Dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi, pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah APBN. APBN merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang merupakan bagian dari keuangan negara. Membahas mengenai keuangan, erat hubungannya dengan kata anggaran. Menurut Burkhead dan Winer, anggaran di definisikan sebagai  rencana pengeluaran dan penerimaan pembiayaan untuk beberapa tahun yang akan datang, dihubungkan dengan rencana dan proyek-proyek untuk jangka waktu yang lebih lama. Adapun pendapat menurut John F. Due, APBN adalah pernyataan mengenai suatu perkiraan pengeluaran dan penerimaan negara yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa yang akan datang. M. Suparmoko juga berpendapat bahwa APBN adalah suatu pernyataan rinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun. Dalam konteks negara, tugas tugas negara diselenggaralan demi kepentingan rakyatnya. Jadi, masyarakat juga turut dibebani oleh biaya dalam rangka penyelenggaraan tugas negara berupa pajak (pendapatan, bangunan, kendaraan), beacukai dan pungutan lainnya.
      Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1, dituliskan bahwa APBN merupakan proses perencanaan keuangan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu tahunan. Sebelum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, APBN disebut sebagai RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Jadi, APBN pada hakekatnya merupakan pelaksanaan kebijaksanaan keuangan negara yang secara konstitusional diatur dalam Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 (Perubahan) dan dituangkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara). Pada Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 (Perubahan), dinyatakan bahwa, APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan oleh UU dan dilaksanakan secara terbuka guna bertanggung jawab sepenuhnya demi kemakmuran rakyat.
      APBN meliputi seluruh penerimaan dan pengeluaran negara. Penerimaan negara berasal dari perpajakan, non perpajakan, dan hibah yang diterima oleh pemerintah. Sedangkan pengeluaran negara terjadi karena adanya kebutuhan belanja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada prosesnya, tidak jarang juga terjadi fenomena "Defisit". Defisit dapat diartikan sebagai selisih antara pendapatan dengan anggaran belanja, atau secara garis besar dimaknai bahwa dana belanja lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh. Jika defisit terjadi, maka harus diupayakan untuk mencari pembiayaan dari dalam maupun luar negeri.  Seluruh penerimaan dan pengeluaran negara  ditampung dalam rekening BUN (Benharawan Umum Negara) di BI (Bank Indonesia)
      Pada dasarnya, semua penegeluaran dan penerimaan pemerintah harus dimasukkan dalam rekening BUN di BI kecuali, pemerintah membuka rekening khusus dengan alasan :
- Mengelola dana trtentu seperti dana pinjaman deposito dan dana cadangan
- Mengelola dana pinjaman dari luar negri pada suatu proyek tertentu
- Untuk mengatur administrasi pemasukan dan pengeluaran lainnya yang dirasa harus dipisahkan dari rekening BUN.
      Bedasarkan pengertian dari berbagai literatur, APBN erat kaitannya dengan tiga fungsi yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Berdasarkan UUD Pasal 3 Ayat 4 UU No.17 Tahun 2003 yang membahas tentang keuangan, ditegaskan bahwa APBN mempunyai fungsi otoritas, fungsi perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan fungsi stabilisasi yang artinya :
- Fungsi Otoritas
Fungsi otoritas bertujuan sebagai pokok pelaksanaan guna memperhitungkan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan
- Fungsi Perencanaan
Perencanaan APBN berfungsi sebagai pedoman bagi manajemen guna mengalokasikan sumber daya sesuai dengan apa yang sudah direncanakan setiap tahunnya.
- Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi bertujuan untuk mencapai proporsionalitas anggaran dalam melakukan pengalokasian dana untuk pembangunan dan pemerataan. Dalam fungsi ini, anggaran harus dimaksimalkan untuk menekan angka pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian
- Fungsi Regulasi
Fungsi regulasi APBN berfungsi untuk mendorong kebutuhan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
- Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi bertujuan untuk menyalurkan dana agar sampai kepada masyarakat berdasarkan alokasi yang sudah ditetapkan. Maka dari itu, pada fungsi ini diharapkan dapat terlaksana adil dan teliti guna tercapainya pemerataan wilayah dan daerah.
- Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilitasi bertujuan sebagai pilar penjaga keseimbangan antara masyarakat melalui intervensi guna mencegah inflasi. Serta menjaga keseimbangan fundamental perekonomian.Â
      Bedasarkan fungsi-fungi tersebut dan dikaitkan dengan beberapa dekade terakhir ini, APBN sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan juga mengangkat perekonomian Indonesia dari siklus penurunan pasca Covid-19. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa APBN tahun 2022 akan menjadi instrumen untuk menjaga pemulihan ekonomi Indonesia sekaligus mendukung keberlanjutan program penanganan Covid-19. Hal ini sudah terencana sejak tahun 2020, terbukti dengan dibuatnya RAPBN 2020 yang berisi bahwa "APBN menjadi instrumen untuk menjaga pemulihan ekonomi dan membantu serta mendorong reformasi struktural, karena itu adalah dua hal yang sangat penting bagi Indonesia," ujar Menkeu dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI.
      Pada tahun 2022, pemerintah kembali merancang APBN tahun 2022 untuk menyangga pemulihan yang diperkirakan masih akan berlanjut. Mentri keuangan juga menjelaskan bahwa pendapatan negara di tahun 2021 terus bertumbuh membawa kemajuan yang positif. "Jadi penerimaan pajak harus mulai tumbuh. Kalau pertumbuhan penerimaan pajak di bawah pertumbuhan ekonomi, maka kita tidak akan mendapatkan tax ratio yang makin membaik. Tanpa tax ratio yang makin baik akan muskil bagi Indonesia untuk bisa memenuhi kebutuhan belanja, terutama untuk mendukung reformasi struktural." kata Mentri Keuangan RI.
Contohnya, seperti yang terjadi pada tahun 2020, tercatat penerimaan perpajakan negara diproyeksikan sebesar Rp1.506,9 triliun. Sedangkan PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak), tercatat sebesar Rp333,2 triliun, dengan dipengaruhi oleh penerimaan tidak berutang, serta mengoptimalkan government share dari migas.
Selanjutnya kebutuhan belanja negara akan tetap dikendalikan di angka Rp2.708,7 triliun dan diarahkan untuk mendukung kepentingan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan pemulihan ekonomi. Menkeu juga mengatakan bahwa, pemerintah akan mengubah strategi belanja apabila kasus Covid-nya terkendali, dari yang semula untuk penanganan Covid-19, seperti vaksinasi, APD, dan obat-obatan vaksin, diubah menjadi peluang belanja yang produktif.
Selain itu, konsolidasi fiskal adalah wujud dari pendapatan yang tumbuh positif. Pengendalian belanja sangat berpengaruh dalam mengubah defisit menjadi lebih rendah. Ini harus dilakukan secara hati-hati karena kita tidak ingin menciptakan disruption dari sisi momentum pemulihan ekonomi" ujar Mentri Keuangan..
Defisit tahun 2022 akan dipenuhi oleh pembiayaan anggaran, hal ini dibuktikan dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB III) antara Bank Indonesia dengan pemerintah dalam menangani situasi pasca pandemi.
"Bank Indonesia akan ikut membantu di dalam pembiayaan khusus untuk tahun depan sebesar Rp240 triliun," kata Mentri Keuangan
      Sejauh ini, sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah guna menstabilkan perekonomian Indonesia. Salah satu upaya pemerintah yang paling sering digunakan adalah mendorong iklim yang kondusif agar distribusi pendapatan dapat menjadi lebih baik yang dilakukan melalui anggaran pendapatan dan belanja Negara. Selain itu, pemerintah juga mengatur jalannya pengelolaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), serta membuat kebijakan yang mendukung upaya menstabilkan perekonomian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H