhasil, kecuali setiap negara di kawasan LCS memiliki itikad baik untuk bekerja sama memanfaatkan laut secara damai untuk kesejahteraan bersama.
Disclaimer: tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H