Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memaknai Unjuk Rasa Tenaga Kesehatan

8 Mei 2023   20:04 Diperbarui: 9 Mei 2023   18:45 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 5 organisasi profesi tenaga kesehatan Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, berunjukrasa damai dan menyatakan sikap menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di kantor IDI Tasikmalaya, Jalan HZ Mustofa Kota Tasikmalaya, Senin (8/5/2023). (Foto: KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA) 

Penghentian pembahasan RUU Kesehatan harusnya menjadi momentum jeda dan evaluasi ulang.

Pada berbagai forum, dinyatakan langkah besar omnibus law adalah upaya untuk mendorong perluasan akses kesehatan bagi publik.

Tetapi perlu diingat bahwa ada konsekuensi yang juga terbilang besar, bila kita tidak berhati-hati dalam merumuskan sebuah peraturan.

Prinsip kehati-hatian diperlukan, karena metode omnibus law akan mendekonstruksi berbagai peraturan lama dan membentuk aturan baru.

Format tersebut membutuhkan arena dialog yang luas, dan tentu diperlukan partisipasi para pemangku kepentingan terkait.

Nada yang berlainan dengan kehendak para penyusun peraturan perlu diakomodir, guna melihat peta persoalan secara utuh.

Dinamika pembahasan perlu dikembangkan untuk mencari titik solusi bersama, jangan sampai ada yang tertinggal.

Sampai di titik tersebut, problemnya kemudian mengemuka, pemangku kuasa menilai perspektif yang berbeda sebagai perlawanan.

Diberangus. Situasi itu menimpa Prof dr Zainal Muttaqin, SpBS yang dicopot dari pekerjaannya karena menyampaikan suara dan opini berbeda.

Padahal khasanah kekayaan pemikiran, terjadi ketika kita mampu melihat suatu permasalahan dengan multiperspektif, tidak memakai kacamata kuda.

Keterburu-buruan dalam merumuskan sebuah peraturan, harus dilihat dari signifikansi dan urgensi yang hendak dicapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun