Mohon tunggu...
Yudhistira Widad Mahasena
Yudhistira Widad Mahasena Mohon Tunggu... Desainer - Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

He/him FDKV Widyatama '18

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semua Anak Indonesia Istimewa (Postingan Spesial Hari Anak Nasional)

23 Juli 2022   18:19 Diperbarui: 23 Juli 2022   18:27 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillahirrahmanirrahim.

Tanggal 23 Juli selalu diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Hari Anak Nasional bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran anak untuk menghormati orang tua, dan selain itu agar anak bersemangat membangun serta berbakti dan mengabdi kepada bangsa dan negara sesuai dengan prinsip Pancasila. 

Hari ini, untuk merayakan Hari Anak Nasional, saya akan menulis tentang arti penting seorang anak bagi kita, mengapa semua anak Indonesia istimewa, dan rasa sakit hati saya akan perilaku kekerasan terhadap anak serta perdagangan anak.

Seperti yang sudah sering saya ucapkan tempo hari, anak dilahirkan ke dunia bukan dengan dikirim seekor bangau. Anak dilahirkan lewat proses persalinan setelah dikandung selama 9 bulan 10 hari. Tentunya bukan hal yang mudah. Bahkan saat dalam kandungan pun, mulai dari sperma, zigot, embrio, sampai lahir, bayi berjuang untuk lahir dengan sehat. 

Kemudian, bayi tumbuh besar dan belajar hal-hal baru, seperti belajar berbicara, merangkak, berjalan, berlari, hingga bersosialisasi. Bayi belajar dengan sangat cepat. Inilah masa emasnya.

Arti penting seorang anak adalah sebagai seorang generasi penerus bangsa. Ketika anak kita masuk sekolah, mereka belajar ilmu-ilmu dasar seperti huruf, angka, warna, dan bentuk, serta belajar kegiatan sederhana seperti berhitung, menulis, membaca, dan kemandirian. 

Hal-hal ini penting diajarkan kepada seorang anak sebelum mereka berusia sekurang-kurangnya 5 tahun.

Mereka bilang, anak adalah cobaan, seperti yang diucapkan dalam Q.S. Al-Anfal ayat 28 yang berarti:

"Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah adalah pahala yang besar."

Cinta kita kepada harta dan anak jangan sampai melebihi cinta kita kepada Allah SWT. Sesibuk apa pun kita mengurus anak dan mendidiknya menjadi orang yang benar, jangan lupa bersyukur kepada Allah, karena Dialah yang menitipkan anak kepada kita sebagai pendamping hidup. 

Kita manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri. Tentunya pria dan wanita menikah untuk dikaruniai anak sebagai pendamping hidup dan teman bicara.

Setiap anak Indonesia istimewa. Sebagai negara dengan 1.340 suku bangsa, termasuk suku keturunan, anak Indonesia diajarkan untuk menghormati dan melestarikan budaya mereka. Anak Padang diajarkan untuk pandai berdagang, jauh dari stereotipe pelit.

 Anak Jawa diajarkan untuk bertutur dengan lemah lembut dan berlaku dengan sopan santun, memiliki rasa malu dan sikap sungkan, serta suka menyapa. Anak Betawi diajarkan untuk pandai mengaji dan jago pencak silat, dan lain sebagainya. Kita hidup berdampingan tanpa membanding-bandingkan satu sama lain. Itulah gunanya bersyukur.

Setiap anak punya cita-cita. Ketika kecil, kita pernah bercita-cita menjadi astronot, pilot, dokter, polisi, atau bahkan menjadi tentara. Kemudian, ketika kita besar, kita memiliki cita-cita yang lebih mulia dan tidak terpikir oleh anak kecil zaman sekarang, seperti ahli teknologi informasi, desainer grafis, CEO, pengembang perangkat lunak, manajer restoran, petugas kebersihan, dll.

Soal ini, saya belajar banyak dari kartun Upin Ipin. Ehsan, teman main Upin Ipin yang bertubuh gempal dan suka masak, bercita-cita menjadi koki yang terkenal seperti koki idolanya, Chef Wan. Dia mengaku hanya bisa membuat kue, namun kemudian dia ingin belajar memasak mee goreng, bee hoon goreng, kuey teow goreng, nasi goreng, dan nasi lemak. 

Tetapi dia masih kecil. Mungkin saja ketika Ehsan beranjak remaja, dia justru bercita-cita menjadi seorang manajer restoran. Dia akan membuka restoran sendiri.

Atau Fizi, yang cita-citanya di luar nalar anak TK, yaitu menjadi petugas kebersihan. Dan kata guru mereka, Cikgu Jasmin (yang saat itu masih mengajar di Tadika Mesra dan saat ini sudah keluar untuk melanjutkan kuliah doktor karena beliau ingin jadi dosen), tidak masalah kalau kita memiliki cita-cita yang tidak terpikirkan sebelumnya, asalkan itu pekerjaan yang baik. 

Coba pikirkan, kalau tidak ada petugas kebersihan, siapa yang akan mengangkut sampah dan membuangnya ke TPA? Namun, siapa tahu kalau Fizi dewasa, dia bisa bekerja di bagian pengolahan limbah setelah lulus dari teknik lingkungan.

Sebagai orang tua, kita haruslah mendukung cita-cita anak kita. Dorong dia untuk lebih semangat belajar. Gawai dapat dimanfaatkan sebagai bahan belajar karena saat ini kita hidup di zaman serba internet. Internet harus pintar-pintar dimanfaatkan sebagai bahan pencarian sumber pelajaran. 

Bukan untuk yang negatif seperti menonton pornografi atau bermain game yang menggunakan bahasa kasar. Atau jika anak kita seharian menghabiskan waktunya dengan memandangi foto Sumin dan Isa STAYC atau Ririka ILY:1 sampai lupa belajar. Inilah dampak negatif internet yang harus dihindari, karena pengaruhnya ke prestasi dan minat belajar anak.

Jujur saja, saya sakit hati melihat berita kekerasan terhadap anak atau perdagangan anak di TV atau internet. Tidak terbayang anak usia bawah 18 tahun diperdagangkan untuk tujuan eksploitatif, seperti menjadi budak seks. Alasan yang paling konyol adalah untuk membeli rumah karena gelandangan.

Perdagangan anak harus dihentikan karena menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan para korbannya. Dari segi psikis, tak sedikit anak yang menderita stres atau depresi karena diperdagangkan.

Anak itu buah cinta kita, bukan untuk disiksa. Jika anak berbuat salah, minimal tegur mereka. Orang tua marah pada anak karena sayang, makin marah makin sayang. Namun, bukan berarti kita dapat berbuat seenaknya dan melampiaskan amarah kita dengan memukul, menendang, atau bahkan menggigit jika mereka nakal atau malas belajar. Atau mengucapkan kata-kata kasar.

Inilah yang terjadi dengan hubungan persahabatan saya dengan Mr. G, sahabat saya di TK-SD-SMP. Selama 16 tahun bersahabat, kami tidak pernah bermusuhan atau bertengkar. Mr. G sudah seperti sosok paman bagi saya. Namun sejak akhir tahun lalu dia menghindar dan menyuruh saya untuk "leave him alone" karena dia sibuk kuliah. 

Dan dia sampai kasar dan berhenti mengakui saya sebagai seorang sahabat baru-baru ini, dengan alasan yang konyol - karena saya menolak mendukung Rusia yang dia dukung.

Anak itu sahabat. Perbedaan teman dan sahabat adalah, teman hanya ada di saat bermain saja. Namun sahabat, selalu ada dalam keadaan apa pun, tebal-tipis, hitam-putih, senang-susah, dll. 

Sahabat tidak mengenal pandangan politik atau ideologi. Jika anak kita sudah tumbuh dewasa dan bahkan berkeluarga, dan kita sudah tua dan keriput, mereka akan selalu ada di hati kita.

Sekian postingan panjang ini.

Saya membuat postingan spesial ini untuk merayakan Hari Anak Nasional. Semoga anak kita dapat menjadi teladan bagi kita semua...

Tabik,
Yudhistira Mahasena

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun