Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Budaya dan Tegur Sapa Batak dari Purba Bersaudara di Film "Ngeri-ngeri Sedap"

24 Januari 2025   21:23 Diperbarui: 24 Januari 2025   21:23 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film "Ngeri-ngeri Sedap" yang membahas secara detail tentang budaya Batak. (sumber: IMDb)

Bismillahirrahmanirrahim.

Sebelum kita ke topik, saya ingin meminta maaf kepada Anda yang sudah lama menantikan serial "Kenali Indonesiamu". Terakhir di rubrik tersebut kita berhenti di episode mengenai Kalimantan Barat. Seharusnya kita melanjutkan ke episode Kalimantan Tengah, namun kendalanya adalah, di Kalteng tidak banyak tempat wisata yang terlalu terkenal. Mungkin Taman Nasional Tanjung Puting yang melestarikan orangutan kalimantan dan beberapa taman nasional, namun selebihnya tidak ada yang menurut saya terlalu menonjol. Jadi saya meminta maaf kepada Anda yang menunggu serial ini, Insya Allah dalam beberapa bulan kita akan melanjutkannya lagi.

Oke, kita langsung ke topik. Akhir-akhir ini saya terobsesi dengan film "Ngeri-ngeri Sedap". Setelah sebelumnya sempat menonton film tersebut beberapa kali di Netflix, saya sudah menonton film tersebut lebih dari 20 kali setelah mengunduhnya di situs bajakan (jangan ditiru!). Jika film "Budi Pekerti" karya Mas Wregas Bhanuteja menjadi alasan saya belajar bahasa Jawa, karena 75% dari dialognya memang berbahasa Jawa, maka "Ngeri-ngeri Sedap" karya komika Bene Dion Rajagukguk menjadi alasan saya belajar budaya Batak.

Terakhir kita membahas film "Ngeri-ngeri Sedap", kita membahas tentang apa jadinya jika film ini diadaptasi ke film Hollywood dan siapa sajakah yang cocok memerankannya. Sekarang kita akan membahas tema film itu sendiri, yaitu budaya dan tegur sapa di suku Batak.

Bene Dion sebelumnya pernah menulis novel berjudul "Ngeri-ngeri Sedap" pada tahun 2014. Namun, tema novelnya tidak sama dengan film yang dia garap 8 bulan kemudian. Khusus untuk film ini, cowok berzodiak Pisces ini mengangkat tema budaya Batak, seperti stereotipe orang Batak yang keras, tegas, dan menjunjung tinggi nilai adat; mengapa orang Batak kerap berkarir di ranah hukum seperti yang diharapkan Pak Domu kepada putra ketiganya, Gabe; dan yang paling seru adalah peran ayah dan anak lelaki dalam keluarga Batak.

Suku Batak menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan ayah. Peran lelaki dalam keluarga Batak sangatlah penting. Dalam budaya Batak, anak lelaki sulung bertanggung jawab atas keluarga, dan dia diharapkan menjadi penerus marga, juga meneruskan adat. Maka, si sulung di keluarga Purba, Dominikus Adrianus Purba alias Domu, dipercaya menikahi seorang boru Batak. Namun nyatanya, Domu, yang bekerja di sebuah perusahaan BUMN di Bandung, bertunangan dengan seorang mojang Sunda bernama Neny.

Hubungan Domu dan Neny tidak direstui oleh Pak Domu, karena beliau percaya jika calon istri Domu bukan orang Batak, takutnya dia tidak tahu adat Batak. Jadi, Domu dipercaya menikahi wanita Batak, supaya mereka bisa saling mengajari satu sama lain adat Batak. Namun, di akhir cerita, Neny mengungkap pada Pak Domu bahwa sang calon suami sedikit-sedikit suka mengajarinya adat Batak, bahkan memanggil beliau dengan sebutan amangboru.

Ini yang tidak diketahui Pak Domu sebelum akhirnya perlahan menerima hubungan putra sulungnya dengan Neny; dalam pernikahan suku Batak, ada proses mangain. Mangain adalah tradisi dalam adat Batak yang berarti pengangkatan anak atau pemberian marga kepada calon pasangan yang bukan orang Batak. Tradisi ini dilakukan untuk meneruskan keturunan, mempererat tali persaudaraan, dan menjaga adat istiadat Batak.

Mangain itu ada dua jenis: mangain anak dan mangain boru. Mangain anak adalah pengangkatan anak lelaki yang bukan keturunan Batak untuk diberikan marga, sedangkan mangain boru adalah pengangkatan anak perempuan yang bukan keturunan Batak untuk diberikan marga. Kita ambil contoh misalnya Christy dari girl group Cherrybelle, yang sempat viral di tahun 2011, yang menjadi saksi fase awkward saya berhenti suka K-pop dari tahun 2012-2014. Secara etnis, Christy keturunan Minahasa dari Sulawesi Utara. Suaminya bernama Radhiant Siregar, asli Batak. Lewat proses mangain boru, Christy yang bernama lahir Christy Saura Noela Unu diberikan marga Simorangkir.

Contoh lain adalah peraih medali perunggu Indonesian Idol XI, Anggi Marito. Anggi bernama lengkap Anggi Marito Tiodora Simanjuntak. Suaminya bernama Kenji Ganessha, seorang keturunan Indonesia-Jepang yang memiliki profesi mulia, sebagai seorang pilot. Kenji bukan orang Batak, oleh karena itu, sebelum menikah dengan Anggi, secara adat Batak dia diberikan marga lewat proses mangain anak. Marga yang diberikan kepada Kenji adalah Pasaribu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun