Kita mulai dengan suku Rejang, salah satu penduduk asli Bengkulu. Persebaran mereka meliputi lima kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong. Mereka adalah masyarakat dwibahasa; mereka bertutur dalam bahasa Rejang dan juga berbahasa Melayu sebagai bahasa kedua.
Suku Serawai adalah suku bangsa asli Bengkulu dengan populasi terbesar kedua yang hidup di provinsi tersebut. Sebagian besar dari mereka mendiami Kabupaten Bengkulu Selatan. Mereka bertutur dalam dialek bahasa Melayu Tengah. Suku Serawai diyakini berasal dari leluhur Si Pahit Lidah, salah satu tokoh folklore Sumatera Selatan.
Dan last but not least, ada suku Melayu Bengkulu. Lagi-lagi, suku Melayu dapat dengan mudah ditemukan di pelbagai daerah di Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan. Di Bengkulu, suku Melayu terbagi menjadi sub-suku Melayu Pekal, Melayu Tinggi, Bulang, Lembak, Serawai, Rejang, dan Melayu Mukomuko. Mereka berbahasa Melayu dengan dialek Melayu Tengah.
Seperti provinsi lainnya, masyarakat Bengkulu membutuhkan senjata tradisional untuk berperang dan rumah tradisional untuk berteduh. Senjata tradisional Bengkulu dinamakan rudus. Bentuknya mirip rencong dari Aceh, sejenis pisau berbentuk huruf L. Bahkan senjata rudus dapat ditemui di lambang Provinsi Bengkulu.
Adapun rumah tradisional Bengkulu dinamakan Rumah Bubungan Lima. Di sinilah suku Melayu Bengkulu melakukan pertemuan adat atau tinggal. Di bawah ini adalah gambar Rumah Bubungan Lima yang saya gambar sendiri di Adobe Photoshop beserta deskripsi singkatnya.
Aspek sosial budaya lainnya yang mencerminkan kehidupan masyarakat Bengkulu adalah seni musik dan tari. Dua lagu tradisional Provinsi Bengkulu yang paling terkenal adalah "Lalan belek" dan "Jibeak awieo". Keduanya adalah lagu tradisional suku Rejang.
Bengkulu juga sarat akan tarian tradisional, salah satunya yaitu tari andun.