Bismillahirrahmanirrahim.
Film "Miracle in Cell No. 7" nampaknya menjadi salah satu film layar lebar Korea tersukses. Dirilis tahun 2013, film itu dibintangi oleh Ryu Seungryong, Kal Sowon, Park Shinhye, So Yangho, dll. Film tersebut berkisah tentang Lee Yonggu, seorang ayah dengan keterbelakangan mental yang sangat menyayangi putri semata wayangnya, Lee Yesung, yang berusia 6 tahun. Yonggu masuk penjara dan divonis hukuman mati setelah dituduh membunuh dan memerkosa seorang gadis kecil yang jatuh di jalanan dan berdarah di kepalanya.
Saking suksesnya, film ini bahkan di-remake di berbagai negara, seperti Filipina, Turki, dan bahkan Indonesia. Namun kita akan membahas versi remake Indonesianya saja. Film "Miracle in Cell No. 7" versi Indonesia dibintangi oleh beberapa artis papan atas Indonesia seperti Vino G. Bastian, Graciella Abigail, Indro Warkop, Tora Sudiro, Rigen Rakelna, Indra Jegel, Bryan Domani, Denny Sumargo, dan Mawar de Jongh. Film itu bercerita tentang kisah hidup Dodo Rozak, seorang penjual balon dengan mental anak usia 8 tahun, yang merupakan usia putri semata watangnya, Ika. Mereka hidup berdua saling sayang menyayangi, sebab mereka sudah tak punya siapa-siapa lagi. Bu Uwi, ibu Ika, sudah meninggal ketika Ika masih kecil.
Karena suatu sebab, Dodo memiliki cacat mental sejak kecil, yaitu mentalnya setara anak usia 8 tahun. Meskipun begitu, dia sangat mencintai Ika. Setiap hari Dodo berjualan balon beraneka bentuk dan warna untuk menghidupi keluarganya yang miskin. Dia tidak malu atau minder dengan kebutuhan khususnya. Ika juga sangat menyayangi ayahnya, yang dia panggil Pak Dodo.
Suatu hari, Dodo masuk penjara setelah dituduh membunuh Melati Wibisono, anak dari salah satu pelanggannya, Willy Wibisono. Ketika ditangkap, Dodo menjadi sorotan publik, bahkan masuk TV, karena dia dituduh membunuh anak kepada Willy yang notabene seorang pejabat negara. Dia pun dimasukkan ke sel nomor 7, tempat mendekamnya para petindak kriminal dengan beragam latar belakang kriminalitas. Ada Bang Japra, Jaki, Yunus Bewok, Atmo Gepeng, dan Asrul Bule. Awalnya Dodo diperlakukan dengan kasar oleh para napi sel nomor 7 setelah mereka mengetahui Dodo membunuh dan memerkosa seorang anak kecil. Namun, setelah insiden perkelahian antarnapi di mana Bang Japra menjadi korban, Dodo menyelamatkannya dan para napi menganggapnya sebagai sahabat.
Kehidupan di penjara bak neraka dan tidak satu pun hari berlalu di mana Dodo tidak merindukan Ika. Oleh karena itu, dengan bantuan Gepeng, Ika diselundupkan ke penjara dan pasangan ayah-anak itu kembali dipersatukan. Sayangnya masa-masa indah itu tidak lama. Bang Japra cs ketahuan dan diancam dengan hukuman lebih berat karena ketahuan menyelundupkan Ika ke penjara, sehingga Dodo dan Ika harus kembali terpisah.
Suatu hari, terjadi kebakaran di lapas. Sang kepala sipir, Pak Hendro Sanusi, terluka parah. Dodo menyelamatkannya walaupun dia juga ikut terluka parah. Setelah terbangun, Hendro diberitahu bahwa Dodo-lah yang menyelamatkannya. Selama koma, Dodo memimpikan Ika dan berteriak memanggil-manggil namanya. Tersentuh karena aksi kepahlawanan Dodo, Pak Hendro berubah pikiran dan tidak lagi menganggap Dodo orang jahat. Dia bahkan mengizinkan Ika tinggal bersamanya.
Beberapa hari kemudian, komplotan Bang Japra berhasil mengidentifikasi apa yang sebenarnya terjadi kepada almarhumah Melati Wibisono. Lewat kemampuannya meretas komputer, Bule menemukan beberapa bukti. Usut punya usut, ternyata Melati meninggal dunia karena kakinya tersandung tali dan kepalanya terbentur meja sehingga berdarah, lalu mengambang di dalam kolam renang. Dodo mencoba menyelamatkan Melati dengan batang kayu, namun karena kejauhan, dia menceburkan diri ke dalam kolam dan membuka baju Melati. Karena waktu itu Dodo teringat pesan mendiang Bu Uwi yang mana baju basah harus diganti dengan baju kering supaya tidak masuk angin. Mendengar fakta tersebut, Bang Japra dan napi lainnya semakin iba dengan nasib Dodo yang ternyata difitnah. Mulai saat itu, mereka semakin menyayangi Dodo.
Beberapa bulan kemudian, setelah mengumpulkan beberapa bukti konkret, Pak Hendro mengajukan banding untuk membebaskan Dodo dari penjara. Namun, hal tersebut bertepatan dengan kembalinya Willy Wibisono sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pada saat itu, Willy mengetatkan hukuman untuk kasus kekerasan terhadap anak, yang berarti kesempatan Dodo untuk bebas bersyarat sangatlah kecil. Pengacara penjara, Pak Ruslan, menekan Dodo untuk mengaku bahwa dia membunuh Melati, dan dia harus berkorban, termasuk nyawa. Willy juga mengancam Dodo bahwa jika dia bebas, maka Ika akan mati. Akhirnya, setelah naskah Dodo dirobek oleh Willy, saat sidang banding, Dodo terpaksa mengaku secara palsu bahwa dialah yang membunuh Melati.
Kemudian Hendro mengatakan bahwa dua hari sebelum Lebaran, yang bertepatan dengan ulang tahun Ika, Dodo akan dipindahkan dari lapas Mahameru ke Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah. Eksekusinya akan dilakukan di sana. Termotivasi untuk membebaskan Dodo dari penjara, Bang Japra cs membuat sebuah balon udara yang akan membawa Dodo dan Ika kembali ke rumah. Namun sayangnya, tali balon udara terjerat di kawat berduri sehingga Dodo tidak dapat melarikan diri dari hukuman mati.
Hari yang ditunggu tiba. Di hari ulang tahun Ika, Dodo akan menemui ajalnya dalam hukuman mati. Dengan berat hati, Bang Japra, Jaki, Bewok, Gepeng, dan Bule melepasnya ke tempat peristirahatan terakhirnya dengan penuh air mata. Kemudian dia mengucapkan salam terakhirnya kepada Ika.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!