Banyak nilai positif yang patut diacungi jempol dari suku Betawi. Salah satunya, menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Mayoritas suku Betawi beragama Islam, dan nilai-nilai agama yang mereka junjung tinggi tercermin dari ajaran orangtua mereka sejak dini. Mereka rajin salat dan mengaji serta bela diri. Masyarakat Betawi juga sangat menjunjung tinggi pluralisme atau paham atas keberagaman, sebagaimana tercermin dari hubungan baik antara orang Betawi dengan orang luar Jakarta.
Suku Betawi juga sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Walaupun saat ini mereka agak terpinggirkan oleh modernisasi, masih banyak orang Betawi yang melestarikan budaya mereka, seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, berbalas pantun, dan berbagai macam tarian tradisional Betawi seperti ronggeng. Bahkan beberapa dari orangtua Betawi masih menamai anak-anak mereka dengan nama-nama Betawi, seperti Dul, Juki, Jiun, Jiung (bukan anggota P1Harmony), Bokir, dan Madun.
Berikut adalah sebuah video dari saluran YouTube resmi Kompas TV yang mengungkap tentang suku Betawi dan budaya mereka:
Sehari-hari, masyarakat Betawi berbicara seperti kita, bahasa Indonesia. Namun, bahasa Betawi masih mereka lestarikan di era modern. Bahasa ini merupakan bahasa Melayu Pasar yang bercampur dengan bahasa-bahasa seperti Belanda, Portugis, Arab, Persia, Hokkien, dan juga bahasa pribumi Indonesia seperti Sunda, Jawa, dan Bali. Bahasa Betawi umum terdengar di acara-acara lenong di televisi. Sastrawan Firman Muntaco merupakan salah satu pengguna bahasa Betawi di era kontemporer, dan beliau terkenal dengan cerpen-cerpen dan artikel-artikelnya yang dimuat di koran pada tahun 1960-an hingga 1980-an.
Berikut adalah video seorang anak kecil bernama Nizana Dewa Audra sedang memperkenalkan dirinya dalam bahasa Betawi, yang diunggah oleh saluran YouTube AudrakidsTV. Saat video ini diunggah, Dewa masih berusia 10 tahun dan masih duduk di bangku kelas 4 SD.
Dan begitulah pengetahuan umum mengenai suku Betawi.
Zaman boleh mengalami kemajuan, tetapi suku Betawi masih akan terus menjunjung nilai agama dan budaya yang telah mereka lestarikan selama berabad-abad.
Stay tuned! Episode depan akan membahas kuliner khas Jakarta.
Tabik,
Yudhistira Mahasena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H